LIMAPULUHKOTA (RIAUPOS.CO) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Limapuluh Kota, Sumatera Barat mulai menghitung total kerugian akibat bencana banjir, longsor, dan tanah bergerak yang melanda kabupaten ini, Ahad (7/2) hingga Senin lalu (8/2/). Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian akibat bencana alam itu sudah mencapai Rp56,24 miliar.
"Untuk sementara, kerugian sudah mencapai Rp56,24 miliar. Kami masih terus menghimpun data," kata Kepala BPBD Limapuluh Kota Nasriyanto, didampingi Kabid Kedaruratan dan Logistik Edy, Kabid Rehab dan Rekon Muliarman, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Yulianto, serta Kasi Kedaruratan dan Logistik Rahmadinol kepada Padang Ekspres, Jumat siang (12/2/2016).
BPBD Limapuluh Kota memperkirakan, total kerugian akibat bencana ini, masih akan bertambah. Karena, ternak kerbau dan kambing milik warga yang hanyut, belum dihitung nilainya. Kemudian, masih ada infrastruktur umum yang terkena bencana, tapi belum masuk dalam pendataan dinas terkait. Seperti di Galugua, Kapur IX, dan Sariaklaweh, Akabiluru. "Karenanya, total kerugian akan terus kami hitung," kata Nasriyanto.
Dia menjelaskan, total kerugian sementara sebesar Rp56,24 miliar, didapat BPBD dari laporan tertulis Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, serta Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan. Di samping, juga ada laporan dari sejumlah camat dan wali nagari.
Dari laporan masing-masing dinas itu, nilai kerusakan irigasi adalah Rp6,45 miliar, kerusakan jalan Rp30,55 miliar, kerusakan rumah Rp3,3 miliar, kerusakan sekolah Rp1,03 miliar, kerugian infrastuktur kesehatan Rp6,63 miliar, kerugian perikanan Rp780,4 juta, dan kerugian bidang pertanian Rp7,22 miliar.
Pada bagian lain, Nasriyanto menyebutkan, proses tanggap darurat bencana banjir, longsor dan tanah bergerak, masih terus berlangsung. Ditandai, dengan pembersihan rumah dan fasilitas umum. Namun, aktivitas warga terkena bencana, terutama di Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Bukitbarisan, Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Harau, dan Kecamatan Lareh Sago Halaban, sudah berangsur pulih.
"Warga terkena bencana, sudah tidak ada lagi yang tinggal di tenda pengungsian. Dari 1.100 unit rumah yang diperkirakan terkena banjir, longsor, dan tanah bergeser, tinggal sekitar 83 keluarga yang masih menumpang di rumah sanak-saudara mereka. Sebagian menumpang, karena rumah mereka benar-benar hilang dan tak dapat dihuni lagi. Sebagian karena masih trauma," kata Nasriyanto.