Di usia muda, 19 tahun, Wan Annisa terpilih sebagai salah satu pemain yang akan memperkuat tim sepaktakraw Riau ke PON 2021 Papua. Sayangnya, tak satu pun pengurus olahraga atau pemangku kepentingan Kabupaten Kepulauan Meranti yang peduli padanya.
Laporan: Hary B Koriun (Pekanbaru)
SELASA, 20 September 2021, KONI Riau melakukan acara seremoni pelepasan kontingen Riau ke PON 2021 Papua. Acara tersebut dilaksanakan di balairung, sebelah helipat kompleks kediaman Gubernur Riau.
Hampir semua pejabat datang di acara tersebut: Gubernu Riau H Syamsuar yang melakukan pelepasan, dan seluruh OPD Riau; Plt Ketua KONI Riau H Raja Marjohan Yusuf dan seluruh pengurus KONI Riau; para Ketua KONI Kota/Kabupaten di Riau; para Ketua Pengprov Cabor, Pengcap Cabor, para pembina olahraga, pelatih, dan seluruh atlet yang akan memperkuat Riau di pesta olahraga empat tahunan tersebut.
Semuanya bergembira dan menyatakan optimisme mampu memberikan yang terbaik untuk Riau. Mereka seperti melupakan segala permasalahan yang muncul saat latihan di cabor masing-masing, atau saat Pelatda penuh. Yang muncul adalah tekad bersama untuk menjulangkan nama Riau.
Namun, di tengah suasana gembira tersebut, wajah Wan Annisa Rachmadi terlihat masygul. Dia terlihat sedang bersedih hati. Padahal semestinya dia berbahagia di momen tersebut. Tersebab, Annisa adalah satu-satunya pemain sepaktakraw asal Kabupaten Kepulauan Meranti yang terpilih membela Riau di PON Papua.
Bersama Ayu Syakira (Bengkalis) dan Puput Milnea (Siak), gadis berusia 19 tahun ini akan melakukan debut di PON setelah sebelumnya hanya bermain di kejuaraan tingkat kelompok umur. Annisa, Syakira, dan Puput melengkapi 7 pemain sepaktakraw Riau yang terpilih dalam seleksi ketat. Ketiganya bahkan "menyingkirkan" para seniornya yang ikut dalam seleksi hingga akhir seperti Malla Endah Sari (Bengkalis), Cici Yuli Hervi (Kuansing), dan beberapa nama lainnya.
Ketiganya akan bersama empat seniornya yang terakhir bermain di PON 2016 Jabar, yakni Sutini, Florensia Cristy, Nur Hidayah dan Sefti Dwi Yani, akan berjuang memperebutkan medali di dua nomor yang diikuti tim putri Riau.
Lalu, mengapa wajahnya agak mendung? Bukankah seharusnya dia bahagia dengan pencapaian yang didapatkannya?
"Saya sangat bersyukur kepada Allah Swt karena terpilih akan ikut memperkuat Riau di PON Papua. Ini keinginan besar saya yang terwujud setelah saya berjuang sangat keras," jelas gadis kelahiran Teluk Belitung, 16 April 2002 ini, saat dijumpai Riaupos.co di acara tersebut.
Namun, dia merasa ada yang agak aneh. Di acara pelepasan tersebut --juga di acara-acara sebelumnya-- hampir semua Ketua KONI dan pengurusnya, juga ketua-ketua pengcab kabupaten, datang. Tetapi, tak satu pun pengurus KONI atau perwakilan pengurus olahraga Kepulauan Meranti yang menemuinya atau menghubunginya untuk sekadar membesarkan hatinya, atau memberi support.
Padahal, pengurus cabor, Ketua KONI, atau perwakilan daerah lain, sebelum atau saat acara pelepasan kontingen, banyak yang mendatangi atletnya. Mereka tak sekadar mengucapkan "selamat berjuang" tetapi juga memberikan sagu hati (uang saku) kepada atlet daerahnya yang terpilih mewakili Riau.
Bahkan Bupati Bengkalis, Kasmarni, mau jauh-jauh datang dari daerahnya ke Hotel Labersa --tempat penginapan atlet Riau saat Pelatda penuh-- untuk bertemu dengan seluruh atlet Bengkalis. Selain memberi dukungan, Kasmarni dan KONI Bengkalis juga memberikan uang saku yang jumlahnya lumayan kepada seluruh atletnya, sebagai bentuk perhatian yang nyata.
Hal yang sama juga dilakukan para pemimpin daerah lain, seperti Kuantan Singingi, Siak, Dumai, Rokan Hulu, Indragiri Hulu, dan yang lain. Jika tak datang ke Pekanbaru, mereka mengundang atlet dan ofisialnya pulang ke daerahnya untuk diberi dukungan secara langsung dan dibuatkan acara pelepasan.
"Saya tidaklah meminta seperti apa yang diberikan oleh pemimpin daerah lain kepada atletnya. Namun, benar, jangankan datang dan menemui saya, bertanya lewat telepon saja tak ada satu pun. Tapi saya akan tetap berjuang keras di PON Papua nanti," ujar anak pasangan Wan Bustaman dan Sotmawati tersebut.
Namun, Annisa berpikiran positif. Katanya, dia yakin para pemimpin olahraga atau pemimpin politik dan masyarakat Kepulauan Meranti tahu dirinya mewakili daerahnya untuk Riau dan mendoakannya secara diam-diam dari jauh.
"Mereka pasti mendoakan saya meskipun tak menyapa saya secara langsung," ujarnya sambil berusaha tersenyum untuk menutupi rasa masygulnya.
***
MENJADI pemain sepaktakraw seperti sudah menjadi jalan hidup Annisa. Dia berlatih sejak kecil di kampungnya, Teluk Belitung, yang kemudian membawanya terpilih sebagai salah satu pemain yang masuk dalam PPLP Dispora Riau. Sambil menyelesaikan studi SLTA-nya, gadis berambut kriwil ini bekerja keras dalam latihan yang digembleng oleh pelatih Supardi Hutabarat, Edi Isnanto, dll.
Selama di PPLP Riau, dia pernah mengikuti berbagai kejuaraan daerah maupun nasional tingkat pelajar. Prestasi tertingginya, antara lain meraih perunggu di Kejurnas Sumatra Barat, Sulawesi Barat, dan Popda Pekanbaru mewakili Meranti.
Yang terakhir, Annisa juga menjadi bagian dari tim putri Riau saat menjadi juara Kualifikasi PON Wilayah Barat di Sukabumi, Jabar. Keberhasilan itulah yang mengantarkan Riau lolos ke PON 2021 Papua ini.
Gadis muda yang kini kuliah di Fakultas Teknik Universitas Lancang Kuning (Unilak) ini tak menyangka bisa menjadi bagian dari tim putri senior Riau untuk berlaga di PON. Sebab, dia merasa masih banyak kekurangan di sana-sini.
"Saya bahkan tak pernah terbayang menjadi atlet PON Riau di usia sekarang. Tapi saya bersyukur, ini buah dari kerja keras saya selama ini. Semoga Tuhan selalu menjadikan saya orang yang bersyukur dan tetap bisa selalu rendah hati," kata salah satu killer muda putri terbaik milik Riau ini.
Annisa mengaku telah memilih sepaktakraw sebagai jalan hidupnya. Salah satu pemain yang diandalkan untuk smes (killer) ini ingin menaikkan derajat keluarga dan membanggakan orangtuanya lewat cabang olahraga asli masyarakat Melayu ini.
"Saya ingin terus berlatih keras sampai titik puncak kemampuan saya. Saya merasa masih sangat muda, dan masih panjang perjalanan saya," jelasnya penuh semangat.
"Kepada masyarakat Meranti, mohon doanya agar saya dan dan seluruh tim Riau bisa dijauhkan dari virus Covid-19, dijauhkan dari cedera, selamat perjalanan pulang-pergi, dan dilancarkan perjuangan kami membawa mendali emas ke Bumi Lancang Kuning," ujarnya berusaha tetap tegar.
Ditambahkannya, uneg-uneg yang disampaikannya ini sebagai rasa "iri" dirinya dengan atlet daerah lain yang pembangunan olahraganya dilakukan secara serius dan tidak main-main. Termasuk dalam memperhatikan atlet-atletnya.
Dia berharap Kabupatan Kepulauan Meranti bisa mencontoh daerah tersebut agar lahir atlet-atlet dari berbagai cabang olahraga dari Meranti yang berprestasi di tingkat Riau, nasional, atau bahkan internasional.
"Saya minta maaf dengan apa yang saya sampaikan ini. Saya tetap berterima kasih kepada semua orang yang telah membantu saya selama ini hingga saya bisa memakai seragam Riau di iven nasional. Terutama kepada pengurus PSTI Meranti yang telah mengantarkan saya mencapai cita-cita membela Riau," jelas Annisa mengakhiri.***
Editor: Eka Gusmadi Putra