JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Fenomena beli saham dengan cara berutang di masyarakat akhir-akhir ini sering kali terjadi. Banyak masyarakat yang mengambil risiko tinggi demi berharap mendapatkan untung yang besar. Padahal, investasi yang menguntungkan hasil yang besar risikonya juga besar.
Financial educator dan periset Lifepal Aulia Akbar CFP mengatakan, pada umumnya, alasan seseorang berutang karena mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau tidak ada dana untuk membeli aset.
“Harapan seseorang membeli saham dengan berutang adalah harga saham yang dibeli dengan dana pinjaman akan naik. Alhasil bunga dari pinjaman dana yang diajukan bisa tertutup dengan keuntungan capital gain yang didapat,” ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (23/1).
Terkait boleh atau tidaknya seorang investor pemula tertarik berutang demi membeli saham, Aulia memberikan beberapa catatan yang harus diperhatikan oleh para investor. Pertama, Kenali risiko sistematis dan non-sistematis dalam investasi. Peganglah prinsip high risk high return sebagai investor saham. Kenalilah dua jenis risiko yaitu sistematis dan non-sistematis yang berpotensi Anda alami. Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak bisa dihindarkan dengan cara apapun, bahkan dengan diversifikasi saham atau aset. Beberapa risiko yang tergolong sebagai risiko sistematis adalah, risiko pasar, tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar mata uang, dan risiko politik suatu negara.
Sementara risiko non-sistematis adalah risiko yang masih bisa dimitigasi dengan diversifikasi. Beberapa risiko yang tergolong dalam kategori ini adalah, risiko bisnis, bencana alam, dan lainnya. Sebab, ketika menambah modal investasi lewat utang, maka risiko dari investasi ini juga makin besar. Ketika berutang, nilai kekayaan Anda akan menyusut.
“Ingatlah bahwasannya nilai kekayaan bersih didapat dari hasil pengurangan total aset dan liabilitas (utang). Sederhananya, utang akan menambah pos liabilitas dalam neraca keuangan Anda. Semakin banyak utang, semakin berkurang pula nilai kekayaan bersih Anda,” jelasnya.
Ketika Anda berhasil menjual saham tersebut dengan keuntungan yang berlipat ganda dan melebihi beban bunga dari utang tertunggak, maka Anda sukses mengakumulasi kekayaan. Keuntungan dari saham yang dijual akan menambah aset lancar Anda. Namun jika hal yang sebaliknya terjadi, maka dalam hal ini investor perlu berhati-hatilah.
“Saat nilai kekayaan bersih Anda minus, maka hal itu menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar utang,” imbuhnya. Kedua, Investasi saham sejatinya tidak perlu berutang investasi saham sejatinya bisa dimulai dengan dana yang minim. Metode cost averaging atau pembelian secara berkala bisa sangat membantu para investor yang memiliki modal minim.
“Anggap saja, Anda membeli saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebanyak 1 lot di harga Rp33 ribu per lembar, lalu di bulan selanjutnya Anda kembali melakukan pembelian dalam jumlah lot yang sama namun harganya sudah naik jadi Rp34 ribu per lembar. Anda pun akan mendapat rata-rata dari pembelian yang dilakukan setiap bulan,” ungkapnya.
Dengan metode dollar cost averaging, kata dia, dapat melakukan pembelian saham sesuai dengan kondisi keuangan. Anda pun tidak perlu berutang untuk membeli saham. “Ingat baik-baik tujuan Anda membeli saham,” ucapnya.
Trader akan melihat sebuah saham layaknya komoditas yang harganya naik turun. Transaksi yang mereka lakukan umumnya bersifat jangka pendek, bahkan bisa dilakukan hanya dalam jam atau menit. Sementara itu investor menggunakan dananya untuk membeli saham dengan pertimbangan kinerja perusahaan di masa depan. “Mereka akan menanamkan modalnya dalam kondisi apapun, karena yakin bahwa perusahaan itu memiliki prospek cerah. Di masa yang akan datang, mereka pun akan menjual saham yang dibeli dengan nilai yang tinggi,” tuturnya.(jpg)