Alasan Godfather of AI Geoffrey Hinton Hengkang dari Google

Teknologi | Rabu, 03 Mei 2023 - 04:03 WIB

Alasan Godfather of AI Geoffrey Hinton Hengkang dari Google
Geoffrey Hinton yang dijuluki Godfather of AI telah mengundurkan diri dari jabatan sebagai VP Google. (SKY NEWS)

NEW YORK (RIAUPOS.CO) - Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan selama setahun terakhir ini tengah jadi pembicaraan. Ditambah, topik terkait AI menjadi semakin hits dengan hadirnya ChatGPT, teknologi chat generatif yang dibuat oleh perusahaan bernama OpenAI.

AI dan ChatGPT yang tengah jadi pembicaraan seolah membangunkan "macan tidur", mengusik perusahaan teknologi lainnya untuk ikut melakukan hal yang sama. Google misalnya, raksasa mesin pencari ini juga mulai ikut tren AI dan pengembangan teknologi ChatGPT bersama perusahaan lainnya.


Hanya saja, rencana Google dan AI-nya tampaknya akan sedikit mengalami hambatan. Sebab, salah satu pelopor kecerdasan buatan Google telah keluar dari profil tinggi perusahaan. Dia adalah Geoffrey Hinton, yang dijuluki Godfather of AI, mengatakan kepada The New York Times bahwa dia telah mengundurkan diri sebagai VP Google.

Kepergiannya sebagai salah satu leader di Google khususnya terkait woro-woro AI dan meninggalkan rekan teknik lainnya pada April lalu merupakan bentuk peringatan keras dirinya tentang risiko yang terkait dengan teknologi tersebut.

Dirinya yang juga merupakan seorang peneliti itu khawatir bahwa Google melepaskan pengekangan sebelumnya pada rilis AI publik dalam upaya untuk bersaing dengan ChatGPT. Bing Chat dan model serupa akan membuka pintu ke berbagai masalah etika yang disebabkan oleh AI.

Dalam waktu dekat, Hinton khawatir AI generatif dapat menyebabkan gelombang informasi yang salah.

"Anda mungkin tidak dapat mengetahui apa yang benar lagi," katanya kepada New York Times.

Dia juga khawatir itu mungkin tidak hanya menghilangkan pekerjaan yang membosankan, tetapi juga mengganti beberapa pekerjaan. Diketahui ke depan, banyak ilmuwan memang memperingatkan tentang kemungkinan senjata yang sepenuhnya otonom dan kecenderungan model AI untuk mempelajari perilaku aneh dari data pelatihan.

Meski beberapa dari masalah ini bersifat teoretis, Hinton mengkhawatirkan eskalasi yang tidak dapat diatasi tanpa regulasi atau pengembangan kontrol yang efektif. Menurutnya, jika tidak ada batasan yang jelas, ini bisa jadi masalah serius.

Hinton mengatakan pendiriannya mulai berubah tahun lalu, ketika Google, OpenAI, dan lainnya mulai menciptakan sistem AI yang dia yakini terkadang lebih unggul dari kecerdasan manusia. "AI telah berkembang pesat hanya dalam lima tahun terakhir, menakutkan, apa yang bisa terjadi dalam lima tahun ke depan," lanjut Hinton.

Hinton sendiri telah mengabdikan karirnya untuk mempelajari jaringan saraf yang sering menjadi kunci AI, tetapi terkenal karena mengembangkan sistem pengenalan objek pada tahun 2012. Jaringan saraf terobosannya dapat menggunakan gambar pelatihan untuk membantu mengenali objek umum.

Google membeli startup DNNresearch Hinton pada tahun 2013, dan konsep yang mendasari penemuannya membantu mendorong lonjakan perkembangan yang mengarah ke teknologi generatif saat ini.

Terkait kekhawatiran Hinton dan perginya dari pucuk pimpinan Google, dalam sebuah pernyataan kepada Engadget, kepala ilmuwan Google Jeff Dean mengatakan perusahaannya masih berdedikasi pada pendekatan yang bertanggung jawab dan waspada terhadap risiko yang muncul.

Raksasa pencarian tersebut juga baru-baru ini merilis versi kasar dari Bard chatbot-nya pada bulan Maret menyusul desas-desus berbulan-bulan bahwa perusahaan khawatir tentang ancaman kompetitif AI generatif. Sebelumnya, ia menolak untuk merilis model AI seperti Imagen yang berorientasi seni karena potensi konten beracun dan pelanggaran hak cipta.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook