MIGAS

APJP Migas Minta Kepastian Keberlanjutan Kerjasama

Ekonomi-Bisnis | Selasa, 28 Januari 2020 - 11:12 WIB

APJP Migas Minta Kepastian Keberlanjutan Kerjasama
Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang (APJP) Migas Indonesia berfoto bersama di depan sumur minyak tertua di Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, Riau, Selasa (28/1/2020).(APJP FOR RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Para pengusaha jasa penunjang industri minyak dan gas (migas) mendorong kepastian berlanjutnya sinergi jasa penunjang dengan operator migas di blok Rokan, Riau.

Adapun, saat ini proses transisi alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) kepada PT Pertamina Hulu Rokan masih berlangsung.


Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Jasa Penunjang (APJP) Migas Indonesia Helfried Sitompul, menjelaskan jasa penunjang migas yang sudah berjalan berdampingan dengan operator selama berpuluh-puluh tahun dengan CPI harus dijaga.

"Pasca-berlakunya gross split, ini sekarang pengusaha jasa penunjang bertanya-tanya ke depan bagaimana. Jangan sampai hal itu merugikan pengusaha yang sudah berpartisipasi di daerah yang kaya migas," katanya di Pekanbaru, Selasa (28/1).

Adapun, penandatanganan kontrak Blok Rokan oleh PT Pertamina (Persero) telah dilakukan menggunakan skema kontrak bagi hasil kotor (gross split), yaitu skema perhitungan bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor migas yang diperhitungkan di muka.

Melalui skema kontrak tersebut, negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sehingga penerimaan negara menjadi lebih pasti.

Namun, penerapan kontrak gross split masih menimbulkan pro dan kontra. Saat menggunakan skema yang lama yaitu penggantian biaya operasi (cost recovery), pemerintah menilai pembengkakan dana pengganti operasi sebagai pemborosan.

Sementara skema gross split ternyata memunculkan rasa ketidakpastian pada investor yang memerlukan jaminan untuk investasi padat modal dengan risiko tinggi.

Khusus di Riau, lanjut Helfried, sumur minyak tertua di Kecamatan Minas saja sudah berumur lebih dari 80 tahun tetapi pengusaha di daerah masih belum dapat merasakan manfaatnya karena masih kekurangan dukungan dari nasional.

Oleh karena selama ini kilang minyak di Bumi Lancang Kuning dikuasai oleh asing, dengan perpindahan pengelola dari Chevron menjadi Pertamina pada 2021, APJP Migas Indonesia berharap dukungan dari pemerintah untuk melindungi pengusaha-pengusaha lokal.

Pasalnya, dikhawatirkan setelah gross split nantinya Pertamina bakal menggunakan anak maupun cucu usahanya untuk menunjang kegiatan produksi minyak di Blok Rokan.

"Karena di Riau ada isu besar peralihan Chevron ke Pertamina. Jangan sampai yang dikhawatirkan pengusaha yaitu anak dan cucu Pertamina yang kelola bisnis ke depan. Supaya bisnis yang sudah berlangsung untuk jasa penunjang migas di sini tetap berjalan," jelasnya.

Dalam waktu dekat, kata Herfield, pihaknya bakal berdiskusi mengenai hal itu dengan SKK migas, kementerian ESDM, kementerian BUMN, dan termasuk Pertamina.

Sejauh ini, proses peralihan antara Chevron ke Pertamina juga disebutnya belum menunjukkan arah yang jelas. Padahal, peralihan itu sendiri akan dilakukan dalam hitungan beberapa bulan ke depan.

"Kami juga berharap pemda memberikan dukungan. Tinggal beberapa bulan lagi, Agustus nanti sudah beralih tapi sampai sekarang belum ada arahan," ujarnya.

Azwir Effendy, Sekretaris Jendral APJP Migas Indonesia, menambahkan saat ini jumlah jasa penunjang yang aktif sebagai mitra di Chevron mencapai sekitar 1.300 perusahaan yang terdiri antara lain perusahaan kontraktor, perusahaan layanan jasa (services company), maupun rig company.

Adapun yang sudah menjadi anggota asosiasi sejak dideklarasikan pada 18 Desember 2019 berjumlah 69 perusahaan.

"Mayoritas anggota dari perusahaan lokal. Sebagian ada yang dari Jakarta dan luar Provinsi Riau," ujarnya.

Azwir yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Kontraktor Migas Riau memaparkan bahwa pihaknya terus akan membuktikan diri kepada pihak-pihak terkait, khususnya kepada operator blok migas, bahwa jasa penunjang lokal melalui asosiasi juga memiliki kompetensi yang bersaing.

Wakil Ketua Umum APJP Migas Indonesia Aris Aruna mengatakan bahwa jasa penunjang sektor migas saat ini secara kompetensi perusahaan sudah selevel nasional.

Dengan demikian, operator migas sebenarnya tak perlu lagi mendatangkan jasa penunjang sektor migas dari luar.

"Malah kami ke depan sudah bisa masuk ke Brunei, Vietnam, yang artinya secara kompentensi perusahaan ada kemampuan," ujarnya.(rls)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook