Salman mengungkapkan pihaknya akan mengakomodasi mayoritas fraksi-fraksi yang menginginkan Pemko Medan mengedepankan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol daripada mengedepankan retribusi.
"Kita akan mengakomodir pendapat fraksi-fraksi yang menginginkan Pemko Medan agar membuat aturan terkait pengendalian dan pengawasan," tuturnya. Dengan usulan dari fraksi-fraksi ini, Salman memungkinkan Ranperda tentang Retribusi Izin Tempat Minuman Beralkohol ini diganti. "Kemungkinan besar Ranperda ini bisa berubah judul sesuai dengan keinginan mayoritas fraksi," jelasnya.
Sementara itu, pengamat kesehatan Sumut, dr H Delyuzar MKed (PA) SpPA (K) menjelaskan tuak termasuk minuman tradisional yang mengandung alkohol. Sebab, minuman tuak bersifat memabukkan. Meskipun ia mengaku tak mengetahui jelas kadar alkohol yang tergantung di dalam tuak. Untuk itulah, tuak merupakan minuman yang tidak baik bagi kesehatan karena mengandung alkohol. Konsumsi berlebih dan tidak terkontrol dapat merusak syaraf, hati, dan ginjal seseorang.
"Yang pasti semua minuman beralkohol tidak baik untuk kesehatan. Bedanya yang satu minuman beralkohol modern dan satu lagi minuman beralkohol tradisional. Tapi sama-sama merusak," ujarnya. Sementara itu, kepala BBPOM kota Medan, M. Ali Bata mengaku tidak mengetahui jelasnya pihaknya pernah menganalisis tuak atau belum. Ia pun tidak dapat mengecek karena sedang berada di Kotapinang.
"Saya masih di luar kota. Tapi pastinya, BBPOM juga bukan lembaga penelitian tapi lembaga pengawasan. Itu biasanya di balai penelitian dan perindustrian yang meneliti," ucapnya.
Terpisah, penjual tuak mengaku bernama Anton mengatakan tuak tidak membuat orang mabuk. "Tuak itu minuman tradisi orang Batak. Minuman ini tidak mengandung alkohol dan menjadi minuman wajib seperti merayakan sesuatu atau kumpul dengan kerabat dan teman," katanya.
Lebih lanjut pria dengan 4 orang anak ini meminta DPRD Kota Medan lebih mencari solusi agar jangan kemiskinan terjadi lagi ketimbang membuat peraturan yang tidak masuk akal. "Ini kan aneh. Apa pula salah sehingga mau dibilang minuman berakohol. Tidak usah muluk-muluk lah, di cafe-cafe besar minuman yang benar-benar alkohol tidak pernah di tindak," tandasnya.
Hal senada juga dilontarkan Randa (28). Penarik becak tidak setuju jika tuak masuk ke dalam daftar minuman beralkohol. "Apa yang membuat tuak ini dilarang? Coba kasih alasan yang jelas," celetuknya. Yosep sendiri selaku pemilik kedai yang sudah 10 tahun berjualan minuman tuak memprediksi, pelarangan yang akan dilakukan DPRD Kota Medan tidak akan berjalan.
"Setahun yang lalu, sudah pernah juga aku dengar mau dilarang tuak ini. Tapi tetap tidak berjalan mungkin banyak yang protes, kali ini aku rasa juga seperti itu. Karena ini (tuak) bagi kami minuman bisa menambah stamina," ungkapnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Hatta mengatakan belum dapat informasi bila DPRD Kota Medan akan melarang tuak. "Saya malah baru tahu dari Anda, Yang ada itu rancangan ristrubusi itu di rubah, bukan tentang tuak," katanya lagi. Lebih lanjut dirinya yakin tuak tidak mungkin di larang. "Sampai saat ini saya masih yakin hal itu (tuak) tidak bakal di larang. Karna jujur sampai sekarang saya belum dapat informasi itu dari sana (DPRD Kota Medan," katanya.
Laporan: RPG
Editor: Fopin A Sinaga