Pembatasan CPO Ancam Neraca Dagang

Ekonomi-Bisnis | Senin, 15 April 2019 - 12:11 WIB

Pembatasan CPO Ancam Neraca Dagang
PILIH: Pekerja memilih kelapa sawit yang akan diproduksi untuk memastikan kualitas CPO, belum lama ini. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Upaya penekanan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dapat tertahan akibat masalah perdagangan kelapa sawit (CPO) ke Eropa. Tahun lalu CAD Indonesia mencapai 2,98 persen dari produk domestik bruto (PDB). Tahun ini pemerintah dan Bank Indonesia (BI) berupaya menekan CAD hingga 2,5 persen.

Ke depan, neraca perdagangan mengalami tantangan jika kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Delegated Act diterapkan Uni Eropa pada 12 Mei mendatang. Kebijakan yang mengategorikan kelapa sawit sebagai bahan bakar nabati berisiko tinggi tersebut akan berdampak pada pembatasan pembelian sawit oleh para buyer di Eropa. Indonesia pun saat ini menyiapkan aksi litigasi ke World Trade Organization (WTO) untuk mengatasi masalah tersebut.

Baca Juga :Harga TBS Sawit Riau Naik Jadi Rp2.577 per Kg

Di samping menempuh jalur hukum, Indonesia harus berbenah untuk mengantisipasi dampak yang bakal timbul akibat hambatan ekspor tersebut. Salah satunya, memperbanyak ekspor manufaktur. ’’Sebab, selama ini kelapa sawit sudah menyumbang 10 -12 persen dari total ekspor nonmigas yang sekitar 160 miliar dolar AS,’’ kata ekonom BCA David Sumual, kemarin (14/4).

Dorongan pada ekspor manufaktur ini bukan hanya antisipasi dari dampak masalah Indonesia dengan Uni Eropa (UE), tetapi juga bertujuan mengantisipasi dampak pergerakan harga komoditas lainnya. Indonesia tidak hanya bergantung pada ekspor sawit, tetapi juga karet. Upaya diversifikasi ekspor itu semestinya dilakukan sejak dulu agar neraca dagang Indonesia tidak melulu fragile terhadap harga komoditas. Faktor supply and demand serta isu lingkungan juga sangat memengaruhi komoditas tersebut.

Ekspor kelapa sawit harus diperluas. Indonesia mulai mengirimkan banyak sawit ke negara lain seperti India dan Pakistan. Namun, menurut David, dampaknya terhadap neraca dagang tidak bisa cepat. " Ekspor ke India mungkin belum sebanyak ekspor ke Eropa,’’ ujarnya.

Karena itu, David menyarankan agar pemerintah bisa mengatasi masalah CAD dan ketergantungan ekspor komoditas. Selain itu, review hubungan dagang dengan UE perlu dievaluasi. ’’Harus tegas, tetapi jangan sampai emosional. Sebab, kita juga ekspor karet ke UE. Mengatasi masalah ini memang harus berani, tetapi tetap hati-hati,’’ tutur David.

Di luar itu, David menyarankan agar Indonesia mulai melakukan diversifikasi ekspor dengan memperbanyak ekspor jasa. Pemberlakuan B30 hingga B100 juga harus dipercepat.(rin/vir/c14/oki/jpg)

Editor: Eko Faizin









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook