(RIAUPOS.CO) - Pemerintah harus berusaha lebih keras untuk menggairahkan lagi konsumsi masyarakat. Kemarin (12/6) Bank Indonesia (BI) melaporkan, indeks keyakinan konsumen (IKK) bulan lalu kembali turun. Merosotnya IKK menunjukkan ketidakpastian masyarakat terhadap perekonomian dalam negeri.
Hasil survei IKK yang bank sentral lakukan pada Mei 2020 mencatatkan angka 77,8. Angka tersebut lebih rendah daripada bulan sebelumnya yang berkisar 84,8. ”Konsumen masih pesimistis,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko, kemarin.
Konsumen yang Onny maksud meliputi seluruh kategori. Mulai kelompok tingkat pengeluaran hingga kelompok usia. ”Secara spasial, keyakinan konsumen menurun pada 14 kota yang disurvei,” katanya. Lebih lanjut dia menyatakan, IKK yang paling jeblok tercatat di Kota Manado. Diikuti Mataram dan Ambon.
Sementara itu, dari sisi ekspektasi, menurut Onny, konsumen masih punya harapan yang relatif positif terhadap kondisi perekonomian dalam jangka waktu enam bulan mendatang. Masyarakat tetap yakin bahwa ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan akan membaik. Tapi, semua itu hanya akan terjadi jika pemerintah berhasil menekan persebaran virus SARS-CoV-2.
Imbauan diam di rumah dan penjarakan fisik sampai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum berhasil meredam pandemi. Jumlah pasien masih terus bertambah. Sementara itu, sejumlah sektor usaha mulai menjalankan bisnis dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dengan ketat. Semangat pemulihan yang kontradiktif dengan data di lapangan itu justru membuat masyarakat makin skeptis.
Terpisah, ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan bahwa IKK berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap kondisi perekonomian terkini. Dia menambahkan, sisi pendapatan dan ketersediaan pendapatan menjadi dua fakor penting dalam mengukur konsumsi masyarakat.
”Dua hal itu memberikan sinyal bahwa seiring usainya PSBB dan bergulirnya masa transisi ini, permintaan terhadap tenaga kerja belum sepenuhnya pulih,” terang Josua kepada JPG tadi malam.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan langkanya permintaan tenaga kerja. Per 2 Juni lalu jumlah penganggur bertambah sebanyak 3,05 juta. Di sisi lain, pendapatan masyarakat pada masa pandemi juga turun. Itu terlihat pada data inflasi Mei. Terjadi deflasi pada komponen barang volatil.
Padahal, normalnya, Mei menjadi puncak permintaan segala jenis barang. Terutama konsumsi. Apalagi, Idul Fitri juga jatuh pada Mei. Namun, pandemi mengubah kondisi tersebut. ”Penurunan IKK cenderung diakibatkan masalah pengangguran. Itu kemudian yang memengaruhi tingkat pendapatan dan daya beli masyarakat,” jelasnya. (han/c11/hep/jrr)
Laporan JPG, Jakarta