KOLOM TAUFIK IKRAM JAMIL

Jokowi Berpantun

Advertorial | Minggu, 28 Februari 2016 - 12:28 WIB

Jokowi Berpantun
Taufik Ikram Jamil

BELUM pernah mendengar Presiden Joko Widodo alias Jokowi berpantun kan? Ya, sekurang-kurangnya mengetahui, mendengar dari orang lain, ihwal Jokowi berpantun, pun belum kan? Lalu, bagaimana kalau kawan Anda, bahkan orang yang sama sekali tidak Anda kenal, mengirimkan pesan pendek melalui telepon genggam (SMS) yang isinya menyebutkan bahwa Jokowi beraksi dengan bentuk tradisi atau sastra lisan itu?

Begitulah yang saya alami beberapa hari lalu, menerima SMS dari sahabat lama, Abdul Wahab, yang tinggal di kawasan Selat Melaka sana. Tapi sikap tertanya-tanya saya tidak lama karena seketika saya teringat Aburizal Bakrie, si Ketua Umum Golongan Karya itu. Ia acapkali berpantun dalam berbagai acara besar partai berlambang pohon beringin tersebut, sebagai sesuatu yang katanya sudah meneradisi.

Ketika Wahab menulis bahwa pantun terbaru Jokowi adalah keputusannya menunda revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) belum lama ini, sadarlah saya bahwa sebenarnya Wahab sedang bertamsil. “Jokowi mengeluarkan jurus sampiran, suatu tahap penting dalam pantun yang berfungsi sebagai pembayang. Kita dibuatnya tertanya-tanya sambil menunggu isi yang sepenuhnya berada di pikiran Jokowi,” tulis Wahab.

Sebagai petugas partai yang Jokowi tidak dapat mengelak, bukankah seharusnya Jokowi segera meloloskan RUU KPK itu karena inisiatornya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) melalui fraksi di DPR. Malahan, mayoritas wakil rakyat lintas fraksi, mendorong inisiatif tersebut. Anggota kabinet yang dipimpin Jokowi, bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyambut baik RUU itu dengan alasan masing-masing.

“Apakah sikap presiden itu terjadi karena derasnya arus penolakan RUU KPK oleh khalayak, termasuk dari pimpinan KPK sendiri yang bahkan akan mundur jika revisi tersebut dilaksanakan, ia tidak pula memberi alasan. Pokoknya tunda, lalu kontroversial antara menerima dan menolak RUU KPK jadi mereda,” tulis Wahab sambil membayangkan bagaimana Presiden Jokowi kemudian memasang segala indera untuk memantau situasi sebelum menentukan isi dari pantun yang sudah bersampiran tersebut.

Banyak tindakan politik Jokowi yang bersifat seperti itu. Hal ini juga diperlihatnya ketika Budi Gunawan dicalonkan menjadi Kapolri yang konon “produksi” PDI-P. Ia tak hanya menunda, tetapi juga tidak melantik Budi, setelah direaksi keras dari masyarakat maupun tokoh-tokohnya. “Meskipun demikian, berdasarkan pengalamanan calon Kapolri itu, tidak menjamin bahwa setelah menunda, Jokowi membatalkan RUU KPK,” tulis Wahab.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook