MEDAN (RIAUPOS.CO) - Keberadaan tenaga ahli atau tim pakar di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan yang jumlahnya mencapai 54 orang dianggap hanya sebagai ajang untuk menghambur-hamburkan anggaran. Sejauh ini tugas, fungsi tenaga ahli atau tim pakar dinilai tak jelas. Selain itu keberadaan tim pakar juga tumpang tindih, karena alat kelengkapan dewan (AKD) masing-masing sudah memiliki staf ahli. Apalagi perekrutan tenaga ahli tidak dilakukan transparan sehingga rawan kecurangan.
Seperti diketahui, keberadaan tenaga ahli atau tim pakar tertuang di dalam Surat Keputusann Sekretaris DPRD Medan Nomor 800/9391/Sekrt/DPRD/X/2015 tentang Perubahan Kelompok Tim Pakar/Ahli Alat Kelengkapan Dewan Perwakila Rakyat Daerah Kota Medan 2015.
Direktur Ekskutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum mengatakan saat ini DPRD Medan sedang berupaya menguras uang rakyat dengan berbagai macam modus.
Dia menilai salah satu modus itu terlihat jelas ketika dikeluarkannya SK pengangkatan tenaga ahli atau tim pakar untuk DPRD Medan yang berlandaskan pasal 124 peraturan tata tertib DPRD Medan No 171/3749/DPRD/2015 tanggal 13 April 2015.
Kata dia, seharusnya pengadaan tenaga ahli harus dilakukan melalui mekanisme sidang paripurna. ”Etika penggunaan uang rakyat harusnya seperti itu, tidak bisa hanya melalui rapat pimpinan, AKD,” ujarnya, Senin (23/11).
Rurita juga mempertanyakan banyak hal di antaranya, kriteria kepakaran dari tim pakar yang diperlukan oleh DPRD Medan sangatlah tidak jelas. Apalagi proses rekrutmennya tidak dilakukan secara terbuka. ”Standar honoriumnya apa? Kok bisa muncul angka Rp500 ribu per jam,” tanya dia.
SK yang dikeluarkan Sekretariat DPRD Medan, kata dia, dapat dikategorikan mala-administrasi yang kemungkinan besar mendorong terjadinya kongkalikong.