MENRISTEK DIKTI KUNJUNGI DUMAI

Bahan Bakar Nabati Bisa Kurangi Ketergantungan Terhadap Impor BBM

Ekonomi-Bisnis | Jumat, 17 Mei 2019 - 15:02 WIB

Bahan Bakar Nabati Bisa Kurangi Ketergantungan Terhadap Impor BBM
Kunjunga Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir didampingi Direktur Perencaan Investasi dan Pemantauan Resiko (PIMR) Heru Setiawan, Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Kadarsyah Suryadi dan Nandang Kurnaedi GM Pertamina RU II di Kilang Pertamina Dumai Kamis (16/5/2019).

Program uji komersial katalis merah-putih, terang Jumain, merupakan salah satu tonggak (milestone) program Inovasi Perguruan Tinggi di Industri (IPTI): Penguatan Inovasi dan Pengembangan Produksi Katalis ’’Merah-Putih’’ yang didukung oleh Direktorat Penguatan Inovasi, Kemenristekdikti sejak tahun 2017. 

’’Untuk menghasilkan teknologi proses pada jangka panjang dan pabrik katalis nasional pada jangka menengah, kegiatan jangka pendek berfokus pada pembangunan pabrik-katalis pendidikan dan percepatan formulasi katalis-katalis,’’ tuturnya.
Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

GM Pertamina RU II di Kilang Pertamina, Nandang Kurnaedi  menyampaikan implementasi proses pengolahan BBM nabati di Kilang RU II Dumai merupakan batu loncatan besar dalam hal perkembangan teknologi di Indonesia sekaligus mendorong pengurangan impor minyak mentah. 

’’Co-processing atau pengolahan bahan bakar dengan penggabungan bahan baku minyak fosil dan bahan baku minyak nabati ini dilaksanakan dengan menggunakan katalis berteknologi tinggi hasil pengembangan yang dilaksanakan di Research and Technology Center Pertamina bersama Institut Teknologi Bandung (ITB),’’ tuturnya.

Ia mengaku  perlu berbangga hati bahwa anak bangsa dapat menciptakan katalis yang selama ini didapatkan dari luar negeri. Setelah melalui beberapa tahun penelitian, katalis yang diberi nama Katalis Merah Putih ini telah siap digunakan.

’’Pengembangan katalis ini telah dilakukan sejak 2008 hingga terciptanya katalis generasi kedua yang telah secara optimal mejadi elemen pendukung co-processing di Kilang RU II. Seluruh proses pengembangan katalis dilaksanakan oleh putera puteri terbaik bangsa dan diujicobakan pula di Kilang Pertamina,’’ tuturnya.

Setelah berhasil menciptakan katalis, pengolahan CPO dilakukan di fasilitas Distillate Hydrotreating Unit (DHDT) yang berada di kilang Pertamina Dumai, berkapasitas 12.6 MBSD (Million Barel Steam Per Day). Penggantian katalis lama dengan versi baru ciptaan dalam negeri mulai dijalankan pada Februari 2019. Injeksi bahan baku minyak nabati pun mulai dilaksanakan pada Maret 2019.

’’Dari hasil uji coba, pengolahan dengan sistem co-processing di unit DHDT ini dapat menyerap feed RBDPO hingga 12 persen. Pencampuran langsung RBDPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan komponen gasoil dengan kualitas lebih tinggi karena angka cetane mengalami peningkatan hingga 58 dengan kandungan sulphur lebih rendah," ungkap Nandang.

Adapun CPO yang digunakan adalah jenis crude palm oil yang telah diolah dan dibersihkan getah serta baunya atau dikenal dengan nama RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO tersebut kemudian dicampur dengan sumber bahan bakar fosil di kilang dan diolah dengan proses kimia sehingga menghasilkan bahan bakar solar ramah lingkungan.(hsb)

Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook