PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Atan tinggal di pedalaman Indragiri Hilir (Inhil). Kesehariannya, Atan bekerja sebagai pemanen kelapa.
Budaya dan rasa kekeluargaan yang kental membawa Atan menjadi pemuda polos.
Disamping ramah dia juga ringan tangan atau suka membantu satu sama lain yang memerlukan.
Pemuda yang jarang pergi ke kota itu, memutuskan untuk pergi ke ibu kota Kabupaten Inhil, Tembilahan. Hanya saja dia belum menetapkan tanggal dan hari apa. Yang pasti, setelah mendapat upah dari memanen kelapa.
Hingga akhirnya hari yang dinanti telah tiba. Naik, transportasi air, akhirnya Atan, sampai ke Tembilahan. Bahagia bukan kepalang, karena banyak hal yang bisa Atan, lihat. Termasuk kendaraan roda 4.
Bingung hendak berbuat apa, Atan tetap mengelilingi lokasi pasar yang tak jauh dari pelabuhan speedboat. Jarum jam menunjukan hampir jam 12 siang. Perut Atan, terasa mulai mengusik. Hanya saja Atan, tidak terlalu menghiruakan itu dan tetap berjalan-jalan.
Di suatu lorong pasar, Atan terlihat banyak orang masuk ke satu tempat. Perlahan dia mendekati tempat tersebut. Dari jarak beberapa meter, Atan melihat orang silih berganti keluar masuk dari tempat tersebut.
Hingga pada saatnya dia berdiri persis didepan etalase yang didalamnya banyak terdapat jenis lauk pauk. Melihat itu rasa lapar semakin tidak tertahan, hingga salah seorang mempersilahkan Atan, untuk masuk dan makan.
"Makan, Pak?” tanya salah seorang dari tempat makan itu kepada Atan.
Tawaran itu jelas membuat Atan merasa terharu. Dia berpikir, kenapa orang tersebut menawarkannya makan. Padahal belum saling mengenal.
Namun, Atan tetap berpikir positif. ”Kalau mau makan silahkan masuk pak. Pilih saja mau lauk apa, atau dihidangkan,” tanya orang itu lagi.
Atan pun menganggukkan kepala sambil menuju pintu masuk. Dengan perasaan senang, Atan langsung duduk dikursi dan meja kosong yang tidak jauh dari etalase. Tak lama kemudian, berbagai menu makanan dihidangkan.
"Minumnya apa, Pak?” tanya pegawai lain lagi yang mengenakan pakaian serupa.
Atan menunjuk air yang di dalam teko yang ada diatas meja. Mengetahui maksud Atan, orang itupun berlalu. Atan, langsung menyantap makanan yang telah terhidang dimeja. Kurang dari 15 menit, Atan selesai menyantapnya.
Tak lama kemudian, salah seorang mengambil piring kotor yang ada di meja Atan. Lalu mencatat apa saja yang sudah dia makan dan memberikan catatan tersebut kepada Atan, seraya memintanya untuk langsung membayar di kasir.
"Ini apa?” tanya Atan menunjukkan kertas kecil itu.
"Oh, ini bon makan Bapak. Kalau mau bayar langsung saja ke meja itu,” tunjuk orang tersebut mengarah ke meja kasir.
Dengan rasa terkejut, Atan, bertanya kenapa tadi dia ditawarkan makan. Namun akhirnya disuruh untuk membayar. Atan, berpikir tawaran itu gratis sebagai mana budaya di kampungnya yang kental dengan kekeluargaan.
"Tidak, Pak. Ini rumah makan. Semua yang makan disini harus bayar,” jawab orang tersebut.
"Alamak...!!! Rupanya harus bayar. Saya kira makan cuma-cuma sebagaimana di kampung saya,” tuturnya dengan nada kecewa.(ind)