BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Sebanyak 28 petani gambut binaan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mengikuti sekolah lapangan petani gambut (SLPG) di Pulau Bengkalis, yakni di Desa Damai, Kecamatan Bengkalis, Kamis (22/6/2023).
Kegiatan SLPG berlangsung sejak Selasa hingga Jumat (besok) yang dipusatkan di Desa Damai. Sedangkan Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRGM, Suwignya Utama mengatakan, kegiatan SLPG tahun ini dilaksanakan di Bengkalis karena tahun-tahun sebelumnya salah satu kader dari Bengkalis berhasil menjadi lokal champion dalam pengelolaan lahan gambut.
"Ya, ini bentuk bonafide dari keberhasilan mereka, kami berikan pelatihan lanjutnya. Selain itu juga lokasi domisili kader kami ini, dijadikan tempat pelatihan selanjutnya," terang Suwignya, Kamis (22/6/2023).
Materi yang diberikan dalam pelatihan ini terkait pengelolaan lahan gambut tanpa bakar. Para petani diajarkan bagaimana memanfaatkan lahan gambut menjadi lahan produksi tanaman. Mulai dari ekosistem gambut, pembukaan lahan gambut tanpa bakar, membuat nutrisi dan pupuk alami untuk tanah gambut dan tanaman di lahan gambut. Hingga hasil dari penanaman di lahan gambut tersebut dapat dimanfaatkan untuk dijual ataupun dibuat olahan terusan.
"Ini semua bertujuan agar petani mendapatkan sumber pendapatan melalui pemanfaatan lahan gambut. Kami juga mengajarkan terkait pengelolaan lahan ramah lingkungan, teknik pertanian turjan, pertanian mandala dan lainnya, termasuk pembuatan pembenahan-pembenahan tanah yang menggunakan sumber daya lokal di tempat tinggal petani," ujarnya.
Dijelasakannya, dalam membuka lahan pertanian, pemerintah melarang membakar lahan gambut, tentu harus berikan solusi juga. Tentu dengan pelatihan ini mengajarkan petani dan memberi pengetahuan cara pengelolaan lahan gambut tanpa membakar. Untuk peserta sendiri merupakan petani dari desa mandiri peduli gambut yang didampingi langsung BRGM. Sebanyak 14 desa mandiri yang ikut, masing-masing desa mengirim 2 peserta.
"Semuanya ada 28 petani yang ikut serta, dari 14 desa mandiri dampingan BRGM. Empat desa dari Kepulauan Meranti, sisanya dari Bengkalis. Para petani yang mengikuti kegiatan ini akan membentuk kelompok tani nantinya di desa masing masing," jelasnya.
Selain itu, para petani ini juga akan terus didampingi BRGM selama satu tahun ke depan selama program desa mandiri berlangsung. Bahkan setelah pendampingan mereka juga bisa jadi fasilitator untuk kader selanjutnya.
"Seperti kader di Desa Damai ini, dia dahulunya mengikuti pelatihan pada tahun 2020. Tahun ini sudah menjadi fasilitator pada pelatihan di sini," ucapnya.
Menurut Suwignya, lahan gambut di Provinsi Riau memiliki peranan penting karena memiliki luasan gambut terbesar di Pulau Sumatera. Apabila lahan gambut di Provinsi Riau rusak atau sampai terbakar akan berdampak besar pada segala aspek.
"Lahan gambut di Provinsi Riau ini terbesar di Pulau Sumatera. Apabila gambut di sini rusak atau bahkan sampai terbakar kita yang akan rugi dan merasakan dampaknya. Karena itu kami masih terus berupaya merestorasi gambut di Provinsi Riau, baik dari sisi pembasahan gambut, penanaman kembali di lahan gambut, merevitalisasi ekonomi dan pengedukasian melalui sekolah lapang petani gambut," ujarnya.
Sementara itu Kader SLPG dari Desa Damai Ishak juga mengatakan, Pulau Bengkalis sendiri ketersediaan tanaman pangan atau sayur-sayuran belum bisa benar-benar memenuhi kebutuhan tanaman pangan di Pulau Bengkalis.
"Ya, memang untuk memenuhi kebutuhan pasar sayur-sayuran hasil perkebunan dari petani di Bengkalis tidak sanggup memenuhi permintaan pasar. Akhirnya sayur-sayur itu didatangkan dari Sumatera Utara atau Sumatera Barat," ujar Ishak.
Selaku petani, Ishak sendiri sering ditanya ketersediaan sayur-sayuran seperti terong, sawi untuk dipasok ke warung-warung dan ditawari dengan harga yang lumayan tinggi, terong itu bisa mencapai Rp18-20 ribu per kilogramnya. Dari kondisi ini dapat disadari bahwa di Pulau Bengkalis terdapat peluang ekonomi melalui pemenuhan kebutuhan sayur-sayuran di pasar dengan pelestarian dan pemanfaatan lahan gambut.
Namun, kata Ishak, di samping itu juga harus menjaga kedaulatan ekonomi sendiri, dalam hal ini menjaga keseimbangan ketersediaan dari hasil bumi Pulau Bengkalis. Dengan permintaan atau kebutuhan pasar, sebagai antisipasi pasokan pangan dari negara luar, mengingat letak Pulau Bengkalis yang berhadapan langsung dengan Malaysia.
Laporan: Abu Kasim
Editor: Edwar Yaman