INDONESIAN PALM OIL CONFERENCE 2020

B30 Tingkatkan 12 Persen Serapan Sawit di Pasar Domestik

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 04 Desember 2020 - 18:00 WIB

B30 Tingkatkan 12 Persen Serapan Sawit di Pasar Domestik
Wakil Ketua Umum III Gapki Togar Sitanggang, pada iven Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis, (3/12/2020). (ISTIMEWA)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Produksi minyak sawit mentah (CPO) hingga akhir 2020 diprediksi naik tipis 0,43 persen dari 47,18 juta ton pada 2019 menjadi 47,41 juta ton. Sementara itu, penyerapan minyak sawit untuk biodiesel diperkirakan mencapai 7,2 juta ton sampai akhir tahun ini.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang, pada Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis, (3/12).


Dari data Gapki, kata Togar, penggunaan minyak sawit untuk industri oleochemical mendominasi konsumsi domestik yaitu sekitar 1,57 juta ton, meningkat 48,96 persen dari tahun 2019. "Hal ini didorong permintaan pasar untuk bahan baku sabun serta pembersih lainnya yang meningkat selama pandemi Covid-19," katanya.

Sementara itu permintaan minyak sawit untuk industri makanan mengalami penurunan akibat adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar sehingga restaurant dan hotel banyak yang menutup operasinya pada tahun 2020.

Togar juga menyampaikan analisisnya terkait program mandatori biodiesel B30. Meskipun pemerintah telah menaikkan levy (pungutan ekspor) namun karena pasar ekspor yang masih melemah, dana dari pungutan ekspor belum tentu maksimal.

Hingga September 2020, Gapki mencatat total ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 24,08 juta ton dengan nilai ekspor mencapai 15,49 miliar dolar AS. Cina masih menjadi negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

Togar mengharapkan pemulihan permintaan minyak sawit di Cina pada 2021 seiring dengan pemulihan ekonomi pasca Covid-19. Sebelumnya, penurunan permintaan di Cina terjadi pada Maret 2020 akibat penutupan akses beberapa pelabuhan namun ekspor perlahan meningkat pada Juli 2020.

Memasuki 2021, Togar memproyeksikan akan terjadi kenaikan terhadap kinerja sawit jika vaksin didistribusikan dengan baik. "Diperkirakan produksi miyak sawit meningkat sekitar 3,5 persen dan konsumsi industri makanan meningkat sekitar 2,5 persen. Sementara kinerja ekspor sawit akan sangat bergantung terhadap kondisi ekonomi global, namun diperkirakan akan meningkat hingga 11,5 persen jika kondisi ekonomi mulai berangsur pulih," ucap Togar.

Selanjutnya, Togar menuturkan jika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan mandatori B30 di tahun 2021, maka akan ada peningkatan konsumsi sekitar 12 persen dan mendorong harga minyak sawit menjadi 750-850 dolas AS/mt. Tetapi jika Indonesia kembali kepada B20 maka akan ada penurunan konsumsi sekitar -25 persen, yang diperikaran akan membentuk harga sawit di kisaran 600-700 dolar AS/mt.

Togar mengungkapkan, Afrika merupakan pangsa pasar yang menarik. Meskipun tidak signifikan, volume ekspor minyak sawit ke Afrika terus meningkat secara konsisten setiap tahunnya. Menurutnya, Afrika memiliki potensi pasar yang baik bagi industri sawit Indonesia.

Founder 3XG UK Consulting Ltd Abah Ofan menyetujui hal tersebut. Menurutnya, Afrika merupakan pangsa pasar yang baik bagi indutri sawit di Indonesia terutama Kenya dan Tanzania. Abah Ofan juga mengungkapkan permintaan pasar akan minyak nabati di Afrika sangatlah tinggi, sehingga minyak sawit memiliki potensi tinggi untuk memenuhi kebutuhan ini.

Dikarenakan strategi pendekatan yang dimiliki oleh Afrika telah bergeser, Abah Ofan menganjurkan untuk menggandeng pasar Afrika. "Indonesia perlu melakukan pendekatan value chain dan membangun kemitraan melalui pembangunan teknologi," tukasnya.

Selain itu, Gapki mencatat ekspor minyak sawit di bulan September ke negara-negara Uni Eropa mengalami penurunan dari 405,22 ribu pada Agustus menjadi 360,55  ribu ton. Ini masih disebabkan oleh kontraksi permintaan pasar akibat Covid-19.

Guru Besar Universitas John Calbot Roma Pietro Paginini mengungkapkan, selain perubahan pola hidup masyarakat Eropa di tengah pandemi Covid-19, aktivis lingkungan anti-sawit kembali menyuarakan kampanye negatif yang menyoroti industri sawit sebagai salah satu penyebab pandemi.

Pietro Paginini melanjutkan, menyuarakan anti-sawit telah menjadi tren yang menekan industri terutama sektor pangan di beberapa negara di Eropa. Setidaknya 50 persen produk di Italia dan 65 persen produk di Perancis mengubah bahan baku dari minyak sawit menjadi minyak nabati lainnya. Sementara itu, pergeseran opini ditunjukkan beberapa negara Eropa seperti Inggris yang mulai menyadari fakta bahwa industri kelapa sawit dapat dikelola secara berkelanjutan.

Berbagai kebijakan terkait label Palm Oil Free akan diusung di Uni Eropa yang dapat menjadi tantangan juga kesempatan bagi industri kelapa sawit. Pietro menjelaskan label palm oil free yang disematkan oleh perusahaan dan pengecer makanan semata untuk membela petani minyak nabati Uni Eropa.

"Contohnya di Swiss, di mana ada referendum untuk menghentikan perjanjian-perjanjian antara Indonesia dan Swiss, karena minyak kelapa sawit terlalu kompetitif. Dalam aspek komersial, yaitu persaingan business to business antar produsen makanan," jelas Pietro.

Laporan: Mujawaroh Annafi (Pekanbaru)
Editor: Rinaldi
 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook