Guntur menjelaskan, tim investigator KPPU sedang berupaya mengumpulkan bukti. Untuk naik ke tahap penyidikan, menurut Guntur, harus ada setidaknya dua bukti kuat dari lima bukti yang biasa menjadi dasar putusan KPPU. Lima bukti tersebut adalah temuan investigator, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan terlapor, dan surat-surat atau berkas terkait.
’’Sejauh ini, belum ada bukti kuat,’’ katanya. Tim investigasi sedang fokus pada analisis bukti ekonomi dengan cara menggali informasi dari maskapai, Kemenhub, dan stakeholder aviasi lainnya. ’’Tapi, itu butuh effort dan waktu,’’ ucapnya.
Diwawancara di tempat terpisah, Kodrat Wibowo, komisioner KPPU lainnya, mengatakan bahwa tim investigator baru merampungkan penggalian informasi dari Garuda Indonesia. ’’Sebelumnya, Lion sudah, Inaca juga sudah. Garuda baru bisa memenuhi panggilan baru-baru ini,’’ beber Wibowo.
Menurut dia, Garuda saat dimintai keterangan soal kenaikan harga tiket mengklaim bahwa harga yang ditetapkan saat ini adalah harga asli dari layanan premiumnya.
’’Kalau dimurahin, mereka bilang ada risiko rugi,’’ papar dia. Data yang didapatkan dari tiap-tiap maskapai, lanjut Wibowo, akan dikroscek dengan formulasi dan batasan harga yang dirumuskan oleh Kemenhub.
Guntur menambahkan, dalam meneliti suatu kasus, KPPU tak memiliki target waktu atau memprediksi berapa lama sebuah perkara bisa diusut. Berkaca pada vonis KPPU yang dijatuhkan kepada Honda dan Yamaha atas kasus kartel motor matik 110-115 cc, Guntur mengatakan bahwa KPPU membutuhkan waktu dua tahun untuk bisa menjatuhkan vonis tersebut.
Pergerakan yang terkesan ’’tumpul’’ tampaknya juga tak terlepas dari tidak adanya kewenangan KPPU untuk melakukan penyadapan maupun penyitaan.
Menurut Guntur, jika KPPU diberi dua kewenangan tersebut, kerja ’’wasit’’ persaingan usaha itu bisa lebih powerful. ’’Banyak perilaku persaingan tak sehat yang bisa terlihat dalam dokumen. Kami sudah mengajukan kewenangan tersebut, tapi selalu ditolak. Jika di luar negeri seperti Jepang dan Amerika Serikat atau yang dekat seperti Filipina dan Singapura saja, KPPU-nya bisa melakukan hal tersebut,’’ ucapnya.
Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatman mengatakan, penurunan TBA menjelang Lebaran di satu sisi bisa berdampak negatif ke masyarakat jika volume atau kapasitas yang disediakan tidak berubah. ’’Tiket semakin cepat habis. Mayoritas masyarakat tidak akan bisa menikmati karena keburu habis, pendapatan maskapai tidak optimum karena terjual habis di harga rendah,’’ ujarnya.