Aplikasi kesehatan AkuSigap baru saja diluncurkan. Para kepala puskesmas se-Kuansing pun optimis aplikasi ini akan meningkatkan pelayanan mereka kepada masyarakat. Target besar penerapan 25 badan layanan umum daerah (BLUD) yang di depan mata diprediksi akan sukses. Namun beberapa kepala puskesmas kelihatan gelisah. Sinyal ponsel di wilayah mereka kerap hilang timbul. Tantangan ada di depan mata.
Laporan MUHAMMAD AMIN, Telukkuantan
RAUT wajah Kepala Puskesmas Beringin Jaya, Kecamatan Singingi Hilir, Zulhelmi Yeti tampak optimis. Tapi ada sedikit tergurat kegelisahan di sana. Berbincang dengan Riau Pos, Senin (3/10) lalu, dia menyampaikan kerisauannya soal sinyal telepon seluler (ponsel) yang sering hilang di wilayah kerjanya. Dalam sepekan, kadang ada dua hari mati sinyal. Keadaannya bisa mati total. Mereka tidak bisa menggunakan internet. Bahkan menelepon pun tidak bisa.
“Ini tentu akan menjadi kendala serius bagi masyarakat, termasuk dalam pelayanan kesehatan,” ujar Yeti.
Keadaan ini cukup dirisaukan Yeti berkaitan dengan sudah diluncurkannya aplikasi pelayanan kesehatan baru di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), AkuSigap. Sebab, AkuSigap tentunya memerlukan sinyal telepon yang konstan. Jika lelet, apalagi mati total, maka tidak ada gunanya aplikasi sehebat apapun.
Selain akses jalan yang relatif kurang baik, akses telekomunikasi di sekitar Puskesmas Beringin Jaya juga menjadi kendala. Puskesmas ini melayani sekitar 13 ribu warga dari empat desa, yakni Suka Maju, Suka Damai, Beringin Jaya, dan Bukit Raya. Jaraknya dari pusat kabupaten sekitar 73 km. Akses jalan sebagian beraspal, banyak yang masih pengerasan. Kendala telekomunikasi yang terparah. Jika mati listrik, maka telepon pun mati total. Tentu akan terkendala juga dalam penggunaan aplikasi di Android.
“Tapi kami optimis bisa menjalankan sesuai keadaan di lapangan. Sekarang kan baru diluncurkan. Nanti kita sampaikan ke masyarakat untuk diunduh dan digunakan,” ujar Yeti.
AkuSigap memang baru saja diluncurkan Plt Bupati Kuansing, Suhardiman Amby, Senin (3/10). Bersamaan dengan itu, ditetapkan juga 25 badan layanan umum daerah (BLUD) pada puskesmas se-Kuansing. AkuSigap dimaksudkan menunjang penerapan status puskesmas jadi BLUD.
Hingga Rabu (5/10), sosialisasi AkuSigap memang belum sampai ke desa-desa di Kuansing. Misalnya di Desa Pangkalan Indarung, Kecamatan Singingi. Kepala Puskesmas Pembantu (Pustu) Pangkalan Indarung, Herlan menyebut, dia belum mendapatkan arahan soal aplikasi AkuSigap ini. Dia baru mendapatkan kabar soal kepala puskesmas yang diundang ke kabupaten. Ada di grup WA mereka.
“Mungkin sebentar lagi,” ujar Elan, panggilannya.
Pangkalan Indarung merupakan salah satu desa yang terisolir di perbatasan Riau-Sumatera Barat. Hanya ada satu desa di tempat ini yang dikelilingi hutan produksi terbatas (HPT). Desa ini berbatasan dengan Padang Tarok, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar). Itu pun tidak ada akses ke arah Sumatera Barat. Hanya ada jalan setapak untuk masyarakat ke hutan atau kebun yang bersempadan dengan wilayah Sumbar ini. Tidak ada juga desa-desa lainnya di sekitar desa ini. Desa ini dikelilingi hutan dan perkebunan masyarakat. Akses jalan hanya satu-satunya menuju jalan kecamatan di Muara Lembu. Jalan satu-satunya itu pun banyak yang masih pengerasan atau jalan tanah, selain sudah ada yang diaspal. Jika hujan, maka desa ini sangat sulit diakses karena akan terendam lumpur yang parah. Desa ini termasuk yang paling terisolir di Kuansing.
“Kami ini desa di tengah hutan,” ujar Elan.
Dalam kondisi normal, jika menggunakan mobil, diperlukan waktu sekitar satu jam perjalanan dari Muara Lembu, yang merupakan jalan lintas Telukkuantan-Pekanbaru. Jika hujan, maka akses ke desa ini bisa terputus. Kendati terisolir, tapi fasilitas kesehatan di sini cukup baik. Elan sendiri, selain kepala pustu, juga merupakan seorang perawat. Dia dibantu dua orang tenaga kerja sukarela (TKS), yakni satu bidan dan satu perawat. Obat-obatan dan peralatan medis juga relatif lengkap didrop dari Puskesmas Muara Lembu.
Selain akses jalan yang berat, sinyal telepon juga sayup-sayup sampai dalam kondisi tertentu. Menurut Elan, dalam kondisi normal, nyaris tidak ada masalah dengan telekomunikasi. Tapi jika hujan lebat dan angin kencang, kerap kali listrik mati. Selain gelap gulita di tengah belantara, komunikasi dipastikan terputus. Sebab, di sana hanya ada satu operator seluler, yang juga menggunakan dan mengandalkan listrik PLN.
“Kalau hujan dan angin kencang memang sering dimatikan listrik di tempat kami. Kalau sudah begitu, ya semua sinyal mati,” ujarnya.
Kepala Puskesmas Muara Lembu, Asni menyebutkan, pihaknya masih menjadwalkan sosialisasi aplikasi AkuSigap kepada warga di wilayahnya. Termasuk kepada para kepala puskesmas pembantu (pustu). Secara umum, di wilayah kerja Puskesmas Muara Lembu tidak ada masalah akses, obat-obatan, jalan, atau telekomunikasi. Hanya ada satu wilayah, yakni Pangkalan Indarung yang memang jauh.
“Jadi pelayanan kesehatan masyarakat di sana tidak langsung ke puskesmas, tapi ke Pustu Pangkalan Indarung,” ujar Asni.
Dia mengakui, terkadang akses telekomunikasi di sana terganggu dalam waktu tertentu. Begitu juga akses jalan. Tapi pelayanan kesehatan secara umum relatif baik. Tenaga kesehatan dan obat-obatan juga cukup. Hanya saja, kemungkinan penerapan AkuSigap di desa ini relatif sulit. Kendalanya pada telekomunikasi ini. Lagi pula, pelayanan pertama di pustu biasanya sudah memadai.
“Hanya yang perlu dirujuk, karena parah, misalnya demam berdarah (DB), baru dirujuk ke Puskesmas Muara Lembu. Bahkan melahirkan bisa di bidan desa, kecuali ada masalah, baru dirujuk ke puskesmas,” ujar Asni.
Telemedicine ala Kuansing
Apa itu AkuSigap? Aplikasi kesehatan ini merupakan singkatan dari Aplikasi Kuansing Sehat, Inovatif, Siaga, dan Pelayanan Prima. Aplikasi ini dibuat Dinas Kesehatan berkolaborasi dengan Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfoss) Kuansing. Hanya masyarakat Kuansing yang bisa mengunduh aplikasi ini. Sebab, di dalamnya, saat registrasi, selain nama, nomor KTP dan KK serta nomor ponsel, juga ada isian alamat yang memuat salah satu desa di Kuansing. Tidak bisa di luar itu.
Aplikasi ini dimaksudkan sebagai cara lebih cepat melakukan konsultasi dengan para dokter di puskesmas se-Kuansing. Rata-rata puskesmas se-Kuansing memiliki dokter sebanyak dua hingga tiga orang, termasuk dokter gigi. Mereka bekerja dari pagi, pukul 8.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB pada hari kerja. Saat AkuSigap diterapkan, maka jadwal kerja mereka akan bertambah dari pukul 14.00 hingga pukul 16.00 WIB. Pasien yang memerlukan konsultasi bisa melakukan chatting di saat jam ini langsung dengan dokter yang bersangkutan. Dengan demikian, masyarakat yang sibuk dengan pekerjaan di ladang atau kebun, cukup menggunakan ponsel untuk melakukan konsultasi dengan dokter. Tanpa perlu datang ke puskesmas.
“Jadi semacam telemedicine-lah. Seperti aplikasi halodoc itu,” ujar Plt Kepala Dinas Kesehatan Kuansing, Jafrinaldi.
Hanya saja, penerapan telemedicine ini belum begitu lengkap. Sebab, jasa yang bisa dilakukan baru sebatas konsultasi dokter saja. Pihaknya belum berani bertindak lebih jauh misalnya, setelah konsultasi, bahkan video call, bisa memberikan obat. Dokter di puskesmas belum bisa memberikan resep dokter hanya melalui konsultasi via aplikasi AkuSigap. Pasien tetap harus datang ke puskesmas jika ingin mendapatkan obat. Pihak Diskes Kuansing perlu mendalami terlebih dahulu dan mengkajinya bersama apoteker, termasuk kurir yang mengantarkan obat.
Telemedicine ala Kuansing ini memang belum sepenuhnya bisa seperti halodoc yang perangkatnya sudah lengkap. Tapi menurut Jafrinaldi, arahnya ke sana. Misalnya saat ini, pihaknya baru bisa melayani konsultasi. Itu pun hanya dua jam sehari. Ke depan, tidak hanya dua jam, melainkan 24 jam sehari. Juga dengan pemberian obat atau resep dokter, tidak hanya sekadar konsultasi. Tentu saja hal itu dapat dilakukan jika dokternya sudah banyak dan sarana pendukung lengkap.
“Nah dengan BLUD, arahnya ke sana nanti, yakni pelayanan telemedicine lengkap hingga 24 jam,” ujar Jafrinaldi.
Dia menyadari akan banyak kendala dan tantangan ke depan. Salah satunya soal masyarakat yang belum sepenuhnya melek teknologi, tidak semua memiliki ponsel android, bahkan masalah susah sinyal. Untuk memudahkan masyarakat, aplikasi ini cukup diunduh oleh salah satu anggota keluarga yang memiliki ponsel android. Hanya android, karena belum bisa diunduh melalui apple. Jika tidak ada, maka bisa dititipkan pendaftaran dengan nomor KK-nya melalui ponsel android milik tetangga.
“Kalau tetangga tidak ada, maka bisa dibantu dengan ponsel petugas puskesmas,” ujar Jafrinaldi.
Soal susah sinyal juga diakuinya menjadi tantangan lainnya yang cukup pelik. Pihaknya pun sudah berkoordinasi dengan Kominfoss Kuansing dan operator seluler untuk meningkatkan pelayanan telekomunikasi ini. Menurut Jafrinaldi, terdapat beberapa kepala puskesmas yang mengeluhkan susah sinyal di wilayah kerja mereka. Di antaranya adalah Puskesmas Bumi Mulia, Kecamatan Logas Tanah Darat dan Puskesmas Sentajo Raya. Keduanya mengalami susah sinyal yang relatif permanen karena berada di wilayah yang susah diakses tower operator seluler. Areal ini memiliki kontur tanah yang tidak bisa diakses penuh oleh tower operator yang ada. Adapun beberapa daerah lainnya seperti Beringin Jaya dan Pangkalan Indarung relatif lebih baik. Hanya kadang-kadang bisa hilang total. Ini menjadi kendala banyak wilayah lainnya juga.
“Masing-masing berbeda tantangannya,” ujarnya.
Penunjang BLUD
Salah satu manfaat AkuSigap adalah sebagai penunjang BLUD yang juga diluncurkan di saat yang sama. Tak tanggung-tanggung, Plt Bupati Kuansing Suhardiman Amby langsung menetapkan seluruh puskesmas di daerah ini sebagai BLUD. Menurut Plt Kadiskes Kuansing Jafrinaldi, seluruh puskesmas di Kuansing saat ini sudah resmi beralih ke BLUD. Artinya mereka sudah dapat mandiri secara keuangan.
“Kami sudah melakukan MoU dengan BPJS Kesehatan terkait BLUD ini,” ujar Jafrinaldi.
Dengan adanya BLUD, maka puskesmas bisa mengelola keuangannya secara lebih mandiri. BPJS akan melakukan transfer dana langsung ke puskesmas. Ini bisa diakui sebagai pendapatan puskesmas, disebut juga dana kapitasi BPJS. Salah satu poin MoU dengan BPJS adalah soal jasa dokter dalam telemedicine dengan aplikasi AkuSigap ini. Dokter akan mendapatkan uang jasa sebesar Rp6 ribu per pasien.
“Sudah kami bicarakan dengan BPJS,” ujar Jafrinaldi.
Dengan meningkatnya pelayanan di tingkat puskesmas, diharapkan peserta BPJS juga akan meningkat. Artinya, dana kapitasi BPJS juga bisa meningkat kepada puskesmas. Dana itu bisa dikelola kepala puskesmas dan jajarannya untuk meningkatkan pelayanan, bahkan menambah tenaga medis, dokter, hingga peralatan medis.
Dengan status BLUD, kepala puskesmas menjadi pengguna anggaran (PA). Para kepala puskesmas juga harus sudah bisa membuat rencana bisnis & anggaran (RBA), membuat standar akuntansi keuangan (SAK), dan standart operating procedure (SOP) yang akurat. Tentu saja diperlukan sistem manajemen dan akuntansi yang kuat pada tiap puskesmas ini. Semuanya harus dilaporkan secara periodik. Misalnya membuat pengesahan penggunaan anggaran secara triwulan, laporan keuangan berbasis SAK tiap semester. Laporan itu harus diaudit auditor eksternal.
Diakui Jafrinaldi, SDM puskesmas yang ada belum semuanya optimal dalam manajemen keuangan ini. Makanya, Diskes bekerja sama dengan beberapa pihak dalam meningkatkan SDM perangkat puskesmas, terutama dalam pengelolaan keuangan.
“Kami minta bimbingan ke BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah). Selama satu tahun SDM puskesmas ini dibimbing,” ujar Jafrinaldi yang saat ini merupakan juga Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kuansing ini.
Pihaknya tidak mendatangkan pihak dari luar menuju penetapan puskesmas sebagai BLUD ini. Tidak ada “transfer” SDM dari SKPD, apalagi daerah lain. Hanya dari SDM puskesmas sendiri. Pembimbingan kepada mereka dilakukan terus-menerus. Selain dari BPKAD, ada juga bimbingan kerja sama dengan pihak Universitas Indonesia (UI). Pihak UI juga yang melakukan tes independen tentang kemampuan manajerial, keuangan, dan SDM puskesmas. Hanya mereka yang lulus yang bisa meneruskan rencana ini, termasuk menjadi kepala puskesmas.
Wacana puskesmas di Kuansing menjadi BLUD sebenarnya sudah ada sejak tahun 2020, sejak dibukanya pintu BLUD oleh pemerintah pusat. Bahkan program ini dianjurkan pemerintah. Program ini didasarkan pada Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Regulasinya sudah lama diluncurkan.
Tiga puskesmas di Kuansing pernah mengajukan rencana menjadi BLUD sejak 2020. Tiga puskesmas itu adalah Puskesmas Gunung Toar, Puskesmas Lubuk Jambi, dan Puskesmas Perhentian Luas. Hanya saja, realisasinya belum maksimal.
Belakangan, barulah rencana BLUD dikuatkan kembali. Rencana awal, hanya lima puskesmas yang akan diberlakukan BLUD. Akan tetapi, persiapan SDM menuju BLUD ini terus dipacu dan akhirnya, sebanyak 25 puskesmas diterapkan BLUD sekaligus.
“Rencana kami tiga bulan ini dilakukan uji coba. Tahun depan, langsung diterapkan dan dipisahkan anggarannya dari APBD,” ujar Jafrinaldi.
Berpotensi Meningkat
Pemberlakuan BLUD diakui memang bisa berpotensi meningkatkan akses kesehatan masyarakat. Peningkatan peserta BPJS Kesehatan juga diyakini akan signifikan dengan adanya BLUD, termasuk perangkat pendukungnya di Kuansing seperti aplikasi AkuSigap. Disebutkan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kuansing, Melda Rumiati, sejauh ini peserta BPJS Kesehatan di Kuansing baru mencapai 80,79 persen dari jumlah penduduk. Jumlahnya 45.950 jiwa.
“Tentu dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, maka masyarakat lebih antusias menjadi peserta BPJS Kesehatan,” ujar Melda.
Tidak ada target khusus dari BPJS Kesehatan Kuansing, misalnya untuk mencapai 100 persen kepesertaan BPJS Kesehatan di waktu tertentu. Hanya saja memang sudah ada target Nasional melalui program UHC (universal health coverage) atau jaminan kesehatan semesta (JKS). Program ini sudah dimulai sejak 2014 dan ditargetkan 95 persen tuntas pada awal 2024. Termasuk di Kuansing.
“Kami menargetkan yang sama. Tentu disertai dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Melda.
Salah satu program yang positif adalah aplikasi AkuSigap. Nantinya, aplikasi ini akan dilakukan penyatuan dengan aplikasi yang dimiliki BPJS Kesehatan Kuansing. Penyatuan atau bridging itu dimaksudkan agar tidak banyak aplikasi yang perlu diunduh dan dipergunakan.
“Jadi dengan bridging, maka hanya satu sistem saja. Sekarang masih dikaji tim IT kami bersama pihak Kominfoss Kuansing,” ujar Melda.
Terkait dana kapitasi BPJS Kesehatan, sejauh ini masih disalurkan melalui Dinas Kesehatan Kuansing. Diskes kemudian menyalurkan kepada puskesmas. Program BLUD memang sudah diluncurkan untuk seluruh puskesmas, namun belum sepenuhnya siap. Masih transisi. Jika secara administratif dan keuangan sudah siap, maka dana kapitasi itu akan langsung ditransfer ke puskesmas yang bersangkutan dan bisa dikelola oleh puskesmas, tentu dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. Sejauh ini, tiap tahunnya BPJS Kesehatan Kuansing menggelontorkan Rp3 miliar untuk dana kapitasi ini.
Ke depan, memang ditargetkan adanya peningkatan kepesertaan BPJS Kesehatan menuju target minimal 95 persen sesuai prasyarat dan target JKS. Pihaknya masih berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, juga dengan Dinas Sosial terkait data dan BPKAD terkait mekanisme pembayaran. Perlunya koordinasi dengan Dinas Sosial berkaitan dengan masyarakat miskin yang tidak mampu dan harus ditanggung negara atau daerah dalam kepesertaan BPJS Kesehatan mereka.
“Semuanya masih kami bahas bersama,” ujar Melda.
Kuansing Terdepan Bidang SDM
Kenapa Pemkab Kuansing menggesa puskesmas menggunakan sistem BLUD? Plt Bupati Kuansing Suhardiman Amby menyebutkan, pihaknya ingin Kuantan Singingi terdepan di bidang kesehatan dan pendidikan atau dalam hal sumber daya manusia (SDM) secara keseluruhan. Sebab, SDM merupakan pangkal kesuksesan pembangunan suatu daerah dan bangsa.
“Saya tak ingin mendengar lagi ada masyarakat Kuansing yang tak terlayani di bidang kesehatan,” ujar Suhardiman.
Dengan menjadi BLUD, maka puskesmas akan dapat memiliki manajemen keuangan tersendiri tanpa perlu menunggu ketuk palu APBD. Salah satu isu aktual di Kuansing dalam beberapa hari terakhir memang berkaitan dengan pengesahan RAPBD Perubahan yang gagal. Terlepas dari berbagai tarik-menarik kepentingan di dalamnya, gagalnya pengesahan RAPBD Perubahan itu tentu saja berdampak pada pelayanan publik, salah satunya di bidang kesehatan. Maka untuk menyiasatinya, Pemkab Kuansing akan menunda proyek yang tak perlu, mengurangi perjalanan dinas, dan upaya pengencangan ikat pinggang lainnya.
“Tapi pelayanan kepada masyarakat tak boleh dikurangi, termasuk di bidang kesehatan ini. Nah, hal ini tidak akan terjadi jika puskesmas sudah BLUD. Mereka akan jalan terus tanpa perlu menunggu ketuk palu APBD atau APBD Perubahan,” ujar Datuk, panggilan akrabnya.
Dengan berstatus BLUD, maka para kepala puskesmas bisa melakukan kreasi dan inovasi. Sebab, mereka berhak mengelola keuangan sendiri sesuai aturan keuangan yang sudah diberlakukan. Mereka juga bisa melakukan terobosan baru untuk peningkatan layanan kepada masyarakat. Salah satu yang sudah diluncurkan juga adalah aplikasi AkuSigap.
Memang, di bidang kesehatan ini semuanya harus dipikirkan secara detail. Tak hanya soal sarana dan prasarana, tapi juga soal SDM dan kualitas pelayanan. Pemkab Kuansing menargetkan ke depan akan ada satu dokter satu desa. Makanya, mulai tahun lalu sudah disekolahkan anak-anak Kuansing di Fakultas Kedokteran Universitas Riau (Unri). Mereka dibiayai penuh. Ke depan, pihaknya akan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM). Ditargetkan pada 2027 akan banyak dokter-dokter muda yang siap bertugas untuk masyarakat Kuansing.
“Selepas tamat, mereka harus mengabdi ke kampung halamannya seumur hidup. Dari awal sudah kami buat perjanjiannya,” ujar Suhardiman.
Pihaknya juga memikirkan soal pelayanan prima di bidang kesehatan ini. Makanya, selain BLUD, juga diluncurkan AkuSigap dengan target mencapai JKS (jaminan kesehatan semesta), yakni sebanyak 95 persen masyarakat sudah tercover pelayanan kesehatannya. Memang tidak semua masyarakat mampu membayar asuransi kesehatan seperti BPJS. Maka yang tidak mampu ini sudah dipikirkan bagaimana solusinya. Sebagai catatan, sejauh ini baru 80,97 persen warga Kuansing yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sisanya belum mengikuti. Sebagian diduga karena masalah keuangan.
Maka untuk mengantisipasinya, Pemkab Kuansing akan meminta komitmen perusahaan sawit sebagai CSR (corporate social responsibility). Keuntungan pengusaha perkebunan sawit dari lahan sawit yang ada di Kuansing akan dihitung sebagai zakat. Maka pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kuansing. Sebagai CSR, seharusnya mereka bisa memberikan sebesar 10 persen dari keuntungan. Akan tetapi dapat 2,5 persen saja sudah sangat membantu bagi peningkatan SDM di Kuansing, termasuk membayar biaya kesehatan bagi mereka yang tak mampu.
“Kami sedang susun Perbup-nya. Mungkin dalam pekan ini sudah tuntas,” ujarnya.
Kadiskes Riau Zainal Arifin mengapresiasi langkah besar yang dilakukan Pemkab Kuansing. Dengan berbagai program dan percepatan dilakukan, diharapkan pada 2023, JKS 95 persen sudah dapat dicapai Kuansing. Pihaknya akan terus memantau dan membantu penerapan program di antaranya BLUD. Diskes Riau misalnya, akan menerapkan e-BLUD pada 2023. Ini diharapkan membantu puskesmas yang menerapkan BLUD.
“Di Riau, Kuansing ini termasuk yang terdepan dalam pencapaian pelayanan kesehatan ini bersama Pelalawan,” ujar Zainal.***
Editor: Edwar Yaman