Di sisi lain, Guru Besar Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas (Unand), Padang, Profesor Bujang Rusman yang dimintai pendapatnya menyebut fenomena tanah bergerak di Kotoalam, bisa dikategorikan dalam dua hal. "Kalau skalanya besar, itu likuifaksi. Kalau kecil, namanya landslide," kata Bujang Rusman pada Jumat (13/2/2019) malam.
Dewan Pakar Pusat Studi Lingkungan Hidup Unand ini menyebut, likuifaksi tanah ataupun landslide terjadi antara lain karena tiga hal. Pertama, karena formasi geologi atau batuan yang ada di dasar tanah. Kedua, karena posisi daerahnya yang miring dan dipercepat dengan curah hujan tinggi. Ketiga, kerena terjadi perubahan tata guna lahan. Contohnya, dari hutan menjadi pertanian, menjadi perkebunan, atau untuk fungsi ekonomi lainnya.
"Sebenarnya, kawasan Kotoalam, Pangkalan itu, di dalam tata ruang, harus menjadi kawasan lindung atau cagar alam. Karena, kemiringannya di atas 45 persen. Sudah itu, solum tanahnya dangkal dan banyak bercampur pasir dengan kerikil. Menyebabkan, kawasan itu sebenarnya tidak boleh diganggu. Jadi, kalau ada izin-izin (tambang, red), sebenarnya tidak boleh," kata Bujang Rusman.
Apalagi, menurut Profesor Bujang Rusman, Nagari Kotoalam dilalui garis khatulistiwa. "Daerah yang dilalui garis khatulistiwa seperti Kotoalam itu curah hujannya tinggi. Curam tanahnya. Begitu diganggu, diubah perannya, tentu akan memicu bencana alam. Sebenarnya, Tuhan itu sangat arif dalam membagi kawasan. Kita sebagai manusia saja yang tidak arif. Cara berpikir kita baru aspek ekonomi. Keseimbangan lingkungan dan ekologi, tidak diperhatikan," kata Bujang Rusman.
Secara keseluruhan, menurut Bujang Rusman, bencana alam yang kembali terjadi di Limapuluh Kota, baik banjir, longsor, maupun tanah bergerak, jalan keluarnya hanya satu. Yakni, harus ada action. "Kalau cerita ke cerita saja, perencanaan ke perencanaan, seminar ke seminar, itu sudah kaji lama. Action-nya yang penting sekarang," kata Bujang Rusman.
Menurutnya, Limapuluh Kota harus dijadikan sebagai daerah atau kawasan agroforestry yang ditanam dengan tanam-tanaman konseverasi yang bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat. Dan sesuai pula dengan kontur tanahnya.
Badan Jalan Lintas Sumbar-Riau yang retak sekitar 100 meter di Penurunan Tujuah Baleh, Jorong Simpangtigo, Nagari Kotoalam, Kabupaten Limapuluh Kota.
Seakan sependapat dengan Bujang Rusman, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo yang Kamis (12/12) malam, berkunjung ke Limapuluh Kota, juga menyebut perlu dilakukan kajian, terhadap tanaman apa yang paling tepat, ditanam di daerah rawan bencana. Mantan Danjen Kopassus ini juga menyinggung, tentang pentingnya menjaga ekosistem dan ekologi.
"Sebagai bagian dari keluarga Minang saya prihatin dengan bencana alam yang terjadi di Sumbar dalam sebulan terakhir. Dimulai dari Solok Selatan, Maninjau di Agam, dan Limapuluh Kota. Masyarakat Minang sangat menghargai alam. Alam takambang jadi guru. Kita harus kembali ke alam," kata Doni Monardo.
Terkait dengan Jalan Sumbar-Riau yang setiap tahun mengalami longsor, sehingga membuat lumpuh arus lalu-lintas dan memicu biaya ekonomi tinggi bagi masyarakat di kedua provinsi ini, Letjen TNI Doni Monardo juga berpendapat perlu dilakukan kajian mendalam. Bahkan, mantan Danjen Koppasus ini mendorong dibentuk tim gabungan melibatkan pusat dan seluruh daerah yang terdampak bencana di Sumbar, untuk mencari akar persoalan.
Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Limapuluh Kota memastikan, terus memantau fenomena tanah bergerak yang terjadi di Kotoalam. "Tadi siang (kemarin, red), kita juga sudah kirim tim untuk mengantar bantuan tanggap darurat, terutama sembako bagi warga yang mengungsi di Kotoalam," kata Joni Amir.
Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi yang memimpin rapat koordinasi di Posko Penanganan Bencana atau di kompleks eks bupati Jalan Soedirman Payakumbuh pada Jumat sore juga menyebut, masih melakukan kajian, apakah masa tanggap darurat bencana alam di daerah ini akan diperpanjang atau tidak.
"Yang jelas, kita terus melakukan pendataan terhadap kerugian. Kemudian, melakukan tindakan tanggap darurat di kawasan terdampak bencana," kata Irfendi.
Di luar itu, Irfendi Arbi mengaku sependapat dengan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo, tentang perlunya dibentuk tim gabungan dari pusat di bawah komando BNPB, untuk mengkaji akar persoalan bencana alam yang terjadi.
"Kita siap digabungkan dengan Solsel, Agam, dan daerah lain yang terdampak. Namun, tim ini memang perlu dikomandoi BNPB dan Pemprov Sumbar," kata Irfendi Arbi.
Laporan: Fajar R Vesky, Limapuluhkota
Editor: Firman Agus