PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Zulfadli mengingatkan bahwa perusahaan dan petani sawit (pekebun) agar segera mengurus dan memiliki sertifikat ISPO.
Pasalnya Pemerintah Indonesia telah merencanakan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sejak tahun 2011 melalui pemberlakuan Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan pada saat ini setelah 11 tahun terdata sebanyak 113 perusahaan sawit di Riau dan 20 pekebun telah memiliki sertifikat ISPO.
Namun pencapaian tersebut masih sangat kurang, karena jumlah perusahaan perkebunan yang terintegrasi dengan pabrik kelapa sawit sekitar 272 perusahaan dan yang murni perusahaan pabrik kelapa sawit sekitar 124 perusahaan, sehingga totalnya adalah 396 perusahaan, sehingga yang telah memiliki sertifikasi sekitar 28%. Sedangkan petani masih sangat sedikit. Kita ingin Provinsi Riau sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia menjadi contoh yang baik dalam sertifikasi ISPO bagi provinsi lain.
“Ini tentu masih jauh dari target yang kita harapkan. Maka melalui kegiatan Pelatihan Pendamping Sertifikasi ISPO dan Sistem Kendali Internal (Internal Control System) untuk Petani Sawit Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau, di Pekanbaru, 30 Juni-3 Juni 2022 kita harapkan terjadi percepatan stakeholder perkebunan kita memiliki ISPO,” ujarnya.
Hal itu dikatakannya saat membuka kegiatan Sustainable Palm Oil Initiative (SPOI) program kerja sama United Nations for Development Programme (UNDP) dengan Kementerian Pertanian bersama Lembaga Pelatihan PT Sumberdaya Indonesia Berjaya (PT SIB).
Tidak bisa dipungkiri, kata Zulfadli bahwa perkebunan merupakan penggerak utama atau pilar utama ekonomi Riau, karena sebarannya yang sangat luas dan melibatkan 823.026 KK petani (data tahun 2019). Jika asumsi 1 KK terdiri dari 4 orang, maka sekitar 3,37 juta orang menggantungkan hidupnya dari perkebunan, atau sekitar 52,7% dari jumlah penduduk di Provinsi Riau yang sebanyak 6,8 juta orang.
"Bagi Provinsi Riau, perkebunan bukan saja sebagai salah satu pilar penyangga devisa negara dan kekuatan ekonomi nasional, tetapi juga berperan langsung dalam mengurangi jumlah penduduk miskin, pengangguran dan pengembangan daerah." Imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dengan pangsa pasar lebih dari 58% kebutuhan minyak sawit dunia, Indonesia menjadi salah satu benchmark dalam bisnis komoditas ini. Masyarakat global juga menaruh banyak perhatian, terutama mengenai keberlanjutan produksi komoditas kelapa sawit, terutama yang terkait dengan isu lingkungan dan perusakan hutan.
Selain itu, untuk memastikan bahwa kelapa sawit di Indonesia telah memenuhi konsep keberlanjutan sesuai dengan SDGs, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk membangun ekonomi yang lebih hijau yang mendorong pertumbuhan, pemerataan, peningkatan mata pencaharian dan integritas lingkungan, termasuk di dalamnya.
"Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan, antara lain Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia, termasuk Peraturan Menteri Nomor 38 Tahun 2020 sebagai produk teknis Perpres. 44 tahun 2020," jelasnya.
Oleh karenanya Kadisbun mengharapkan pada Pelatihan Sertifikasi ISPO ini, para peserta yang mengikuti pelatihan dapat menyerap pengetahuan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam sertifikasi ISPO pekebun di wilayahnya masing-masing, karena semua pelaku usaha perkebunan wajib ISPO di tahun 2025. “Menjelang waktu yang tinggal kurang lebih 3 tahun itu lagi tolong digesa agar semua sudah mengantongi serfikasi ISPO,” tegasnya.
Sementara itu Direktur Utama PT SIB Andi Yusuf Akbar kepada wartawan, Senin (30/5/2022) menjelaskan, kegiatan pelatihan pendamping petani dan koperasi ini bertujuan untuk membantu petani dan koperasi mendapatkan sertifikat ISPO, sekaligus mensosialisasikan ISPO sebagai standar produk kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.
"Kegiatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan negara-negara tujuan ekspor terhadap kredibilitas platform (ISPO) ini yang telah mengakomodir berbagai isu (terutama lingkungan dan sosial) serta menyesuaikan dengan standar sertifikasi internasional (baik sistem, prinsip maupun kriteria)," kata Andi Yusuf.
Laporan: Helfizon (Pekanbaru)
Editor: E Sulaiman