2 BULAN PANDEMI COVID-19

Industri Ritel Kehilangan Rp12 Triliun

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 19 Juni 2020 - 19:13 WIB

Industri Ritel Kehilangan Rp12 Triliun
Petugas keamanan saat apel jaga di pusat perbelanjaan Lippo Mal Puri, Jakarta, Senin (15/6). (DERY RIDWANSAH/JAWAPOS.COM)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pelaku industri ritel nasional sibuk menaklukkan tantangan berat selama dua bulan terakhir. Sebab, wabah global Covid-19 telah mengikis daya beli masyarakat. Pada masa transisi new normal ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memotivasi para peritel agar me-restart bisnis mereka.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan bahwa pandemi membuat pendapatan ritel-ritel modern dan pusat-pusat perbelanjaan, khususnya di DKI Jakarta, turun drastis. Kebijakan untuk mengurangi kapasitas maksimal pengunjung di mal dan restoran juga memengaruhi kinerja.


"Penurunan dalam dua bulan terakhir sekitar Rp12 triliun. Di DKI Jakarta ada sekitar 70 pusat perbelanjaan," ujarnya dalam diskusi virtual Kamis (18/6).

Kini pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengizinkan pusat-pusat perbelanjaan kembali beroperasi. Tenant-tenant nonpangan di mal sudah kembali buka. Restoran juga sudah melayani makan di tempat alias dine in.

"Protokol kesehatan sangat penting. Harus punya kesadaran dan disiplin tinggi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perdagangan, khususnya di ritel-ritel modern dan pusat perbelanjaan," tuturnya.

Agus menjelaskan, Kemendag akan memberikan insentif bagi industri ritel modern untuk mendongkrak konsumsi nasional. "Yang diusulkan seputar perpajakan, penundaan pembayaran kredit, dan insentif lain," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menuturkan, sebelum pandemi pun, ritel start pada kondisi yang kurang prima. Khususnya di Jakarta. Sebab, ada bencana banjir.

"Harapan kita awal Juli sudah beroperasi normal. Agustus–September biasanya under performed. November–Desember baru meningkat," ucapnya.

Aprindo juga memprediksi ritel secara keseluruhan tumbuh 3–3,5 persen atau turun 50 persen daripada tahun lalu sebesar 8–8,5 persen.

Di sisi lain, pemerintah mendorong peningkatan literasi lewat lokapasar alias marketplace. Hal tersebut dilakukan karena maraknya penjualan buku bajakan secara online. Yang rugi tentu saja penerbit dan penulis.

"Kami akan memberikan subsidi berupa voucher diskon pembelian buku," jelas Kepala Subdirektorat Pemasaran Fesyen, Desain, dan Kuliner Direktorat Pemasaran Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Andy Ruswar, Kamis.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook