"Oo... rimbang baliang, kok dapek awak nan di tariang, oo rimbang baliang oo rimbang baliang, kok lapeh awak nan di tariang, oo rimbang baliang, balang balang rimbo ilalang hilang di tabang urang nan dahulu ba ulang". Itu sepenggal lirik lagu berjudul "Rimbang Baling" (Rimbang Lagos 136) karya Farid Jonathan dinyanyikannya langsung di tepian Sungai Subayang. Kilat di langit Desa Gema, Kampar Kiri Hulu menjadi lighting indah Sabtu (14/11) malam di hadapan jejeran puluhan tenda.
Laporan: EKA G PUTRA (Kampar Kiri)
KAMPAR (RIAUPOS.CO) -- Lagu Bujang dan Duta Pariwisata Pekanbaru 2020 tersebut di langit, namun kilat sesekali menyapa, bak lighting penambah syahdunya malam pentas seni dalam pembukaan Festival Subayang 2020. Petikan gitar didampingi dua rekannya pun turut berduet dengan dedaunan perbukitan yang terus meliukkan tubuh bersama semilir.
"Tak ada yang dicipta oleh Tuhan sia-sia. Bahkan rumput benalu pun berharga, rimbang baling adalah hutan yang kita tetapkan, rumah bagi satwa harimau langka, habitatnya diusik wajar dia bereaksi, menyerang kita yang tidak mengerti hutan yang kita tebang, lahan yang dibukakan demi sesuap nasi anak istri bertahan," begitu sambungan liriknya.
Sebuah pulau tak jauh dari pelabuhan di Desa Gema lebih datar. 30-an tenda kecil berdiri kokoh sejak Sabtu pagi. Terdapat empat tenda besar mendampingi di atas rumput hijau. Juga ada pentas yang cukup luas. Pencahayaannya sedikit saja, di panggung beberapa lampu dan di depannya ada empat lampu temaram di atas kursi para tetamu.
Piyau (perahu) bermesin Jonson dinaiki 10 orang. Mesin lebih kecil, disebut Robin hanya bisa muat 5 orang. Air memang lebih tinggi, sebab musim hujan telah tiba sejak beberapa bulan terakhir. Beruntung Provinsi Riau tidak terdampak LaNina, sebuah siklus curah hujan yang lebih tinggi dari musim hujan biasanya.
"Ya, sedang pasang," kata pengemudi piyau, Mukhlis.
Kala musim hujan dan sungai pasang, memang untuk beraktivitas bagi dirinya dan rekan-rekannya sedikit ada kendala. Tantangannya tentu arus yang lebih deras guna melawan arus mengantar penumpang. Termasuk mengantar rombongan tetamu yang hadir dalam Subayang Festival 2020, digelar 14-15 November lalu.
Kurang sepuluh menit menyusuri hulu sungai, piyau menepi. Rumput hijau nan datar sebentuk pulau yang memang banyak di sepanjang tepian Sungai Subayang memanjakan mata setelah menempuh perjalanan 2 jam dari Pekanbaru ke simpang Kuntu, Lipat Kain. Kemudian ditambah 1,5 jam lagi ke Desa Gema, Kampar Kiri.
"Dari sini (Sungai Subayang, red) kami hidup dan mencari kehidupan. Saya selain bawa piyau, juga cari ikan. Yang lain, berkebun dan mencari penghidupan di hutan," sambung Mukhlis, menunjuk hijau perbukitan yang di kaki-kakinya terdapat kampung.
Akhir pekan pertengahan November kemarin merupakan hari pertama event Festival Subayang 2020. Acara dilaksanakan dua hari, 14-15 November. Diawali dengan penampilan kesenian dan atraksi budaya pada hari pertama di Desa Gema. Pengunjung menyaksikan penampilan di depan 30-an tenda yang terpasang. Juga ada Putri Pariwisata Indonesia Karina Nadila sepanjang event ini yang membantu menyosialisasikan objek wisata tersebut. Gadis cantik berhidung mancung ini hadir selaku influencer yang memang disiapkan pemerintah mendukung promosi pariwisata Tanah Air.
Kemudian ada penampilan Farid Jonathan n Friends yang menyanyikan lagu-lagu memukai di tengah hutan, seperti berjudul "Rimbang Baling". Kepedulian menjaga hutan dan penghidupan masyarakat, serta apa-apa yang terkandung di alam liar menjadi concern penyanyi muda ini.
Tak kalah seru, ada pertunjukan teater Kotau dari Komunitas Seni Rumah Sunting Pekanbaru. Menceritakan sejarah panjang kerajaan Gunung Sahilan. Diangkat dari buku puisi keempat Kunni Masrohanti yang berisikan 79 puisi. Semua puisi dalam buku ini ditulis dari hasil kajian Kunni yang digali dari akar tradisi Rantau Kampar Kiri, Kabupaten Kampar. Tidak tanggung-tanggung, pengkajian itu dilakukan Kunni hampir dua tahun.
Menjadi pemandangan berbeda dengan hentak kata-kata dan tari memukau dari anak-anak Rumah Sunting di akhir pekan kemarin. Penampilan mereka tak hanya di panggung, namun berbaur dengan ratusan pengunjung dalam event tersebut. Kemudian juga ada penampilan dari seniman asal Rokan Hilir. Membawakan tradisi daerah melalui tarian dan musik, dengan miniatur kapal khas Bagansiapiapi menambah syahdu malam dengan pencahayaan yang didukung pula kilat dari langit.
Rintik pun turun pelan-pelan tepat di ujung acara. Tenda besar adalah pilihan, sebab tenda-tenda kecil yang terpasang tak mampu menahan hujan yang terus mengguyur lebih deras pertanda acara pun usai untuk iven hari pertama Festival Subayang 2020.
Event Festival Subayang secara langsungnya dibatasi hanya untuk 100 peserta. Pihak panitia juga menggelar tes rapid swab sebanyak 150 sampel untuk warga sekitar juga peserta yang hadir. Uji sampel ini dilakukan di Puskesmas Kampar Kiri Hulu, Sabtu (14/11) pagi.
Sebagai event pariwisata, Subayang Festival mengangkat beragam seni dan kultur budaya masyarakat setempat. Seperti disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat.
"Saya harap acara ini bisa berjalan sukses. Tim kami ikut memonitor langsung di lapangan. Bagi ingin ikut menyaksikan secara virtual bisa melalui akun media sosoal Facebook dan Instagram Dinas Pariwisata Riau @pariwista.riau," ujarnya.
Dispar Riau bersama satuan tugas Covid-19 telah menegaskan pihak panitia penyelenggara dan pengelola kawasan pariwisata alam harus menyiapkan protokol kesehatan. Selain itu, juga mempersiapkan manajemen krisis hingga ke tingkat operasional di tiap kawasan, serta melakukan monitoring dan evaluasi selama fase prakondisi dan fase implementasi.
Roni menuturkan, melalui wisata virtual, wisatawan tetap bisa menjelajahi destinasi wisata alam yang menarik tanpa perlu meninggalkan rumah. Cukup berbekal gawai dan koneksi internet.
"Selain itu, kegiatan ini juga, dapat menunjukkan serta membangkitkan inspirasi, sekaligus mengampanyekan dan mengedukasi wisatawan terkait pelestarian keanekaragaman hayati serta menerapkan pariwisata alam yang beretika," tuturnya.
Pada Festival Subayang dijelaskan Roni Rakhmat kini juga menjabat Plh Bupati Kuansing tersebut, di mana ada kegiatan menjelajahi destinasi wisata Batu Dinding dan acara malam seni pertunjukan. Yakni pemutaran film pariwisata dan beberapa atraksi kesenian dari masyarakat lokal.
Kemudian, Ahad (15/11) hari kedua event, juga digelar beberapa rangkaian kegiatan yaitu, Field Trip Rimbang Baling menelusuri Sungai Subayang. Prosesi budaya bukit harimau, makan bajambau dan panen ikan di lubuk larangan. Pada kegiatan ini pihak panitia juga menggencarkan program Kemenparekraf, yakni clean, health, safety and environment (CHSE) di kawasan destinasi wisata.
Program ini digerakkan merespons pandemi Covid-19, sekaligus untuk membangkitkan sektor pariwisata di tengah wabah dan menyosialiasikan urgensi mencuci tangan dengan sabun untuk mencegah penularan virus corona. Termasuk di tempat-tempat wisata.
Kegiatan ini digelar oleh panitia Festival Subayang bekerja sama dengan Kementerian Hidup dan Kehutanan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Dinas Pariwisata Riau, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kampar. Lokasinya juga masih berada di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Bukit Baling. Menurut data BBKSDA Riau, areal hutan di sekitar kawasan ini seluas 136.000 hektare.
Bukit Rimbang Bukit Baling ditunjuk sebagai kawasan suaka alam dikarenakan areal hutan di sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling memiliki fungsi suaka margasatwa dan sumber mata air yang perlu dibina kelestariannya, untuk kepentingan pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir, tanah longsor dan erosi.
Festival Subayang, ujar Roni, idenya bukan kumpul-kumpul biasa. Bukan helat pelepas tanya. Di lingkarannya, sebegitu besar harapan. Bahwa kenduri ini semoga sarat makna. Menjadi spirit, menggugah inspirasi. Menghadirkan pikiran dan langkah baru.
"Kampar adalah bentang harapan. Kita saksikan bagaimana kecantikan alam, keunikan kultur, bersatu dalam harmoni. Sejarah, ragam peninggalan, kuliner dan permainan anak negeri. Kita mengenali aneka kesenian tradisi sampai lagu-lagu Ocu. Tak banyak daerah seperti Kampar. Sangat kaya dengan romansa," ungkap Roni.
"Belakangan kita mendapati Kampar berada di barisan terdepan dalam merespons dunia kepariwisataan. Paling menarik, tentu saja, bagaimana ia dikelola tanpa meninggalkan kearifan lokal. Dari Lubang Kalam, terus Puncak Kompe. Menyusul Pulau Cinta di Teluk Jering. Kampar memang sedemikian laju," ujarnya.
Lebih lanjut Roni menuturkan, ada persepsi tentang kepariwisataan yang terus tumbuh. Anak-anak muda di Koto Masjid, misalnya, belakangan tak hanya mengandalkan salai patin sebagai primadona ekonomi, namun coba membuka kawasan wisata baru. Harapan mereka, suatu hari nanti, desa itu menjadi bagian dari denyut kepelancongan.
Ia menambahkan, pariwisata, memang menjanjikan nilai ekonomi, sekaligus merangsang pelakunya dalam melestarikan alam, mempertahankan budaya atau hal-hal positif lainnya. Kampar yang dekat dengan bandara dan ibukota provinsi, memiliki kekhasan yang sangat beragam. Mulai dari Muara Takus sampai Lopek Bugi. Dari Batu Songgan, Sungai Kopu sampai panen ikan di Subayang. "Yang kita perlukan sesungguhnya tak banyak. Hanya sebentuk rasa percaya diri, visi yang kuat, cara mengelola, disusul langkah seayun. Dinas Pariwisata Provinsi Riau, membuka pintu selebar-lebarnya. Mari kita sering-sering berdiksusi. Sering-seringlah kita ini bekerja sama," ajaknya.
Sementara itu Ketua Panitia Subayang Fest 2020, Dodi Rasyid Amin mengungkapkan, kegiatan yang digelar merupakan yang kelima kali dilaksanakan. Ia mengapresiasi seluruh dukungan baik dari pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah kabupaten. Juga disinggung tentang eksistensi Bengkel Seni, sebuah komunitas lahirnya Subayang Festival ini. "Alhamdulillah, saat kunjungan Buk Menteri LHK ke Tapung (Jumat (13/11), saya sempat bertemu dan menyampaikan tentang Subayang Festival," kata Dodi yang menemui Siti Nurbaya Bakar di VIP Lancang Kuning Bandara SSK II Pekanbaru.
Menurutnya, pada 2021 nanti, Subayang Festival diharapkan lebih meriah. "Karena Buk Menteri mendukung berikut mengembangkan dan menjaga lagi Rimbang Baling ini," akunya.
Sekretaris Disdikppora Kampar Zainal Abidin yang hadir pada hari pertama Festival Subayang mengapresiasi dukungan dari Kementrian LHK tersebut. Menurutnya, dengan kehadiran banyak pihak dan kerja sama dalam mengembangkan potensi Subayang Festival serta beragam destinasi di Kampar Kiri, menjadi dukungan semangat yang dapat menjadikan daerah tersebut bermanfaat termasuk bagi masyarakat.
"Dengan banyaknya dukungan, baik dari gubernur, bupati dan menteri, diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisata ke Kampar khususnya dan Riau secara umum," harapnya.
Ia pun dengan bangga mengungkapkan, bahwa Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang, Bukit Baling, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau masuk dalam destinasi wisata terpopuler nomor 1 di Riau pada tahun ini versi dari pihak Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.(bersambung)