JAKARTA (RIAUPOS.CO) - TikTok tengah menjadi aplikasi berbagi video pendek yang naik daun. Hal ini bisa dilihat dari popularitasnya yang membuat lawan-lawan platform media sosial (medsos) lainnya belakangan banyak yang ikut merilis fitur serupa yakni berbagi video singkat.
Ketenaran TikTok juga bisa kita rasakan di kehidupan sehari-hari kita. Di transportasi umum, di kantor, di pusat pelayanan publik dan area publik lainnya, kita pasti bisa melihat atau mendengar seseorang di sekitar kita sedang memutar video pendek dari TikTok.
Lantaran namanya yang sedang melambung, waktu tonton di TikTok juga dikabarkan sangat tinggi. Pengguna TikTok dilaporkan menghabiskan waktu hampir sama banyaknya di platform setiap hari seperti di Netflix.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi pihak berwenang, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Menurut sebuah studi oleh agen Insider Intelligence, TikTok kini bersaing ketat dengan Netflix. Jejaring sosial milik ByteDance dari Tiongkok itu menaklukkan Twitter, Instagram, Facebook, dan YouTube dalam hal waktu harian yang dihabiskan di platform. Ini telah membuat TikTok benar-benar tak terkalahkan di dunia media sosial yang luas.
Platform ini juga banyak diakui pengguna, sangat membuat ketagihan sehingga di beberapa negara, mereka berusaha membatasi waktu layar pengguna termudanya. Ini adalah bukti bahwa TikTok tidak hanya digunakan oleh remaja, tetapi juga menarik bagi milenial dan generasi X.
Hal ini disebut akan menggunakan platform ini lebih dari 45 menit setiap hari pada tahun 2023, menurut laporan tersebut. TikTok juga melampaui YouTube dalam peringkat platform konten tempat pengguna menghabiskan waktu paling banyak setiap hari pada tahun 2021.
Insider Intelligence memperkirakan bahwa pengguna berusia di atas 18 tahun akan menghabiskan rata-rata 58 menit per hari di TikTok tahun ini. Dibandingkan dengan 48,7 menit untuk YouTube. Netflix, yang masih menjadi pemimpin, kemudian berada dalam jangkauan, dengan 62 menit waktu tonton rata-rata pengguna.
Seperti sudah disinggung di atas, YouTube mencoba bersaing dengan TikTok dengan cara memperkenalkan video Shorts, seperti Reel Instagram dan Facebook. Bahkan mereka juga mulai memfasilitasi akses monetisasi, namun belum sepenuhnya berhasil.
Reels, di sisi lain, sukses dengan penontonnya sendiri dari para pengguna Instagram, buah dari mengcopy layanan TikTok. Tetapi kesuksesan Reels di Instagram mengorbankan format lain yang terlihat di jejaring sosial Grup Meta.
TikTok tetap setia pada formulanya bahkan memperpanjang durasi video hingga 10 menit. Ini telah menarik lebih banyak kreator, merek, dan pengguna, berkontribusi pada peningkatan waktu menonton setiap hari. Namun, cengkeraman di media sosial ini menimbulkan kekhawatiran di Eropa.
Parlemen dan Komisi Eropa melarang kolaboratornya untuk menggunakan aplikasi tersebut. Di Amerika Serikat, larangan langsung terhadap TikTok semakin meningkat.
Dengan banyaknya pejabat terpilih yang mengkhawatirkan banyaknya data pribadi yang dapat dipulihkan oleh ByteDance dan Tiongkok. RUU yang dapat melahirkan larangan total terhadap TikTok di negara tersebut malahan sedang mengambil langkah menuju adopsi akhir. TikTok, aplikasi media sosial milik Tiongkok dengan lebih dari satu miliar pengguna di seluruh dunia, menghadapi pengawasan yang meningkat atas kekhawatiran tentang praktik pengumpulan datanya.
Di AS, pemungutan suara baru-baru ini oleh Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat telah membawa aplikasi tersebut mendekati larangan potensial di negara tersebut. Undang-Undang Data McCaul, yang akan memberi Presiden Joe Biden wewenang untuk melarang TikTok di AS, disetujui oleh komite dengan suara 24 setuju dan 16 menentang. RUU tersebut bertujuan untuk mengatasi masalah keamanan di sekitar aplikasi.
Dengan Ketua Michael McCaul menyatakan bahwa TikTok terlalu berbahaya untuk digunakan di telepon anggota Kongres dan anak-anak. Sementara RUU tersebut masih memiliki jalan panjang sebelum menjadi undang-undang, perdebatan tentang masalah keamanan dan privasi TikTok menyoroti ketegangan antara keamanan nasional dan kebebasan individu. TikTok telah menanggapi RUU tersebut.
Dengan alasan bahwa larangan Amerika terhadap TikTok akan menjadi larangan mengekspor budaya dan nilai Amerika ke lebih dari satu miliar pengguna di seluruh dunia. Nasib aplikasi di AS masih belum pasti, tetapi perdebatan yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa masalah ini masih jauh dari selesai.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman