JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemerintah berencana memangkas pajak bunga obligasi. Bukan hanya surat utang pemerintah maupun swasta, tapi juga diterapkan pada beberapa obligasi properti dan infrastruktur. Misalnya, dana investasi realestat (DIRE), reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), dan dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (dinfra).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya tengah melakukan koordinasi dengan beberapa pihak seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mematangkan rencana kebijakan tersebut. ”Pemerintah mengharapkan instrumen yang sifatnya lebih jangka menengah panjang sehingga tidak volatile dalam jangka pendek,” katanya kemarin (24/9).
Saat ini yield obligasi negara mencapai 8 persen seiring dengan meningkatnya risiko. Harapannya, dengan diturunkannya pajak penghasilan bunga obligasi, yield menjadi lebih rendah. Kajian tersebut sebenarnya dilakukan sejak 2016. Saat itu pemerintah berniat menetapkan PPh atas bunga obligasi pemerintah menjadi 0 persen, sayang tak berlanjut hingga sekarang. ”So far sedang digodok,” timpal Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
Mantan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) itu melanjutkan, tarif pajak obligasi properti dan infra akan disamakan. Tarif PPh final DIRE saat ini 0,5 persen. Kemudian, tarif obligasi pemerintah seperti surat berharga negara (SBN) dan obligasi swasta juga akan diturunkan. Namun, tetap ada perbedaan antara tarif PPh final bunga obligasi pemerintah dan swasta.
Saat ini aturan terkait PPh bunga obligasi diatur dalam PP No 100/2013. Dalam aturan tersebut, bunga obligasi bisa dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Besarannya 15 persen bagi WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). WP luar negeri selain BUT 20 persen atau sesuai dengan tarif berdasar persetujuan penghindaran pajak berganda atau tax treaty dengan negara-negara terkait.(vir/ken/c25/oki/das)