Dalam perubahan PP ini, pemerintah menjelaskan bahwa gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa.
Maka itu, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan dengan tujuan untuk melestarikan fungsi ekosistem gambut. Termasuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
"Dalam PP Nomor 57/2016 ini, juga ditegaskan bahwa setiap orang dilarang: membuka lahan baru (land clearing) sampai ditetapkan zonasi fungsi lindung dan fungsi budi daya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu," jelasnya.
Serta membuat saluran drainase yang mengakibatkan gambut menjadi kering. Membakar lahan gambut dan atau melakukan pembiaran terjadinya kebakaran. Melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan ekosistem gambut.
Sambung Sar’i, berdasarkan PP ini, penanggungjawab usaha dan atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan ekosistem gambut yang menyebabkan kerusakan ekosistem gambut di dalam atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.
‘’Marilah bersama-sama kita menjaga dan melindungi ekosistem gambut dari kerusakan,’’ paparnya. Selain itu, pengelolaan lahan gambut juga harus dilakukan dengan cara yang baik, benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.(adv/a)