JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI di tengah pandemi global Covid-19 berhasil meraih laba bersih Rp 2,58 triliun pada periode Januari sampai Februari 2020. Dibandingkan dengan periode yang sama sebelumnya, tercatat pertumbuhan sebesar 22,27 persen.
Pencapaian ini cukup mengembirakan karena lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih industri perbankan yang hanya tumbuh 8,25 persen dan Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV yang tumbuh 19,08% di Januari 2020 sesuai Statistik Perbankan Indonesia (SPI).
Direktur Tresuri dan Internasional BNI Putrama Wahju Setyawan, mengatakan kinerja perseroan pada Februari menjadi bukti bahwa fundamental BNI masih cukup kuat menghadapi ketidakpastian yang terjadi pada 2020.
"Kami terus mencermati perkembangan yang ada dan tetap akan tumbuh dengan menjaga manajemen risiko di tengah ketidakpastian akibat wabah Covid-19," kata dia dalam siaran pers, Selasa (7/4).
Laba bersih yang meningkat ini ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 15,85 persen dari Rp 5,11 triliun pada Februari 2019 menjadi Rp 5,92 triliun pada Februari 2020. Sedangkan, pendapatan komisi dan administrasi tetap kuat dengan menghimpun yakni Rp 1,44 triliun pada Februari 2020.
Putrama juga menyebutkan bahwa pihaknya berhasil mencatatkan peningkatan aset sebesar 9,72 persen menjadi Rp 788,72 triliun, dibandingkan Februari 2019 yang tercatat senilai Rp 718,82 triliun. Adapun, kenaikan itu didukung oleh peningkatan penyaluran kredit yang meningkat 11,8 persen menjadi Rp 529,53 triliun, dibandingkan periode yang sama 2019 senilai Rp 473,61 triliun.
Sementara DPK (dana pihak ketiga) perusahaan turut tercatat naik 9,83 perseb menjadi Rp 573,3 triliun, dibandingkan Februari 2019 senilai Rp 521,97 triliun.
Menanggapi itu, Head of Investment PT Avrist Asset Management Tb. Farash Farich mengatakan bahwa ini merupakan sebuah sinyal positif untuk bank bisa tumbuh di awal tahun. Meski tantangannya semakin berat ke depannya, terutama karena perlambatan ekonomi akibat penyebaran virus ini.
"Dari sisi valuasi BNI termasuk yang sudah sangat rendah, Price to book 0.65 kali, di bawah standar deviasi historisnya," kata Farash.
Sumber: JawaPos,com
Editor: Erizal