JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Elon Musk sekarang menghadapi krisis baru di Twitter karena gelombang karyawan tampaknya menolak ultimatumnya tentang Twitter 2.0. Ancaman dari para karyawan Twitter ini sangat keras, yakni melakukan pengunduran diri massal dan meninggalkan perusahaan.
Beberapa jam setelah tenggat waktu bagi pekerja untuk mencentang “ya” pada formulir Google yang menerima “jam kerja panjang dengan intensitas tinggi”, tampaknya sejumlah besar karyawan telah menolak visi eksekutif SpaceX dan Tesla itu.
Kepergian secara massal para karyawan Twitter yang tersisa ini terjadi setelah Elon Musk memangkas 50 persen pekerja Twitter dalam PHK besar-besaran. Banyak karyawan lebih memilih pesangon daripada bertahan di Twitter.
The New York Times awalnya melaporkan jumlahnya mencapai “ratusan”, sementara laporan awal lainnya menyatakan jumlahnya bisa jauh lebih tinggi . Pada Jumat (18/11) lalu, jumlah kepergian karyawan Twitter dilaporkan telah meningkat menjadi setidaknya 1.200 orang, menurut The New York Times.
Di Twitter, puluhan karyawan Twitter yang selamat dari putaran awal PHK men-tweet pesan perpisahan. Seorang karyawan men-tweet video sekelompok pekerja di dalam kantor Twitter menghitung mundur hingga batas waktu 17.00 waktu setempat pada ultimatum Musk. “Kita semua akan dipecat,” katanya.
Yang lain men-tweet pesan yang menyinggung kebijakan Musk. Dalam pesan Rabu paginya, Musk mengatakan bahwa hanya kinerja luar biasa yang akan menjadi nilai kelulusan dan ini dianggap menyepelekan para pekerja Twitter yang tersisa.
Menjelang tenggat waktu, Musk dilaporkan semakin khawatir tentang berapa banyak karyawan yang tersisa yang dapat meninggalkan perusahaan. Dalam memo baru, dia tampaknya mundur dari beberapa komentar sebelumnya yang melarang semua pekerjaan jarak jauh, meskipun dia masih mengatakan akan memecat manajer jika pekerja jarak jauh di tim mereka tidak berkinerja baik.
Tapi tampaknya konsesi itu tidak cukup bagi banyak pekerja di Twitter. Platformer’s Zoe Schiffer melaporkan Kamis lalu bahwa Elon Musk sedang berjuang untuk mengetahui berapa banyak karyawan yang menolak untuk mencentang kotak “ya” pada formulir Google-nya, dan bahwa Twitter akan menutup akses ke kantornya selama beberapa hari sebagai tindakan pencegahan ekstra.
Aksi resign massal ini juga menimbulkan pertanyaan baru tentang apakah insinyur Twitter yang tersisa akan dapat diandalkan untuk menjaga layanan tetap berjalan. Karyawan saat ini dan mantan sudah berspekulasi bahwa eksodus terbaru dapat semakin membahayakan kemampuan Twitter untuk tetap beperforma baik terutama dengan dimulainya Piala Dunia beberapa hari lagi.
Twitter juga dikabarkan tidak lagi memiliki staf komunikasi. “Orang-orang terbaik tetap tinggal, jadi saya tidak terlalu khawatir,” demikian cuitan Elon Musk pada Kamis lalu.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman