JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Penurunan suku bunga atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen membawa angin segar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution pun mengapresiasi pelonggaran moneter oleh bank sentral.
Meski penurunan itu tidak bisa berdampak langsung mendongkrak pertumbuhan perekonomian lantaran ada faktor waktu, Darmin optimistis kebijakan tersebut dapat menjadi stimulus bagi makro perekonomian Indonesia. Apalagi sejak November 2018 lalu, bank sentral tercatat telah menurunkan suku bunga sebanyak dua kali.
“Kalau suku bunga turun itu diperlukan untuk menstimulus investasi. Semoga produksi naik, ekspor naik, neraca perdagangan bagus,” kata Darmin di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8).
Mantan Gubernur BI itu menilai, keputusan bank sentral telah tepat. Keputusan itu telah mencermati berbagai perkembangan ekonomi global yang sedang melemah akibat perang dagang antara Amerika Serikat-Tiongkok. Menurut Darmin, kebijakan ini diambil pada momentum yang tepat.
Sebab, imbuh Darmin, beberapa negara lain pun telah melakukan pelonggaran moneter. Sehingga ia meminta penurunan suku bunga tersebut dapat disikapi positif.
“Itu stimulus itu. Jadi, menurunkan policy rate itu stimulus untuk investasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, BI kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen. Dengan begitu, kebijakan ini menjadi penurunan suku bunga kedua yang diambil bank sentral sejak November 2018 lalu. BI menyatakan, keputusan itu diambil setelah melihat kondisi perekonomian nasional yang stabil.
Keputusan tersebut diambil setelah BI melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019. Dengan penurunan suku bunga tersebut, maka suku bunga deposit facility juga menurun sebesar 25 bps menjadi sebesar 4,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan itu konsisten dengan rendahnya prakiraan inflasi yang berada di bawah titik tengah sasaran, dan tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik. Kondisi tersebut dapat mendukung stabilitas eksternal.
“Selain itu juga sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global,” kata Perry saat konferensi pers di Kantor BI, Jakarta, Kamis (22/8).
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal