BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Akhirnya laporan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (Gempa) Bengkalis atas dugaan penjualan lahan diduga hutan produksi terbatas (HPT) di Dusun Parit Lapis, Desa Kembung Luar, Kecamatan Bantan pada Januari 2021 lalu membuahkan hasil.
Setelah memintai keterangan saksi dan para pelaku yang terlihat jual beli lahan hutan mangrove, akhirnya Polres Bengkalis menetapkan 3 orang tersangka, dalam perkara jual beli 33 hektare kawasan hutan bakau. Satu orang yang ditetapkan tersangka bernisial Ac selaku pembeli lahan yang digunakan untuk tambak udang.
"Ya, terkait kasus jual beli lahan hutan bakau untuk tambak udang sudah digelar perkara di Polda Riau. Hasilnya ada 3 tersangka," ujar Kapolres Bengkalis AKBP Hendra Gunawan, yang masih merahasiakan dua nama tersangka lainnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kapolres Bengkalis AKBP Hendra Gunawan menegaskan, hasil penyidikan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap perkara penjualan kawasan hutan bakau untuk tambak udang ditemukan adanya bukti tindak pidana.
Terkait bukti tersebut, penyidik akan menetapkan tersangka. Namun, Kapolres masih belum mau membeberkan ke publik siapa tersangkanya. "Ya, nanti untuk penetapan tersangka kita rilis. Apakah kepala desa atau yang lain, nanti kita kabari," ujar Kapolres saat itu.
Sedangkan hutan mangrove seluas 33 hektar yang dijual pada tahun 2020 oleh 18 warga desa kepada seorang pengusaha berinisial Ac. Bahkan saat ini lahan tersebut digarap sebagai tambak udang dan sudah memasuki proses penyemaian udang.
Sedangkan pemeritaan RiauPos.co sebelumnya, dalam perkara tersebut pemeriksaan pengumpulan keterangan dari masyarakat dilakukan kepada 18 warga sekitar lahan ini beberapa waktu lalu. Mereka yang diperiksa di antaranya Kades Kembung Luar M Ali, tiga perangkat desa, warga, dan broker tanah yang menandatangani surat jual beli.
"Sekarang kami juga meminta keterangan kepada pembeli ada 9 orang, baru satu yang datang dan pekan depan akan kita jadwalkan kembali untuk pemanggilan kedua. Alasan tidak datang dipemanggilan pertama masih suasana Imlek," ujar Kasat Reskrim Polres Bengkalis AKP Meki Wahyudi melalui Kanit Tipikor Ipda Hasan Basri beberapa waktu lalu.
Menurutnya, lahan seluas 33 haktare berlokasi di Dusun Parit Lapis desa Kembung Luar yang diperjual belikan dengan 17 surat, berupa surat pernyataan ganti rugi (SPGR) yang berasal dari surat keterangan menguasai dan mengolah tanah (SKMMT) dibeli 9 orang.
Rencananya lahan ini akan dikelola untuk budidaya udang jenis vanamei di lahan tersebut. Namun dari tinjau lokasi yang dilakukan pihak kepolisian bersama BPN Kabupaten Bengkalis setiap SPGR per hektare lahan memiliki harga jual sebesar Rp15 juta sedangkan mereka menjual dengan harga Rp17 juta per hektare.
"Ada selisih Rp66 juta dan kita dapat dari keterangan warga mereka rata-rata per KK mendapatkan Rp2,5 juta dan dari informasi katanya ada yang diberikan bantuan untuk rumah ibadah diperkirakan Rp75 juta, organisasi pemuda Rp4 juta," terang Hasan.
Sedangkan pernyataan dari laporan Gempa Bengkalis, dugaan penjualan lahan hutan produksi terbatas (HPT) yang berada Dusun Parit Lapis menyebutkan, penjualan lahan HPT tersebut dilakukan oleh oknum Kepala Desa Kembung Luar dan dibantu broker yang juga warga Kembung Luar Kecamatan Bantan.
Hal ini diungkap Koordinator Umum Gempa Bengkalis, Febri Kurnadi pada 29 Januari 2021 lalu. Di mana ketika itu disebutkan penjualan lahan HPT ini bermula dari pertemuan antara Abdul Samad yang diduga sebagai broker, dengan salah satu perwakilan perusahaan.
Dalam pertemuan ini Abdul Samad melakukan perundingan bersama perwakilan perusahaan terkait lahan yang dijual seluas 33 hektare diduga lahan HPT. Saat itu perwakilan perusahaan meminta Abdul Samad selaku broker agar melakukan rapat dengan beberapa pemangku kepentingan serta beberapa tokoh masyarakat dusun tempat lahan berada.
"Dalam rapat tersebut Abdul Samad menyampaikan bahwa lahan itu lahan milik masyarakat yang akan dijual seharga Rp15 juta per hektare dari jumlah keseluruhannya kurang lebih 33 hektare," ungkap Febri.
Setelah selang beberapa waktu Abdul Samad dan Kepala Desa Kembung Luar Muhammad Ali melakukan transaksi bersama pihak perusahaan di Kota Bengkalis. Ternyata lahan HPT itu terjual dengan harga Rp17 juta per hektarenya.
"Dan lahan tersebut telah dibuatkan SKT oleh Kepala Desa Kembung Luar," terang Febri. Terkait penjualan HPT ini, Gempa Bengkalis mencoba mendapatkan informasi yang terkait hal ini. Dengan berkoodinasi mulai dari masyarakat dusun tempat lokasi lahan HPT tersebut hingga ke pemerintah yang berwenang yakni BPN, hasil koordinasi ternyata benar adanya HPT di lokasi.
"Bahkan Polisi sudah turun beberapa waktu lalu ke lokasi dan mengumpulkan alat bukti laporan Gempa Bengkalis," terangnya.
Terpisah Kades Kembung Luar Muhammad Ali membenarkan adanya transaksi jual beli lahan tersebut. Namun, ia membantah dengan tegas bahwa transaksi itu kebijakan mengatasnamakan dirinya dan di atas lahan HPT melanggar hukum seperti yang ditudingkan itu.
Ia menegaskan, proses transaksi jual beli lahan sekitar 33 hektare itu tidak melanggar hukum dan uang hasil jual beli lahan itu juga bukan untuk kades, akan tetapi dikembalikan ke masyarakat. Harga jual perhektar Rp17 juta dengan rincian disebutkan Kades Ali, sebesar Rp2 juta perhektarnya diinfaqkan ke rumah ibadah, kemudian sebesar Rp15 juta per hektarnya diserahkan ke masing-masing kepala keluarga (KK) atau masyarakat se- Dusun Parit Lapis.
"Sebelum adanya jual beli tersebut adanya kesepakatan masyarakat Dusun Parit Lapis dan melampirkan berita acara hasil musyawarah. Dan hal itu sudah saya instruksikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian harinya," katanya.
Laporan: Abu Kasim (Bengkalis)
Editor: E Sulaiman