Petugas medis berada di garda terdepan dalam penanganan wabah corona di ceruk-ceruk kampung. Mereka melayani dengan setulus hati. Meski begitu, tak ada jaminan bisa bebas dari virus yang bisa saja mengancam nyawa mereka.
Laporan EKA G PUTRA, Bengkalis
PERJUANGAN nasional memerangi penyebaran Covid-19 menempatkan tenaga medis berada di garis terdepan. Mereka mempertaruhkan nyawa. Terkadang dengan perlengkapan "perang" yang belum juga maksimal. Para tenaga medis ini bukan hanya dokter dan perawat, tapi juga termasuk sopir ambulans hingga paramedis yang ditugaskan di puskesmas di ceruk-ceruk pedesaan.
Mereka melakukan sesuatu yang tak bisa ditiru orang kebanyakan. Nyawa selalu menjadi taruhan dalam tugas, sebab tanpa alat pelindung diri (APD) yang memadai, merekalah pihak yang paling rentan terpapar virus mematikan ini.
Keterbatasan APD tidak menyurutkan semangat paramedis di tengah pandemi corona saat ini. Banyak cara, banyak jalan dilalui guna mengantisipasi terjadinya penularan. Seperti penggunaan jas hujan sekalipun.
"APD di puskesmas kami memang belum standar WHO, tapi tetap kami pakai untuk meminimalisir virus. Karena kelangkaan, jadi kami memakai apa yang ada. Kami pakai jas hujan tidak masalah. Yang penting bisa dipakai," kata Prismi SKM, petugas medis dari Negeri Sri Junjungan, Kabupaten Bengkalis.
Setiap hari, tenaga medis di Puskesmas Sebangar di kawasan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis ini bersiap-siaga. Setiap pasien yang memeriksakan diri disambut mereka yang sudah berjaga lengkap dengan pakaian APD dan masker. Di situ, ada sebanyak 41 tenaga medis siap melayani. Mereka punya tugas dan tanggung jawab masing-masing. Cakupan Puskesmas Sebangar ini menjangkau enam desa yang berbatasan langsung dengan Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir. Puskesmas ini menjadi rujukan awal dan tempat memeriksakan diri bagi warga sebelum ke rumah sakit yang jaraknya lumayan jauh.
Medan yang cukup jauh dan memakan waktu mengharuskan petugas medis bekerja ekstra. Beruntung, berkat kepiawaian Prismi dalam bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lintas sektoral membuat semuanya menjadi lebih mudah. Kepala puskesmas ini punya jaringan yang luas untuk membangun kerja sama yang baik.
"Kami dibantu lintas sektoral seperti kepala desa, RT/RW dan instansi terkait. Jadi ketika ada laporan pendatang dari luar daerah bisa cepat kami dapatkan. Antisipasi kami itu orang dalam ODP," ujarnya.
Puskesmas Sebangar ini berulang kali mendapat laporan kasus ODP di wilayahnya. Rata-rata para pendatang dari daerah lain. Mereka dianjurkan untuk langsung periksa kesehatan. “Fokus kami di puskesmas memantau ODP. Selama 14 hari ini, sudah 52 ODP yang dapat didata dan itu akan terus bertambah,"ujarnya.
Membentuk Tim
Pelayanan masyarakat di gugus puskesmas juga tak mau lengah. Guna melayani lebih efektif mereka membentuk tim khusus menangani Covid-19 ini. Tim itu bernama PIE, yang merupakan akronim dari penyakit, infeksi dan emergency yang diketuai langsung kepala puskesmas tersebut. Strategi tersebut diyakini bakal mampu menekan angka penyebaran corona di Riau. Saat ini, Riau sendiri sudah terdapat 3 orang yang positif corona. Sementara jumlah ODP mencapai 16.694 orang per Rabu (1/4). Semua puskesmas di Kabupaten Bengkalis kini telah dianjurkan oleh dinas kesehatan membentuk tim PIE tersebut. Hanya saja, soal teknis di lapangan mereka sendiri yang menyiasati.
"Di PIE itu ada beragam tugas dan bagiannya masing-masing. Kalau tujuan utamanya adalah memutus mata rantai penyebaran corona," kata Prismi.
Lantas, sebagai seorang tenaga medis juga tak lepas dari peran keluarga. Dukungan selalu berasal dari dalam rumah. Sehingga paramedis memiliki semangat yang kuat dalam menghadapi pandemi ini. Di keluarga sendiri, terkait ketakutan wabah tersebut tentu muncul. Tapi, bagi Prismi sebagai petugas kesehatan mereka tahu risiko dan pencegahannya. Makanya, kebersihan selalu menjadi prioritas utama jika sudah pulang ke rumah.
"Kami sampai di rumah bersih-bersih. Mandi, ganti baju, dan kami usahakan jaga jarak dengan anak," tuturnya.
Dia meminta, kesadaran diri dari para ODP yang memeriksakan diri di puskesmas. Terutama soal riwayat perjalanan maupun hal-hal yang bisa berakibat fatal. Misalnya, ketika ditanya medis soal riwayat perjalanan, jangan sampai bohong. Sebab dampaknya bakal sangat fatal dirasakan oleh lingkungan dan tenaga medis tentunya. Sebagai tenaga medis, mereka tentu juga memiliki rasa cemas dan ketakutan, tapi itu diminimalisir mereka agar tetap kuat menghadapi ini.
"Soal takut dan cemas itu pasti, tapi kami berkerja sesuai aturan dan anjuran Kemenkes. Sehingga kami berusaha tidak panik dan sesuai prosedur," tuturnya.
Prismi berharap, kepada masyarakat yang menjadi subjek dalam penanganan corona ini agar dapat mengikuti arahan pemerintah dan protokol kesehatan.
"Yang paling utama adalah cara kita bersama menanggulangi wabah virus ini. Jika ODP, maka ikuti anjuran untuk isolasi mandiri. Kalau ini kita langgar, akan berisiko ke yang lainnya. Tak hanya kita, tapi orang lain, ke keluarga juga," tuturnya.(*1)