JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Manusia terus berinovasi dalah hal kecanggihan teknologi. Ketergantungan kita pun pada perangkat digital dalam kehidupan sehari-hari sudah terlihat ntara.
Teknologi berkembang kian cepat, karena hal ini pula kemudian muncul topik bahwa pada masa depan kegiatan kita akan digantikan oleh kecerdasan perangkat-perangkat digital tadi, termasuk robot.
Saat ini sudah banyak robot yang diciptakan untuk menggantikan kegiatan kita seperti untuk bersih-bersih rumah, menjaga anak, pelayan, industri media. Bahkan terbaru ada robot yang akan berperan sebagai pengacara.
Ini nyata, baru-baru ini, pengacara "robot" yang disokong oleh kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) akan menjadi yang pertama dari jenisnya untuk membantu terdakwa melawan kasus hukum di pengadilan bulan depan. Robot pengacara ini dirancang oleh perusahaan AI bernama DoNotPay.
Joshua Browder, CEO DoNotPay, mengatakan bahwa kreasi AI bikinannya ini berjalan di smartphone, mendengarkan argumen pengadilan dan merumuskan tanggapan untuk terdakwa. "Pengacara" AI kemudian memberi tahu terdakwa apa yang harus dikatakan secara real-time, melalui headphone.
"Kami telah menggunakan surat formulir dan chatbot yang dibuat oleh AI untuk membantu orang mendapatkan pengembalian uang untuk Wifi dalam penerbangan yang tidak berfungsi, serta untuk menurunkan tagihan dan mempersengketakan tiket parkir dan banyak kasus lainnya," jelas Browder.
Browder menambahkan bahwa mesin bikinannya mengandalkan template AI untuk memenangkan lebih dari dua juta perselisihan layanan pelanggan dan kasus pengadilan atas nama individu melawan institusi dan organisasi, tambahnya.
Untuk pengembangan lanjutan, perusahaan AI ini bahkan mengklaim telah mengumpulkan 27,7 juta dolar AS atau berkisar Rp424 miliar lebih dari perusahaan modal ventura yang berfokus pada teknologi, termasuk Andreessen Horowitz dan Crew Capital.
"Dalam satu tahun terakhir, teknologi AI benar-benar berkembang dan memungkinkan kami bolak-balik secara real time dengan perusahaan dan pemerintah," katanya kepada CBS MoneyWatch tentang kemajuan terkini robot pengacara tersebut.
Apakah pengacara robot diakui secara hukum?
Kehadiran teknologi baru ini kemudian memunculkan tanya, apakah perannya sebagai penasihat sah atau diakui secara hukum? Beberapa pengadilan mengizinkan terdakwa memakai alat bantu dengar, beberapa versi di antaranya berkemampuan bluetooth.
Begitulah cara Browder menentukan bahwa teknologi DoNotPay dapat digunakan secara legal dalam kasus ini. Namun, teknologi tersebut tidak legal di sebagian besar ruang sidang.
Beberapa negara bagian mewajibkan persetujuan semua pihak untuk direkam, yang mengesampingkan kemungkinan robot pengacara memasuki banyak ruang sidang. Dari 300 kasus yang dipertimbangkan DoNotPay untuk persidangan pengacara robotnya, hanya dua yang berhasil.
"Itu ada dalam surat hukum, tapi saya tidak berpikir siapa pun bisa membayangkan ini akan terjadi. Ini bukan tentang hukum semata, tapi kami mencoba untuk mendorong hal-hal ke depan dan banyak orang tidak mampu membayar bantuan hukum. Jika kasus ini berhasil, itu akan mendorong lebih banyak pengadilan untuk mengubah peraturan mereka," tegas Browder.
Selain lembaga peradilan, kehadiran "pengacara" robot ini juga mendapat penolakan dari para advokat lainnya. Hal ini dikarenakan tujuan utamanya menurut Browder adalah untuk mendemokratisasi perwakilan hukum dengan membuatnya gratis bagi mereka yang tidak mampu. Namun, dalam beberapa kasus teknologi justru dikhawatirkan menghilangkan kebutuhan akan pengacara sungguhan.
Tetapi mengingat bahwa teknologi tersebut ilegal di banyak ruang sidang, dia tidak berharap dapat mengomersialkan produk tersebut dalam waktu dekat. "Materi ruang sidang ini lebih bersifat advokasi. Ini lebih kepada mendorong sistem untuk berubah," kata Browder.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi