“Itu terjadi 10 tahun terakhir, perubahan komoditi dari kelapa jadi kelapa sawit. Apalagi dengan berdirinya pabrik kelapa sawit di Inhil, membuat lebih cepat memindahkan komoditi kelapa ini,” ungkapnya.
Memang, lanjut Ferry, Inhil sudah berusaha membenahi. Sebagai upaya Pemprov Riau sesuai instruksi Gubri H Arsyadjuliandi Rachman juga tidak membiarkan kelapa itu hilang. Karenanya beberapa kabupaten didorong moratorium sawit, seperti Inhil dan Kabupaten Meranti dalam mengembangkan sagu.
“Mereka (Inhil, red) sedang memulihkan kelapa untuk sumber ekonomi masyarakat Inhil. Tata air harus menjadi prioritas. Pemprov pada tahun anggaran 2015-2016, sudah alokasikan anggaran penyediaan alat berat untuk membantu,” paparnya.
Mengenai dukungan Pemprov, jelas Ferry mulai dari menyediakan alat berat jenis ekskavator setiap kecamatan di Inhil. Yang diberikan melalui Bankeu, harusnya diharapkannya dapat dimanfaatkan bersama-sama masyarakat. Bahkan supervisi pun sudah dilakukan. Dari sisi pasar, memang terjadi persoalan lain. Setelah harga mulai stabil bahkan tinggi sekarang harga kelapa karena sudah bagus. Namun akses keluarnya perdagangan kelapa dari beberapa pintu masuk. Dan cenderung dijual bulat, sehingga sabut dan airnya dimanfaatkan pihak yang mengambil atau pembeli. Selain itu persoalan yang terjadi juga pengolahan kopra di tingkat masyarakat sudah hampir habis. Apalagi lanjut, Ferry HC, sekarang sudah masuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).