KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Dua Perusahaan Pemilik Kayu Ilegal Asal Papua Segera Disidang

Advertorial | Jumat, 12 April 2019 - 18:55 WIB

Dua Perusahaan Pemilik Kayu Ilegal Asal Papua Segera  Disidang

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Dua perusahaan terkait 81 kontainer dan 1.100 meter kubik kayu ilegal asal Papua yaitu CV ATI dan CV CV STI akan segera disidangkan, setelah Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK menerima dua surat dari Kejaksaan Agung tertanggal 4 April 2019 (No B/808/E.4/Epk/04/2019 dan No B/809/E.4/Epk/04/2019) yang menyatakan dua berkas perkara itu tersebut telah lengkap (P21) dan dilanjutkan dengan penyerahan tersangka & barang bukti (Tahap II) pada tanggal 8 April 2019 di Sorong, Papua Barat. CV ATI dan CV STI – dua perusahaan tersebut– adalah pemain besar kayu ilegal di Papua Barat. Tersangka dari kasus ini adalah HBS alias MH anak Parman.

Keberhasilan para penyidik ini dalam menyelesaikan berkas perkara dengan cepat dan tepat waktu merupakan bagian dari akuntabilitas dan tanggung jawab Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK kepada publik dan negara. 

Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK mengatakan, “Kami harus segera menyelesaikan penanganan kasus ini karena masih ada beberapa tersangka lainnya saat ini sedang diperiksa oleh penyidik KLHK terkait kayu ilegal asal Papua yaitu Sdr. DG, Direktur PT MGM, dan Sdr. DT, Direktur PT EAJ ditahan di Jakarta; Sdr. TS, Direktur PT RPF ditahan di Makassar sedangkan Sdr. J Direktur CV BK ditahan di Surabaya. Sementara itu Sdr ET, Direktur CV AKG telah diterbitkan DPO (nomor: DPO/07/III/RRS.10.2/2019/Ditreskrimsus tanggal 4 Maret 2019).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani beberapa waktu yang lalu menegaskan, “Upaya penyelamatan sumber daya alam melalui pemberantasan pembalakan liar merupakan komitmen Pemerintah. Kejahatan ini harus kita lawan karena menghancurkan ekosistem, mengancam kehidupan masyarakat dan merugikan negara”. Perusakan lingkungan adalah kejahatan luar biasa, harus kita tangani bersama-sama. Harus ada efek jera, kami mengharapkan penegakan hukum pidana pencucian uang dapat segera diterapkan untuk kasus sumberdaya alam.

Untuk penguatan penegakan hukum, kami bekerjasama dengan banyak pihak untuk melawan kejahatan ini, termasuk dengan KPK, Kepolisian, TNI AL, BAKAMLA dan Kejaksaan Agung. Secara khusus kami mengapresiasi pihak Kejaksaan Agung sehingga penyerahan berkas penanganan kasus ini dapat diselesaikan. 

“Saya berharap semua bersama-sama mengawal proses ini di pengadilan hingga mendapat putusan inkracht, dan pelaku mendapatkan hukuman maksimal” kata Rasio Ridho Sani mengingatkan para pihak.

Yazid Nurhuda mengatakan bahwa tersangka dijerat dengan Pasal 87 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 95 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 86 ayat 1 huruf a UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan hukuman maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 milar. Efek jera bisa diharapkan muncul ketika terdakwa dikenakan hukuman pidana penjara dan ganti rugi. Harapannya, para pembalak liar ini menghentikan perbuatannya sekarang.(adv)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook