Melihat potensi usaha kerambah yang semakin menjanjikan, maka kini sudah berjejer lebih dari seribu keramba di Desa Ranah. Bagi Khaidir, usaha keramba itu memang mata pencaharian utamanya. Dari hasil keramba ia bisa membangun rumah dan membiayai pendidikan empat anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Kini, usaha tumpuan ekonomi keluarganya sudah hancur dibawa arus Sungai Kampar. Sekarang Khaidir mengaku tak lagi memiliki modal untuk memulai usaha kerambah tersebut, karena untuk membangun satu kerambah, dia harus merogoh kocek jutaan rupiah.
‘’Kalau dikatakan ingin berusaha kerambah lagi, saya masih ingin. Tetapi saya tidak punya modal lagi untuk itu. Karena keramba yang hanyut itulah tabungan kami untuk modal berikutnya,’’ ucap Khaidir dengan mata berkaca-kaca.
Sebelum menemui Khaidir, Riau Pos berbincang dengan mantan Kepala Desa Ranah Habibun Nazar yang juga seorang pengusaha keramba yang terbilang sukses di Desa Ranah. Habibun Nazar menjalankan usaha kerambanya di Dusun IV Desa Ranah. Pada musibah banjir, Sabtu (16/1) yang lalu, kerambah masyarakat yang berada di Dusun IV ini selamat dari terjangan arus Sungai Kampar.
Didampingi oleh rekannya Syafii dan para warga lainnya, Nazar memaparkan bahwa usaha keramba di Desa Ranah mulai digeluti masyarakat jauh sebelum waduk PLTA beroperasi, yakni sekitar tahun 1989.***