(RIAUPOS.CO) - Persembahan teater "Sengketa Cinta"produksi Rumah Sunting pada malam kedua (21/6) di Anjung Seni Idrus Tintin sukses. Upaya yang dilakukan grup teater ini menjadikan dunia perteateran di Riau semakin ramai. Sebut saja sanggar teater lainnya di Pekanbaru yang terus berproduksi seperti sanggar Selembayung, Teater Matan, Komunitas Riau Beraksi. Masing-masing grup ini tentunya memiliki konsep dan ciri khasnya pula.
Komunitas Rumah Sunting yang menawarkan konsep semi Bangsawan itu, memulai pertunjukan dengan sebuah tarian pembuka sebagai tablo. Kemudian barulah para aktor berkating sesuai dengan perannya masing-masing. Di antara itu masuk pula adegan-adegan lucu yang diperankan oleh Mak Inang dan Bujang Selamat. Kontan saja membuat penonton tertawa geli melihat pola dan tingkah kedua pemain tersebut.
Sastrawan Riau, Rida K Liamsi menyebutkan bahwa apa yang dilakukan Rumah Sunting adalah sebuah upaya bagus untuk menghidupkan dan meramaikan kembali kegiatan perteateran di negeri kita. "Selamat dan sukses buat Kunni dan Rumah Sunting. Upaya seperti ini harus terus dikembangkan dari berbagai aspek agar bermunculan bentuk seni pertunjukan yang profesional di Riau," ujarnya.
Berkaitan dengan interpretasi naskah, Rida K Liamsi menjelaskan yang namanya sejarah tentu memiliki banyak versi. Kita harus pandai memilih dan mencari titik terang untuk dikabarkan kembali sesuai dengan semangat kekinian. "Interpretasi Kunni dalam pertunjukan ini bagus, yaitu mengenai kerajaan Johor, Lingga dan Pahang. Dan sejarah itu tidak ada salahnya ditafsir ulang agar sesuatu yang berkaitan dengan seni pertunjukan tidak tampak kaku atau istilahnya panggung jadi tidak hidup."
Ditambahkan Rida bahwa cerita percintaan antara Raja Kecil dan Tengku Kamariah itu sebuah kisah cinta yang luar biasa di alam Melayu. Segala bentuk kasih sayang yang begitu dalam, pengorbanan yang dilakukan hampir menyamai dengan kisah Taj Mahal dari negeri India.
Sementara itu, Kunni Masrohanti sebagai pimpinan sekaligus sutradara di Rumah Sunting menyebutkan bahwa saat ini mereka masih ingin tetap bermain pada tataran naskah-naskah yang bercerita tentang sejarah, khususnya Melayu. Baginya sejarah adalah sesuatu yang tidak boleh dilupakan oleh kita saat ini, dan ternyata ada banyak sejarah tentang Melayu yang kisahnya luar biasa menarik untuk diangkat kembali.
"Ya, semua ini tentang proses, apa yang coba kami tawarkan adalah bentuk proses kreatifitas kami saat ini. Meskipun demikian, suatu saat tentu saja ada banyak yang bisa dilakukan dan berharap akan lebih bagus lagi. Kami tidak berhenti sampai di sini, bersama pimpinan produksi, kami juga merancang untuk menggelar pertunjukan ini di beberapa tempat lainnya bahkan kalau bisa ke Johor-Malaysia," ujarnya semangat. Kunni juga berharap agar upaya kami ini dapat bermanfaat dan memberikan warna bagi perkembangan teater di Riau.
Setelah pegelaran di malam kedua itu selesai, Rumah Sunting memperkenankan kepada penonton untuk sama-sama berdiskusi di atas panggung. Tampaklah kemudian beberapa diantaranya Fedli Azis, Rina, Hang Kafrawi, Monda Gianes, Syarifudin, Eki Andika dan beberapa pelaku teater lainnya.
Diskusi yang berlangsung hampir dua jam itu membincangkan sekitar masalah konsep yang telah dipergelarkan Rumah Sunting dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemajuan dunia perteateran di Riau ke depan.(*6)