MEDAN (RIAUPOS.CO) - Pelatih biliar bernama Khoiruddin Aritonang mendadak menjadi perbincangan setelah aksi Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mempermalukannya di depan banyak orang.
Tindakan Edy Rahmayadi itu berlangsung saat penyerahan bonus kepada atlet dan pelatih berprestasi di PON 2021 Papua, di Aula Tengku Rizal Nurdin, rumah dinas gubernur, Senin (28/12/2021).
Dalam ajang PON yang berlangsung Oktober lalu, Sumut sendiri meraih 10 medali emas, 22 perak, dan 23 perunggu dari 29 cabang olahraga (cabor) yang diikuti.
Khoiruddin Aritonang atau yang akrab disapa Coki itu menjadi orang yang ikut membanggakan Sumut di PON Papua. Cabor biliar menyumbang sebanyak 12 medali dengan perincian lima medali perak dan tujuh medali perunggu.
Dari perolehan medali, cabor biliar berada di peringkat kelima sebagai penyumbang medali terbanyak di Sumut.
Sementara itu, peringkat pertama diduduki cabor wushu, lalu disusul atletik, tarung derajat, dan tinju di peringkat 2,3, dan 4.
Coki mengaku sudah menjadi pelatih biliar sejak 2018 lalu. Selama menjadi pelatih, pria kelahiran 31 Desember 1974 itu mengaku banyak suka duka yang dialaminya.
Terlebih, menurutnya, terkait minimnya perhatian Pemprov Sumut terhadap cabor biliar. Dia mengatakan sejumlah peralatan yang digunakan para atlet untuk berlatih sangat jauh dari kata layak.
Misalnya, kata Coki, meja biliar yang dipakai sudah tidak diganti sejak 2017. Tak hanya itu, stik biliar yang digunakan pemain juga standarnya lebih rendah dibandingkan pemain lainnya. Juga, laken biliar hanya diganti dalam rentang waktu enam bulan sekali.
"Itu pun kami tak mengeluh, namanya kami juga tahu Sumut bagaimana, tetapi ini bentuk kecintaan dengan Sumut," ungkapnya kepada JPNN, Rabu (29/12/2021).
Menurutnya, apa yang menjadi harapan Edy Rahmayadi yang menargetkan agar cabor biliar memperoleh empat medali emas, sangat tidak mungkin jika hanya didukung dengan fasilitas yang seadanya.
"Kalau mau segitu (4 emas, red), ya, penuhi apa yang kami inginkan, sesuaikan dengan standar internasional. Ini meja baling-baling bagaimana kami mau latihan," kata Coki.
Dia bahkan mengaku satu-satunya cabor yang tidak dikunjungi oleh Edy Rahmayadi saat PON Papua ialah biliar.
"Mulai dari persiapan sampai PON nya, tak ada dia kunjungi," ujar Coki.
Selama menjadi pelatih biliar, Coki mengaku digaji sebesar Rp4,5 juta per bulannya. Namun, tiga bulan jelang PON Papua, gajinya dinaikkan menjadi Rp6 juta.
Ketika ditanya terkait bonus yang diterimanya sebagai pelatih seusai cabor biliar menyabet 12 medali, Coki mengaku tidak mengetahui pasti.
"Kurang tahu berapa karena itu kan bervariasi, lagi pun itu bukan tujuan utama," jelasnya.
Namun, saat penyerahan bonus terhadap atlet berprestasi itu, Edy mengatakan masing-masing atlet peraih medali emas mendapat Rp250 juta, perak Rp125 juta, dan perunggu Rp75 juta.
Sementara itu, pelatih yang atletnya meraih medali mendapat bonus Rp100 juta untuk emas, Rp75 juta perak dan Rp50 juta perunggu.
Sumber: JPNN/News/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun