SEBAGAI pribadi Dr Ir Suyoto Rais boleh dibilang sukses. Bahkan bisa masuk ke kelompok from zero to hero. Tapi jiwanya lagi gundah: mengapa tidak bisa sepenuhnya mengabdi ke ibu pertiwi?
Itulah pertanyaan besar dari dirinya untuk dirinya. Setiap hari. Terutama di tengah malam.
Maka dia pun curhat ke saya. Ahad lalu. Panjang lebar. "Adakah peluang bagi saya untuk mengabdi di BUMN?" tanyanya. "Agar tidak terus mengabdi ke perusahaan asing," tambahnya.
Bahkan niatnya untuk kembali ke Tanah Air itu sudah dia sampaikan sejak lama. Saat saya menggagas Putra Petir hampir lima tahun lalu. Ketika saya kurang merespons saat itu, dia seperti masygul. Itu tercermin dari beberapa artikelnya di sejumlah surat kabar saat itu. Dia sudah merasa mengemukakan konsep terbaiknya untuk pengembangan mobil listrik. Tapi kok tidak saya panggil. Pikirnya.
Dulu saya memang belum bisa menerima keinginannya itu. Biarlah satu orang dulu yang pulang: Ricky Elson. Kalau pun gagal agar hanya satu yang jadi "korban". Rasanya keputusan saya itu tepat. Program mobil listrik ternyata kurang lancar. Bahkan menyakitkan.
Seandainya saya mengabulkan permintaan Dr Suyoto saat itu tentu rasa berdosa saya bisa perkepanjangan. Bisa sepanjang tali jagad. Sebab karier Dr Suyoto setelah itu ternyata luar biasa meroket. Perusahaan-perusahaan Jepang terus memperebutkannya. Dengan tawaran jabatan tertinggi sekali pun. Tertinggi yang pernah dikenal di Jepang untuk orang Indonesia.
Kini, ketika Dr Suyoto curhat lagi soal kegelisahan jiwanya, saya justru memberi saran yang lebih tegas: jangan dulu. Tetap berkarier saja dulu di perusahaan asing. "Pencapaian Anda saat ini," kata saya padanya pekan lalu, “Sulit dicapai oleh siapa pun". "Dengan pencapaian Anda sekarang ini, Anda adalah salah satu idola anak muda Indonesia," kata saya.
Bayangkan, dulu dia adalah anak desa dari pedalaman Tuban, Jatim, yang sangat miskin. Kini dia berhasil mencapai jabatan president director untuk sebuah perusahaan Jepang yang sangat besar.
Bahkan ketika akan ditugaskan memimpin perusahaan Jepang di Indonesia pun Suyoto berani mengajukan syarat begini: asal statusnya di Indonesia adalah ekspatriat Jepang yang ditempatkan di Indonesia. Bukan orang Indonesia yang menjadi direktur di perusahaan Jepang di Indonesia.
Syarat itu pun diterima oleh pihak Jepang. Itu karena prestasi Dr Suyoto memang istimewa. Maka jadilah Dr Suyoto orang pertama dalam sejarah perusahaan Jepang: orang Indonesia yang ditugaskan ke Indonesia dalam statusnya sebagai orang asing. Dalam status seperti itu Dr Suyoto bisa mendapat semua fasilitas yang diperoleh oleh seorang presiden direktur asal Jepang. Termasuk bisa mendapatkan hak libur "pulang" ke Tokyo bersama istrinya yang asli Jombang dan anak-anaknya.