RIAUPOS.CO - WAKIL Bupati Siak Husni Merza mengikuti seminar nasional Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) yang berlangsung di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat pada Sabtu (17/9) pagi. Tujuan acara ini untuk memperkuat jejaring kota pusaka, di bawah wadah Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI).
Diskusi JKPI di Kota Sawahlunto ini sangat bagus, bagaimana langkah ke depan untuk menjaga kota pusaka ini lebih baik lagi dan juga memiliki efek ekonomi untuk pertumbuhan pariwisata di masing-masing daerah.
Wabup Husni mengatakan, seminar yang diikuti, sangat berman-faat karena dihadiri kementerian dan lembaga terkait yang nantinya akan melahirkan rekomendasi yang bermanfaat bagi Kabupaten Siak sebagai anggota JKPI.
”Kami mengapresiasi Pemerintah Kota Sawahlunto yang telah menyelenggarakan acara ini,” kata Wabup Husni.
Acara ini, selain rapat juga sebagai ajang silaturahmi dengan sesama anggota JKPI se-nusantara. ”Kami berharap akan ada rekomendasi yang ditindaklanjuti, baik berupa program dan juga peningkatan anggaran dari kementerian terkait,” ucap Wabup Husni.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengucapkan selamat da-tang kepada undangan, anggota dan delegasi di seminar JKPI di Sawahlunto. Hal ini merupakan kehormatan baginya, para jem-putan dapat hadir. ”Atas nama Pemerintah Kota Sawahlunto kami mengucapkan selamat datang kepada tamu undangan dan peserta di Kota Sawahlunto,” katanya.
Kota Sawahlunto, sebuah kota kecil, tapi punya sejarah yang sangat besar, karena kota ini men-jadi sejarah revolusi dunia. Dan revolusi industri pertama di Eropa. Yakni ditemukannya mesin uap, membutuhkan bahan bakar yaitu batu bara, dan di sinilah yang menjadi tambang batu bara pertama terbesar di Asia Tenggara pada 1800-an yang dibangun kolonial Belanda.
Seiring berjalannya waktu, kota kecil ini beralih fungsi, karena batu bara itu barang tambang yang habis. Pada 1998 salah satu perusahan terbesar yaitu PT Bukit Asam menghentikan tambangnya, lalu pindah ke Tanjung Enim, seh-ingga Sawahlunto hampir menjadi kota mati.
Karena hampir sepertiga pen-duduk bekerja di tambang. Terjadi pergeseran penduduk yang luar biasa, di Sawahlunto pada masa itu terjadi penurunan jumlah penduduk. Kota ini ekonomin-ya hidup karena ada tambang, setelah tambang tutup hampir jadi kota mati. ”Tapi kami tidak putus asa, kami berkumpul dan bersepakat, kami beralih fungsi dari kota tambang menjadi kota wisata tambang,” terangnya.(ifr)