(RIAUPOS.CO) - Perekonomian keluarga Fitri (bukan nama sebenarnya) sedang sulit. Suaminya bekerja sebagai buruh lepas.
Untuk membantu perekonomian keluarga, Fitri pun memutuskan untuk bekerja. Hingga akhirnya ia bisa membuka lapak di Pasar Sail.
‘’Sekarang pilih berdagang. Punya lapak di Pasar Sail,’’ sebut Fitri yang tinggal di Jalan Rambutan itu.
Hasilnya cukup lumayan. Lebih besar dari penghasilan suaminya.
Sayangnya, bukannya tambah semangat untuk mencari nafkah, sang suami malah lebih senang bermalas-malasan karena Fitri sudah punya penghasilan.
Sang suami juga tak mau membantu Fitri berjualan di pasar. Ia lebih banyak menghabiskan waktu duduk-duduk di warung kopi. Alamaaak!
Dalam hati, Fitri berpikir semua dia yang kerjakan. Mengurus rumah, anak, memasak, bekerja, sampai mengurus hal-hal seperti ke kantor camat.
Hingga suatu hari Fitri dibuat emosi karena tingkah suaminya itu. Saat itu, ia sedang mengurus pembuatan kartu keluarga di kantor camat. Fitri melihat jam. Saatnya untuk menjemput anak pulang sekolah. Tapi ia masih harus mengurus administrasi di kantor camat.
Fitri pun menelepon suaminya. Ia minta suaminya untuk menjemput anak pulang sekolah.
Di pertengahan percakapan, nada suara Fitri meninggi. Hal itu menarik perhatian warga yang ada di kantor camat.
Fitri mengomel. Ia pun menutup telepon dalam keadaan emosi tingkat tinggi.
“Berulah pula dia saat ekonomi sudah dalam keadaan baik. Bukannya membantu saya, malah pergi entah ke mana,” kata Fitri entah kepada siapa sambil berjalan keluar kantor camat karena ia harus menjemput anaknya pulang sekolah.(cr4)