EKONOMI BISNIS

Menteri Pariwisata Ingin Kalahkan Singapura dan Malaysia

Ekonomi-Bisnis | Senin, 09 November 2015 - 12:02 WIB

Menteri Pariwisata Ingin Kalahkan Singapura dan Malaysia
Menteri Pariwisata RI Arief Yahya

Menurut Arief dia sadar kebijakan bebas visa kunjungan akan menghilangkan 35 dolar AS per wisatawan dari pengurusan visa. Namun, nominal itu sangat kecil dibandingkan dengan turis yang membelanjakan uangnya di Indonesia. Rata-rata jika berwisata ke Indonesia, turis Asia mengeluarkan uang 1.200 dolar AS. Sedangkan turis Arab Saudi membelanjakan uangnya 1.500 dolar AS. Kemudian, turis UEA menghabiskan 1.200 dolar AS.

“Saya dapat bayangkan untuk sukses mengalahkan Malaysia dan Thailand sekalipun. Syaratnya, harus kompak, Indonesia Incorporated, seperti yang terjadi di dua negara tetangga itu,” tegas Arief.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sama halnya dengan pencabutan CAIT (Cruising Application for Indonesian Territory) untuk yacht atau kapal pesiar. CAIT satu-satunya di dunia hanya di Indonesia. Rumitnya CAIT Indonesia itu diperlukan waktu tiga pekan untuk mengurus dokumen izin masuk perairan nusantara. hasilnya wisatawan asing memilih Singapura, Perth dan Darwin. Acapkali sisanya dijaring Malaysia dan Singapura.

“Padahal, surganya bahari di dunia itu adalah Indonesia, yang selalu kita promosikan dengan 17.000 pulau itu,” beber Arief.

“Ada 5.000 hingga 10.000 yacht yang berlayar di wilayah Indonesia, yang parkir di Marina Singapore dan Australia. Yang masuk baru 700-an. Mereka hanya jadikan perairan Indonesia perairan tempat bermain, tidak sampai mengetuk pintu, dan masuk ke rumah maritim Indonesia,” tambah Arief.

“Rumitnya peraturan yang membuat mereka mundur sebelum mengurus. Inilah yang ingin saya katakan, jangan terlalu mengedepankan risiko, jangan menakut-nakuti dan menempatkan risiko sebagai poin paling dominan. Jangan horror, nanti orang takut datang,” kata pria yang dinobatkan sebagai The Most Inspirational CEO oleh Mens Obsession Award 2014,  Green CEO, The Best Green CEO Majalah Warta Ekonomi 2014,  dan The Best CEO 2014 Indonesia Leadership Award SWA itu.

Arief setuju bahwa pendekatan security harus sempurna. Dia tak membantah security memang prasyarat utama pengembangan pariwisata. Pariwisata berada dalam ancaman jika tak mampu mengatasi ancaman bajak laut, sarang teroris, banyak perampok, atau pencuri. Tetapi, khusus Yacht, hampir pasti wisatawan yang berkantung tebal. Bukan imigran gelap atau teroris yang menyamar.

“Satu yacht itu rata-rata menghabiskan Rp1 miliar untuk sailing. Kalau kita bisa menangkap 5.000 yacht, sudah akan meraih Rp5 triliun dari mengelola sektor wisata bahari ini. Bagaimana untuk memperkecil risiko? Gunakan teknologi! Semua yacht yang masuk diharuskan memasang alat multifungsi, bisa untuk kode elektronik, yang berisi data kapal, data penumpang, scanning file passport, nomor mesin dan rangka, dan bisa dipantau dengan satellite,” kata pengarang buku bertema marketing dan manajemen Paradox Marketing dan Great Spirit Grand Strategy itu.

Dia menjamin, dari jarak 100 mil sebelum sampai ke sebuah pulau, yacht bisa terdeteksi,

dipantau, diajak komunikasi, diarahkan dan diantisipasi. Jika tidak mengikuti aturan,  tindakan tegas perlu dilakukan.

“Kalau mau menang, memang ada risikonya. Seperti main tenis saja, kalau mau mematikan lawan itu harus berani smash. Padahal smash yang salah bisa menyangkut net, bisa bola keluar, bisa pukulannya tak kena. Kalau tidak berani ambil risiko, ya tidak usah main, dan dipastikan tak akan bisa memenangkan pertandingan,” ujar pria lulusan Teknik Elektro Telekomunikasi, Institut Teknologi Bandung (IBB) 1986, Master of Science Telematics, University of Surrey, UK, 1994 Ilmu Ekonomi-Manajemen Bisnis, Unpad Bandung, 2014 itu.(jos)

Sumber: JPNN

Editor: Aznil Fajri









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook