BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Proses penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi jual beli lahan mangrove oleh Kepala Desa Senderak seluas 80 hektare (ha) di Desa Senderak, Kecamatan Bengkalis terus berlanjut.
Setelah tiga pekan ini penyidik memerika para saksi, seperti kelompok tani yang diundang penyidik sudah dua kali mengkir, akhirnya tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri (Pidsus Kejari) bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengumpulan barang bukti.
Pengumpulan barang bukti yang dilakukan tim Kejari dan BPN Bengkalis dengan turun ke lahan di Desa Sederak, Rabu (28/9) sekitar pukul 10.00 WIB.
Tujuh orang penyidik Pidsus yang dpimpin Kepala Seksi Pidsus Novrizal SH bersama dua orang petugas BPN Bengkalis datang ke Kantor Kejari Bengkalis menggunakan dua unit mobil dan langsung menuju ke lahan mangrove.
Tim penyidik menyusuri lahan yang sangat sulit dilewati dengan berjalan kaki dan penyidik harus melewati banjir air laut untuk mendapatkan titik koordinat lahan yang dilaporkan masyarakat Desa Senderak.
"Hari ini kita mengumpulkan barang bukti di lapangan, yakni melakukan pengukuran titik koordinat di tiga sudut," ujar Kasi Pidus Kejari Bengkalis, Novrizal SH di sela-sela melakukan pengukuran titik koordinat lahan.
Dari masyarakat juga disaksikan Kepala Dusun Pembangunan Desa Senderak, Usman dan Ketua RW 02 Jamaludin, Ketua BPD Senderak Azuar dan pelapor, Zulfahmi.
Dalam pemeriksaan lapangan, sejumlah pertanyaan juga dilontrakan penyidik Pidsus Kejari Bengkalis baik kepada Kepala Dusun maupun Ketua RW 02, yang sempat dijawab dengan nada tidak mengetahui persoalan atau batas lahan yang dijual Kades Senderak.
Dugaan penjualan lahan mangrove di Desa Senderak bermula dari laporan dua warga tempatan, Khairul Fahmi dan Samsuar ke Pidsus Kejari Bengkalis, setelah Tim Penegak Hukum (Gakkum) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Wilayah Sumatera turun ke Desa Senderak, melihat langsung kondisi lahan mangrove yang masuk kawasan hutan mangrove hutan produksi terbatas (HPT) dan hak pengelolaan lahan (HPL) mangrove.
Laporan masyarakat terkait dugaan penjualan lahan mangrove yang termasuk HPT oleh Kepala Desa Senderak Harianto SH, yang diduga telah menerbitkan surat jual beli lahan mangrove seluas lebih kurang 80 Ha.
Kedua pelapor, Khairul Fahmi dan Samsuar diperiksa oleh bagian penyidik Pidsus Kejari selama 6 jam pada Selasa (6/9) pukul 08.30 WIB sampai pukul 14.30 WIB lalu.
Sedangkan Kepala Desa Senderak, Harianto Selasa (27/9) siang mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Bengkalis. Dia didampingi kuasa hukumnya, Suryanto SH dan Jamaluddin SH.
Kedatangannya guna mengklarifikasi tuduhan dugaan korupsi jual beli 80 Ha HPT di desanya kepada salah seorang pengusaha tambak udang.
Kuasa hukum Harianto, Suryanto SH dan Jamaluddin SH menegaskan, dari hasil meneliti terhadap dokumen milik pembeli yang juga kliennya, dugaan korupsi jual beli lahan tersebut tidak berdasarkan fakta. Sebab, pembeli membeli lahan tersebut dari kelompok masyarakat Senderak, bukan dari Kepala Desa Senderak, Harianto.
"Kita mau klarifikasi atas pengaduan warga ke kejaksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi, jual beli lahan HPT oleh klien kami, Kades Senderak. Klarifikasi ini sebagai iktikad baik agar semua menjadi clear (jelas). Selain itu, agar tidak menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat Senderak. Soalnya, jika dibiarkan bisa terjadi perpecahan dan mengganggu stabilitas sosial masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Desa Senderak, Harianto, berupaya meluruskan agar tidak terjadi polemik serta isu-isu yang menyesatkan di pemerintahan Desa Senderak, terutama masalah isu lahan HPT untuk usaha tambak udang, kemudian jalan sepanjang 700 meter yang dibangun tahun 2019 melalui dana Inbup yang ditukar guling depan jalan sepanjang 1.300 meter yang dibangun oleh perusahaan.
"Tukar guling itu dilakukan setelah mendapat persetujuan masyarakat melalui musyawarah. Jadi sebenarnya tak ada persoalan dengan jalan tersebut," katanya.(ksm)