CAD 2020 BISA DI BAWAH 2 PERSEN

Waspadai Dominasi Barang Impor

Ekonomi-Bisnis | Sabtu, 30 Mei 2020 - 10:02 WIB

Waspadai Dominasi Barang Impor
PERRI WARJIYO

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Bank Indonesia (BI) optimistis defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tahun ini terjaga rendah. Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan CAD bisa di bawah level 2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Estimasi itu berdasar pertimbangan CAD triwulan I tahun ini yang mencapai 3,9 miliar dolar AS (sekitar Rp57,04 triliun) atau 1,4 persen PDB.

"Angka tersebut jauh lebih rendah dari defisit triwulan sebelumnya yang mencapai 8,1 miliar dolar AS (sekitar Rp118,45 triliun) atau 2,8 persen dari PDB," kata Perry dalam konferensi virtual Kamis (28/5). Menurut dia, faktor pertama yang memengaruhi penurunan tersebut adalah peningkatan surplus neraca perdagangan barang.


Pada triwulan I 2020, nilai ekspor tercatat 41,7 miliar dolar AS atau setara Rp 609,79 triliun. Jumlah itu naik tipis jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada 2019, yakni 41,2 miliar  dolar AS (setara Rp602,63 triliun). Namun, nilai impor anjlok di angka 31,73 miliar dolar AS (setara Rp 464,11 triliun).

"Penurunan impor seiring dengan permintaan domestik yang melambat. Ini mengurangi dampak penurunan ekspor akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi dunia," papar Perry.

Faktor berikutnya, imbuh dia, adalah penurunan defisit neraca jasa. Mengingat, sektor pariwisata dan transportasi terdampak pandemi Covid-19. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia berkurang. Akibatnya, devisa yang masuk maupun keluar dari dua sektor tersebut menurun lantaran pembatasan wilayah di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Faktor terakhir, menurut Perry, adalah rendahnya pendapatan primer.

"Ini seiring penurunan pembayaran bunga dan dividen akibat terjadinya capital outflow," kata pria asal Sukoharjo itu.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan, salah satu komponen penting yang memengaruhi CAD adalah neraca perdagangan. Bhima menilai, CAD yang menurun di tengah pandemi adalah sebuah anomali. Dalam kondisi tertentu, CAD menjadi suatu hal yang baik. Namun, itu juga bisa menjadi hal yang buruk. Jika defisit tecermin pada tingginya impor daripada ekspor, ada masalah daya saing atas produk-produk tertentu. Sementara itu, jika defisit tecermin pada tingginya investasi ketimbang tabungan nasional, artinya ekonomi suatu negara tumbuh dan produktif.

"Kondisi yang kita hadapi saat ini harus lebih diberi perhatian. Sebab, yang berisiko bukan hanya 2020, tapi lebih pada 2021 dan seterusnya," ujar Bhima.

Kekhawatiran Bhima tersebut didasarkan pada indikasi struktur ekonomi RI yang dia sebut semakin rapuh. Sebab, impor bahan pangan dan barang konsumsi membanjiri Indonesia karena masyarakat terlalu sering berbelanja produk impor melalui e-commerce.

"Justru dampaknya bukan ke kondisi sekarang, tapi nanti ke depan. Jasa digital IT juga nanti akan diserbu barang-barang dari pemain asing," imbuhnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan data kinerja impor April lalu turun tajam.(han/dee/c11/hep/jrr)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook