Developer Takut Masuk Penjara, Pengacara Robot AI Batal Ikut Sidang

Internasional | Minggu, 29 Januari 2023 - 06:18 WIB

Developer Takut Masuk Penjara, Pengacara Robot AI Batal Ikut Sidang
Ilustrasi: Belakangan ramai diperbincangkan robot pengacara AI untuk pertama kalinya akan mengikuti persidangan. (ZEPHYRNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Belum lama ini beredar kabar bahwa untuk pertama kalinya, “pengacara” robot yang dibekali dengan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) akan mengikuti persidangan. Bukan pengacara manusia, seperti sudah disinggung di atas, ini adalah robot yang dikembangkan dengan kemampuan AI untuk memberikan nasihat hukum kepada kliennya.

Robot pengacara AI pertama di dunia ini dilatih dan dikembangkan oleh perusahaan Kecerdasan Buatan bernama “DoNotPay”. Awalnya robot ini dijadwalkan untuk hadir di pengadilan pada Februari 2023 untuk menangani sebuah kasus pelanggaran lalu lintas di Amerika Serikat (AS).


Sejak laporan kasus tersebut viral, ada serangkaian keberatan dari berbagai pihak. Karena oposisi yang kuat dari “rekan” pengacara manusia dan risiko masuk penjara, pengembang pengacara AI ini tiba-tiba mengakhiri rencananya.

Pengumuman tersebut datang dari CEO DoNotPay, Joshua Browder, perusahaan yang bertanggung jawab atas pengacara AI tadi. Browder memberi tahu NPR bahwa sejak mengumumkan kehadirannya di pengadilan, dia telah menerima banyak surat kritikan dari berbagai asosiasi pengacara negara bagian yang mengancam perusahaannya. Salah satu ancaman bahkan mengklaim bahwa Browder bisa masuk penjara selama enam bulan.

“Bahkan jika tidak ada hukuman penjara yang nyata, ancaman tuntutan pidana sudah cukup bagi saya untuk membatalkannya,” ujarnya.

Namun, Browder menolak mengatakan asosiasi pengacara negara bagian mana yang mengiriminya surat ancaman. Dia juga tidak mengungkapkan pejabat yang mengeluarkan ancaman kemungkinan penuntutan. Namun dia mengatakan DoNotPay sedang diselidiki oleh beberapa asosiasi pengacara negara bagian, termasuk California.

Saat pengacara AI muncul di pengadilan, terdakwa dalam kasus tersebut akan memakai kacamata pintar. Ini kemudian akan merekam sesi pengadilan melalui kamera. Kemudian, pengacara AI akan mendampingi terdakwa bagaimana menjawab dari pembicara.

Sistem ini mengandalkan sejumlah generator teks AI, termasuk ChatGPT dan DaVinci. Tapi masalahnya adalah pengadilan negara bagian AS umumnya tidak mengizinkan rekaman audio selama proses hukum langsung. Pengacara AI perlu merekam audio di pengadilan dan memberikan jawaban berdasarkan audio tersebut. Jadi, agar pengacara AI berfungsi, secara teknis harus melanggar hukum. Browder mengatakan DoNotPay tidak akan lagi digunakan dalam kasus tersebut.

Namun, ini akan memfokuskan upayanya untuk membantu orang menangani tagihan medis yang mahal, konten langganan yang tidak diinginkan, dan masalah dengan agen pelaporan kredit serta bantuan hukum diluar persidangan lainnya.

Browder mengatakan dia berharap ini bukan akhir dari AI di pengadilan. “Faktanya adalah, kebanyakan orang tidak mampu membayar pengacara, dan pengacara AI dapat mengubahnya dan mengizinkan orang menggunakan alat seperti ChatGPT di pengadilan, yang mungkin membantu mereka menang,” terangnya.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook