Dede: Ada Dominasi Bisnis Tak Sehat Angkutan Udara

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 14 Juni 2019 - 11:11 WIB

Dede: Ada Dominasi Bisnis Tak Sehat Angkutan Udara
Dede Firmansyah

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Mahalnya harga tiket pesawat telah membuat perubahan signifikan terhadap tren di masyarakat. Seperti saat Idulfitri, masyarakat banyak yang beralih ke moda transportasi darat dan air, ketimbang menggunakan pesawat udara.

Hal ini dibenarkan oleh Ketua Association of Indonesian Tour and Travel Agencies (Asita) Riau Dede Firmansyah. Ia mengatakan, selama puncak arus mudik dan balik, terjadi penurunan yang signifikan pada transportasi udara.


“Masyarakat mulai beralih dari angkutan udara yang sejak Desember lalu harganya tidak turun-turun,” jelas Dede, Kamis (13/6) siang.

Dari data yang ada, angkutan udara di Riau saat mudik turun sebanyak 57 persen dan arus balik turun 21 persen. Sedangkan untuk angkutan darat dan air mengalami kenaikan rata-rata di atas 50 persen dari tahun sebelumnya.

‘‘Melihat kondisi ini, ada dominasi bisnis yang tidak sehat pada angkutan udara. Dua grup besar, Garuda Indonesia group dan Lion Air group, sudah melakukan monopoli harga dengan menerapkan harga batas atas. Bahkan sempat terpantau harga jualnya di atas batas yang ditentukan. Hal ini tentu tidak sehat dan memberatkan masyarakat,” kata Dede.

Untuk itu, Dede mengatakan bahwa Asita saat ini tengah berupaya mencari solusi secara bisnis agar harga tiket kembali normal. Di antaranya dengan melibatkan maskapai Air Asia yang harganya masih dalam batas normal.

“Saya sudah berkoordinasi dengan Asita Pusat agar bisa mengajak Air Asia membuka rute domestik seperti Jakarta ke beberapa kota di Indonesia. Sehingga dominasi dua grup besar tersebut bisa diakhiri,” jelas Dede.

Dengan adanya pilihan baru, harga tiket akan bersaing dan kembali menjadi normal. Selain itu Asita ingin menjembatani Air Asia untuk menjual rute pendek menggunakan pesawat kecil seperti R80.

Air Asia sudah masuk ke Indonesia. Tapi dia bekerja sama dengan airline lokal yang sekarang kita kenal dengan Indonesia Air Asia.

Dikatakan Dede, jadi ada dua hal yang perlu dilakukan pemerintah pusat. Airline asing masuk ke Indonesia harus bekerja sama dengan airline lokal. tidak seenaknya terbang di wilayah Indonesia. Kedua, untuk menekan biaya operasional airline yang paling besar adalah avtur dan biaya masuk sparepart pesawat. Ini dipecahkan dengan memberi subsidi biaya avtur agar sama dengan negara tetangga. Dan minta biaya masuk.sparepart 0 persen.

“Kita ingin harga tiket bisa kembali normal untuk menghidupkan kembali sektor-sektor usaha yang terkait,” Kata Dede.(rls/mng)

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook