DPS Hambat Fintech Syariah

Ekonomi-Bisnis | Kamis, 14 Februari 2019 - 15:20 WIB

DPS Hambat Fintech Syariah
BANYAK KEMUDAHAN: Cepatnya transaksi peminjaman uang lewat fintech seperti Tunai Kita berhasil menarik minat masyarakat, terutama saat memenuhi kebutuhan tak terduga. Tampak seorang konsumen menunjukkan transaksi Tunai Kita, baru-baru ini. (SAIPUL ANWAR/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pasar ekonomi syariah sangat potensial di Indonesia. Namun, potensi tersebut belum tergarap maksimal. Layanan financial technology (fintech), misalnya. Sejauh ini Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang berfokus menggarap ekonomi syariah baru menjaring 55 anggota.

Ketua Umum AFSI Ronald Wijaya menyebut harus adanya dewan pengawas syariah (DPS) sebagai salah satu faktor penghambat. Setiap lembaga syariah, termasuk fintech, wajib memiliki DPS. Karena itu, anggota asosiasi fintech yang awalnya berniat menggarap pasar ekonomi syariah langsung mengurungkan niat.

Baca Juga :Bank Indonesia Fokus Garap Halal Value Chain Eksyar

Sebab, pembentukan DPS juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. ’’Seharusnya ini (pembentukan DPS, red) bisa difasilitasi pemerintah untuk mendorong (ekonomi syariah),’’ tutur Ronald saat dijumpai di Bursa Efek Indonesia (BEI) kemarin (13/2).

Saat ini, menurut dia, asosiasi yang dipimpinnya memiliki investor dari 65 negara. Investor terbanyak berasal dari Singapura. Sebagaimana fintech umum, fintech syariah berfokus pada penyaluran biaya dan strategi meraup keuntungan. Namun, fintech syariah juga memperhatikan social impact.

’’Fintech syariah boleh diterapkan sepanjang tidak ada bunga, riba, garar, dan manipulasi. Tidak ada di situ gambling,’’ papar Ketua Dewan Pembina Masyarakat Ekonomi Syariah KH Ma’ruf Amin.

Ronald menyatakan, pembiayaan fintech syariah setahun mendatang masih ditargetkan mencapai ratusan miliar rupiah. Angka itu tidak tinggi karena pemahaman masyarakat tentang fintech masih rendah. Namun, sebagai negara yang jumlah smartphone-nya lebih banyak ketimbang jumlah penduduknya, Indonesia punya potensi besar menjadi pasar fintech.

PR-nya sekarang adalah mengemas program syariah menjadi menarik. Selain tingkat literasi masyarakat, kendala lain pertumbuhan fintech adalah infrastruktur. Karena itu, pemerintah mendorong asosiasi tidak segan turun ke wilayah terpencil. Terutama di daerah-daerah yang masyarakatnya belum tersentuh bank.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara berjanji memberikan subsidi bagi fintech yang mau mengembangkan bisnisnya ke daerah-daerah terpencil. Subsidi itu diberikan untuk memperluas akses keuangan. Diharapkan, perekonomian di daerah tersebut lebih cepat tumbuh.(nis/c14/hep/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook