PERTAMINA PEDULI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG LINGKUNGAN

“Impian Luhur, Mengenang Leluhur”

Ekonomi-Bisnis | Senin, 15 November 2021 - 23:04 WIB

“Impian Luhur, Mengenang Leluhur”
Abian memperlihatkan buku tabungan yang ada di Bank Sampah Sakai Indah Bomban Petani, di Petani, Kecamatan Bathin Solapan, Bengkalis. (ZULFADHLI/RIAUPOS.CO)

Peduli lingkungan dimulai dari yang terdekat, yakni rumah. Jalan itu yang ditempuh Abian, seorang pemuda Sakai menyikapi kondisi lingkungannya yang banyak berserakan sampah karena perilaku cuai manusia. Cita-citanya sederhana, melihat kembali lingkungan pulih, seperti masa leluhurnya dulu. Impian yang dijembatani Pertamina lewat program pemberdayaan lingkungan.

Laporan: Zulfadhli (Bagansiapiapi)


Oh... Oh... oooo..
Jelas kami kecewa
Menatap rimba yang dulu perkasa
Kini tinggal cerita
Pengantar lelap si Buyung.

Sampah, ya.. di serata tepian sungai Batang Pudu itu semata sampah. Terutama sampah plastik bekas, kaleng, botol minuman, kemasan shampoo dan lain-lain yang kebanyakan merupakan sampah rumah tangga.

Seperti kegelisahan Iwal Fals yang tertuang dalam lagu “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi”, pemuda Sakai itu jelas kecewa. Mendapati sungai kebanggaan bagi masyarakat, leluhurnya itu, tak lagi seperti dulu seperti masa kanak-kanaknya. Sampah terus menumpuk, berserak saban hari.

“Dulu airnya jernih, kami bebas mandi, di sungai ada ikan arwana, udang galah...” kenang Abian. “Sekarang yang ada ikan sapu-sapu karena mereka betah di sampah,” lanjutnya.

Sungai punya keterikatan dalam konteks hidup orang Sakai, tak hanya sebagai ruang di mana sebagian aktivitas dilakukan di sana seperti mandi, cuci, tempat berinteraksi, tapi juga tempat penghidupan mencari makan berupa ikan dan habitat sungai lainnya.

Menolak pasrah atas realitas lingkungan yang terjadi, Abian tergerak mengumpulkan sampah. Namun upaya untuk membersihkan sungai mustahil dilakukan sendiri atau pun secara manual, ia hanya bisa memunggut sampah seadanya.

Dari situ Abian bertekad meminimalisir sampah. Ia terus mengumpulkan sampah yang dimulai dari lingkungan tempat tinggalnya, lalu dengan keseharian itu Abian memutuskan kegiatannya tidak hanya sebagai reaksi atas kondisi yang ada, namun juga untuk kegiatan yang bernilai ekonomis.

Ia mencari dan mengumpulkan sampah. Sebuah kerja yang tak ringan. Berhadapan dengan benda-benda kotor, terbuang. Di sisi lain tatapan minor orang-orang terhadap pekerjaan itu.

Mengunakan becak, Abian mengumpulkan sampah. Sampah apa saja yang masih bisa dipilih dan dipilah sesuai dengan dengan jenisnya.

Dalam tahun 2017 Abian terus mengumpulkan sampah secara mandiri, sama sekali tak ternah terpikirkan akan dilibatkan dalam konsep pengelolaan sampah yang modern dan teratur berupa bank sampah. Begitu juga tak memikirkan soal mendapatkan bantuan pendukung atau tidak.

“Dulu baru tahu soal bank sampah dari Bang Lambas,” ungkapnya.

Nama dimaksud adalah Lambas Hutabarat, merupakan pendiri Bank Sampah Pematang Pudu Bersih (BS-PPB) yang terdapat di Kelurahan Pematang Pudu, Bengkalis. Oleh Abian, sampah-sampah yang terkumpul diarahkan ke BS-PPB.

Interaksi yang kerap dengan BS-PPB itu menghadirkan inspirasi untuk dapat berbuat hal yang sama dengan harapan akan melahirkan kemanfaatan lebih banyak bagi masyarakat.

Dengan sejumlah orang seperti Rano, Indah, Sari, Junaidi dan lain-lain Abian menggagas perlunya dibentuk bank sampah.

Waktu itu mereka masih menyewa di sebuah tempat, dan sempat pindah tiga kali sampai akhirnya menempati lahan secara permanen berada di Jalan Belading RT 005 RW 003 Desa Petani Kecamatan Bathin Solapan, Bengkalis.

Mereka bersepakat menamakannya Bank Sampah Indah Bathin Solapan.  Belakangan, November 2021,  nama itu berganti menjadi Bank Sampah Sakai Indah Beromban (Bomban) Petani. Nama baru itu menegaskan soal identitas yang dijaga, dari pria asli Petani dan kakeknya dulu merupakan kepala suku di situ yang digelari Bomban Petani, gelar yang kini berada di pundak Abian.

“Biar tak hilang identitas, dulu Petani ini luas wilayahnya yang merupakan wilayah adat kami, kini tersebar di sejumlah desa,” katanya.

Abian bersyukur dalam perkembangannya telah mampu memiliki tempat untuk mengumpulkan sampah sekaligus sudah memiliki rumah, sehingga pengelolaan bank sampah dapat lebih intensif dilakukan.

Dalam berkegiatan yang dijalankan pihaknya cukup aktif melakukan kerja rutin, sembari mengalakkan kesadaran di tengah masyarakat untuk peduli pada isu persoalan dan penanganan sampah. Mereka menyasar ke sekolah, komunitas, masyarakat sekitar untuk peduli.

“Bahkan bisa dikatakan keliling ke sekolah-sekolah, mengenalkan ini bank sampah, ini manfaatnya, tujuannya...” ujar Abian.

Akhir Oktober 2020, banknya mendapatkan bantuan dari SKK Migas-CPI sebagai pelaksanaan program bank sampah dan ketahanan pangan di sekitar area operasi Chevron, di mana bantuan yang diterima berupa sarana pendukung pengelolaan bank sampah seperti mesin pres sampah, mobil pick up pengangkut sampah, dan sarana pembuatan kompos. Sebelum itu, pihak bank telah mendapatkan juga pelatihan dan pendampingan dengan tepat.

Menurut Abian soal bantuan itu tidak terduga sama sekali, pasalnya ia tak mengajukan proposal.

“Saya datang ke camp Chevron saja, minta agar pengelolaan sampah mereka kami yang kelola. Melihat aktivitas kami di bank sampah, mereka antusias membantu. Ini mantap, perlu dibina sebut mereka. Padahal awalnya saya tak berharap bantuan dan, sudah, jalan sendiri apa adanya,” ujar Abian.

Bank, Buku Tabungan, dan Sedekah Sampah

Eit..! Jangan bayangkan bank yang satu ini punya gedung mentereng, ruangan berpendingin, dengan teller yang bergaya anggun.

Ruangan milik bank sampah, yang kini berganti nama Bank Sampah Sakai Indah Beromban (Bomban) Petani hanya berupa ruangan kecil, semi permanen. Didominasi warna hijau muda, terang. Di lantai dalam nampak satu gelaran karpet kecoklatan, dan sebuah meja yang di atasnya terdapat sejumlah produk ubah jadi dari barang-barang bekas umumnya berupa tas.

Di samping bank itu terdapat ruangan lain yang menjadi tempat kegiatan pemilihan barang-barang, sementara di bagian belakang terdapat halaman yang cukup luas sebagai titik kumpul sampah yang sudah dipisahkan dan dikelompokkan sesuai jenisnya. Misalnya jenis sampah plastik bekas, ada tumpukan wadah bekas, dibedakan dengan sampah material bekas dari besi, seng, dan sebagainya.

Kendati berbeda secara rupa namun ada kesamaan dalam manajemen sistem yang diterapkan. Mereka memiliki pencatatan, pembukuan yang baik dan rapi. Menerapkan sistem kerja yang teratur, selain itu punya nasabah yang secara periodik menabung sampah. Garis besarnya terdapat struktur sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara.

Sistemnya pun transparan, ada tabel dari kertas karton yang terpampang di ruangan itu memuat daftar harga barang seperti tabung minuman mineral, harga kuningan, kaleng, seng, kawat, besi dan sebagainya.

“Ayo ke Bank Sampah.” Begitu tulisan di bagian muka buku tabungan dengan garis-garis hijau, tertulis angka 3 sebagai aksi mengurangi sampah lewat sedekah sampah, barter atau tabung sampah. Buku tabungan itu mencantumkan nama pemilik, alamat dan nomor induk.

Memaksimalkan peran nasabah ini pihaknya mengandeng kerja sama ke sekolah-sekolah, dan umumnya menyambut baik karena pihak sekolah juga merasa terbantu dalam penanganan sampah. Di samping itu membangun karakter siswa untuk peduli dengan persoalan sampah.

“Anak-anak pun jadi tertarik untuk menabung,” kata Abian.

Apa saja jenis sampah bisa ditabung, seperti bekas minuman ringan, kertas, buku bekas, dan sebagainya. Sampah-sampah itu ditimbang dan nominalnya dicatat sebagai tabungan.

“Penamaan pengelolaannya sebagai bank sampah saya kira ini sebagai upaya pemerintah agar terkesan menarik lebih banyak orang untuk terlibat,” katanya.

Yang menarik, pihaknya membuka program sedekah sampah sebagai langkah maju sehingga tidak hanya berkutat pada kegiatan sampah secara ekonomi tapi turut menimbulkan kepedulian bagi sesama dan tentunya menjadi medium untuk bersedekah.

“Artinya sampah yang disedekahkan itu, kami kumpulkan. Berapa nilai uangnya per bulan kami antarkan ke sebuah tahfiz Quran di Belading, sebagai beasiswa bagi anak tak mampu yang menuntut ilmu di sana,” katanya.

Tuntaskan Persoalan Sampah

Penanganan sampah menurut Abian tidak bisa hanya lewat langkah pengangkutan sampah dari lingkungan pemukiman ke tempat khusus seperti Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS).

“Jika begitu persoalannya tak pernah tuntas,” ujarnya.

Saat ini tingkat kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah dengan baik masih rendah, ditandai dengan sikap suka buang sampah sembarangan, tak bisa memilah sampah menurut jenisnya, serta perilaku seenaknya. Asal sampah jauh dari rumah, lantas dibuang ke jalan.

Kondisi terutama di perkotaan, terang Abian, sampah kerap menumpuk dalam waktu singkat, setiap harinya petugas terkait mengangkut sampah itu ke TPAS. Namun langkah itu menurut Abian tak mengurangi permasalahan yang ada.

“Itu sifatnya hanya memindahkan sampah, sampah diangkut lantas setelah itu apa?” katanya.

Berbeda dengan keberadan bank sampah, yang dalam proses awal saja sudah menerapkan pemilihan dan pemilahan sampah dengan tepat. Itu akan bermanfaat pada langkah produksi ulang lebih cepat. Di bank sampah banyak yang bisa di daur ulang, selain itu yang terbuang masih bisa dikreasikan menjadi barang bernilai. Sebagian yang berupa sampah nabati dapat dijadikan pupuk.

“Jadi itulah bedanya, yang diterapkan pengangkutan sampah ke TPA itu sifatnya hanya memindahkan, tak menghabiskan masalah. Sedangkan bank sampah berusaha menuntaskan persoalan sampah sampai pada pemanfaatannya menjadi barang yang bisa dipakai kembali,” katanya.

Pentingnya keberadan bank sampah menurutnya harus didukung pemerintah, dengan mengaktifkan atau membentuk bank-bank sampah lainnya. Produksi sampah, kata Abian, sangat besar, ia mengambarkan untuk cakupan di wilayah Bathin Solapan saja ditaksir dalam dua pekan sekali  minimal 3-4 ton sampah yang terkumpul. Umumnya merupakan sampah rumah tangga.

Kini keberadaan bank sampah tersebut juga mengerakkan roda perekonomian bagi warga sekitar, karena ketika pasokan sampah banyak pihaknya tak segan mengandeng warga terutama emak-emak untuk melakukan pemilahan.

“Kadang 14 orang dilibatkan, tapi jumlahnya tak tetap, tergantung pasokan sampahnya. Namun yang jelas membantu pendapatan bagi mereka,” kata Abian.

Ia mengharapkan pemerintah melakukan intervensi sebagai cara menopang lebih kuat keberadaan bank sampah. Langkah itu bisa dilakukan dengan melibatkan setiap organisasi perangkat daerah (OPD) menabungkan sampahnya ke bank sampah, begitu juga kecamatan-kecamatan dan kelurahan/desa.

Kelahiran 1987, pria yang menamatkan pendidikan formal di SMA Mandau, menyongsong impiannya soal lingkungan bersih baik di darat maupun untuk sungai kebanggaan Batang Pudu.

Pentingnya penanganan sampah yang komprehensif dan upaya pemulihan lingkungan telah mendapatkan perhatian dari pemangku kebijakan setempat.

Beberapa waktu ke depan, satu langkah untuk memulihkan sungai kebanggannya itu akan dilakukan penaburan Eco Enzym, yang diyakini mampu mengurai limbah berdampak buruk bagi kelestarian hidup di sungai.

Ia mengaku bersyukur dalam perjalanan yang telah ditekuni itu terus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak mulai dari Chevron, berlanjut Pertamina dan Unilak. Abian mengungkapkan, adanya rencana penaburan Eco Enzym di sungai Batang Pudu oleh Gubernur Riau, bupati, melibatkan Unilak dan PHR, yang akan dilaksanakan pada Januari 2022 nanti.

Dirinya berharap hal tersebut disertai langkah terstruktur agar dapat mengembalikan air sungai bersih, tidak ada lagi pencemaran karena banyak orang Sakai maupun suku lainnya yang bergantung hidup di situ.

“Alhamdulillah mimpi agar sungai kembali bersih, itu akan menjadi kenyataan,” ucap Abian.  

Kepedulian Pertamina Berdayakan Masyarakat

Sebagai upaya mewujudkan komitmen dan kepedulian terhadap pemberdayaan masyarakat di bidang lingkungan, Pertamina menggelar kegiatan sosialisasi bank sampah, pekan lalu,  di lokasi Bank Sampah Petani tersebut.

Riaupos.co tiba di tempat itu sorenya ketika acara berlangsung. Mengunakan tenda sederhana, dengan deretan meja untuk narasumber berhadapan dengan para peserta. Sementara di bagian belakang narasumber terpampang spanduk didominasi warna merah pupus dengan logo Pertamina dan Unilak.

Konsen lebih lanjut terhadap bank sampah, saat itu Pertamina mengandeng Unilak untuk mengelar sosialisasi bank sampah dan gerakan memilah sampah dari rumah di Bank Sampah Sakai Indah Bomban Petani.
 
“Langkah ini sebagai wujud nyata untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat lebih luas lagi. Sosialisi, pelatihan, melibatkan masyarakat itu harus terus dilakukan tak bisa spontan karena ini menyangkut kesadaran tentang sampah itu sendiri,” kata Lambas.

Lambas sang pendiri BSPPB juga menjadi narasumber dari Pertamina, pada kegiatan tersebut.

Lambas menerangkan ada dua bank sampah yang saat ini eksis yakni BSPPB dan Bank Sampah Sakai Indah Bomban Petani.

“Gerakan ini sudah lama dibentuk, didukung oleh PHR tahun ini. Ini  sebagai gerakan menuju masyarakat sadar sampah. Ini salah satunya kegiatan yang didukung PHR bersama mitranya, Unilak,” kata Lambas.

Pada kesempatan itu warga diberikan informasi soal bank sampah dan berbagai manfaat positifnya. Menurut Lambas, langkah awal yang dilakukan Pertamina berupa pelibatan masyarakat pada pelatihan, pengenalan dan pengembangan bank sampah adalah instrumen penting agar lebih besar lagi menciptakan kepedulian terhadap lingkungan.

“Itu penting, seperti yang dilaksanakan agar masyarakat mengerti, bagaimana memilih-milah sampah yang benar. Mana yang bernilai jual bisa diarahka ke bank sampah dan mereka antusias mengikuti kegiatan,” katanya.

Akademisi dari Unilak, Prama, menambahkan, program yang dijalankan merupakan kesinambungan dari sebelumnya Chevron, dan kini oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR).

“Lebih kepada pembinaan atau capacity building dulu, sementara untuk alat-alat pendukung nantinya tentu tergantung kebutuhan,” katanya.

Kesukseskan program itu, terangnya, tidak bisa terlepas dari dukungan masyarakat, dan upaya mengugah kepedulian masyarakat harus terus menerus dilakukan.

Analyst Social Performance Pertamina Hulu Rokan (PHR), Priawansyah, menyebutkan, dukungan Pertamina terhadap keberadan bank sampah lebih kepada upaya edukasi, agar pengelolaan sampah berjalan dengan baik.

Kepedulian terhadap persoalan sampah merupakan indikator penting bagi para pihak, misalnya di sekolah-sekolah.

“Pihak sekolah, misalnya, terkait dengan program Adiwiyata mereka, maka harus terintegrasi dengan bank sampah,” kata Prea, panggilannya.

Dengan fokus pada langkah penguatan dan pemberdayaan itu, jelas dia lagi, maka ke depan diharapkan makin tumbuh kesadaran bersama secara massif untuk peduli terhadap persoalan maupun penanganan sampah.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook