Pelaku Usaha Selektif Ekspansi

Ekonomi-Bisnis | Rabu, 12 September 2018 - 13:17 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -  Fluktuasi nilai tukar rupiah membuat pelaku usaha harus menyesuaikan strategi bisnisnya. Di antaranya, melakukan efisiensi dan hati-hati dalam berekspansi. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menuturkan, tantangan perekonomian akan terus berlangsung meski ada intervensi dari pemerintah dengan berbagai aturan. 

Itu terjadi lantaran ketidakpastian saat ini dipicu faktor eksternal. ”Perekonomian Indonesia tidak bisa terlalu agresif. Mungkin tumbuh 5,1 persen pada tahun ini sudah cukup baik,” ujarnya, Senin (10/9).

Selain melakukan efisiensi, lanjut dia, pengusaha harus hati-hati dalam berekspansi atau mengembangkan proyek. Khususnya bagi perusahaan yang memiliki utang dalam dolar AS cukup besar. Dari lini usaha menengah ke bawah, Shinta mengungkapkan bahwa UMKM yang mengandalkan produk dalam negeri akan menjadi kontributor penting. Sebab, produk-produk UMKM tidak terpengaruh impor. ”Jadi, pemerintah bisa memperkuat produk UMKM yang dihasilkan dari dalam negeri,” jelasnya.
Baca Juga :BPJamsostek Pekanbaru Kota Sosialisasi ke Komunitas UMKM Disabilitas dan Menjadi Peserta

Di sisi lain, untuk pengusaha menengah yang berorientasi ekspor, Shinta menilai kondisi saat ini menjadi peluang untuk mendorong ekspor lebih besar. ”Nilai mata uang saat ini sangat bagus untuk mendorong ekspor. Bagaimana caranya, itu kembali ke strategi masing-masing. Jadi, pemerintah dan dunia usaha sama-sama berupaya untuk menstimulasi ekonomi,” katanya.

Senada dengan Shinta, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat menilai risiko nilai tukar rupiah masih akan ada bagi pelaku pasar domestik. Sebab, The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya. 

Menurut Ade, yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia adalah keterbatasan akses ekspor produk dalam negeri. Tidak seperti Vietnam dan Bangladesh yang punya akses ke Eropa dan AS. ”Indonesia masih bayar bea masuk lebih tinggi dari mereka, otomatis barang kita sangat kecil,” katanya.

Kepala Departemen Internasional BI Dody Zulverdi menekankan, kondisi ekonomi makro saat ini dalam posisi kuat. Jauh lebih baik dibandingkan dengan masa krisis 1998. Dia menyebutkan, kala itu tingkat inflasi bahkan mencapai 78,2 persen. ”Sementara sekarang hanya 3,2 persen,” ujarnya.(ken/agf/c10/fal/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook