KISAH KONTRAKTOR YANG KINI FOKUS MENJADI PETANI SAWIT

Tak Hanya Buah, Pelepah pun Dijadikan Uang

Siak | Jumat, 13 Maret 2020 - 09:46 WIB

Tak Hanya Buah, Pelepah pun Dijadikan Uang
Seorang pekerja sawit di Kelurahan Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak memotong pelepah sawit yang akan dijadikan makanan gajah di pusat latihan gajah, Kamis (5/3/2020).(DENNI ANDRIAN/RIAU POS)

Berkebun kelapa sawit tak hanya menjadi daya tarik masyarakat kecil yang ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik, tapi kini sawit juga menjadi magnet yang menarik semua kalangan termasuk pengusaha, kontraktor, dan masyarakat menengah ke atas. Apalagi, sawit menjadi investasi yang menjanjikan untuk sekarang dan masa mendatang.

Laporan DENNI ANDRIAN, Minas

SEBUAH rumah permanen berwarna putih berdiri kokoh di tengah perkebunan kelapa sawit di Kelurahan Minas Jaya, Kecamatan Minas, Kabupetan Siak, letaknya sekitar 500 meter dari Jalan Raya Pekanbaru-Duri KM 24. Rumah permanen tersebut sudah sejak lama dibangun, tepatnya 12 tahun lalu atau tahun 2008. Tapi, hingga kini belum selesai pengerjaannya. Piri-pirinya belum terpasang, bahkan lantai pun masih disemen kasar.

"Masuklah Bang," ujar pemilik rumah, Adri Asril, sambil membuka pintu ketika didatangi Riau Pos, Kamis (5/3). "Maaf Bang, inilah gubuk saya. Seadanya. Belum siap dibangun. Selama ini terbiar dan tahun ini mulai saya lanjutkan pembangunannya karena saya mulai fokus berkebun di sini," tuturnya.


Pria kelahiran Pekanbaru, 27 Agustus 1983 ini tak hanya pemilik rumah tersebut, tapi juga pemilik pohon kelapa sawit yang menghijau sekitar 20 hektare mengelilingi rumah tersebut. Adri cukup bersahaja. Mengenakan kostum olahraga dan bercelana cingkrang, pria yang selalu menebar senyum saat berbicara ini, langsung menawarkan bantuan terkait tujuan Riau Pos mendatanginya.

Bahkan, suami Yofi Morensia ini hanya mengenakan sendal jepit ketika mengajak Riau Pos mengelilingi kebun sawit miliknya. Padahal, Adri bukanlah pria biasa. Dia seorang kontraktor yang pernah bekerja sama dengan beberapa perusahaan besar di Riau, termasuk Chevron dan PT Arara Abadi yang berjalan hingga saat ini. Tapi, kini Adri memilih fokus berkebun sawit. "Lebih tenang dan menguntungkan berkebun sawit. Waktu lebih banyak bersama keluarga," ungkap Adri.

Ketika kami berbincang-bincang sambil berkeliling, di antara rimbunan pohon kelapa sawit tersebut, terlihat beberapa tumpukan pelepah pohon kelapa sawit. Sekilas, pelepah tersebut seperti sampah karena dikumpulkan di pinggir beberapa pohon sawit yang sudah ditunaskan. Namun, ternyata pelepah tersebut merupakan sumber duit.

Adri mengumpulkan pelepah yang pada umumnya petani sawit dibakar dan  dibuang tersebut untuk makan gajah. "Alhamdulillah, kebetulan saya dapat kerja sama menyediakan pelepah sawit untuk makan gajah di pusat latihan gajah (PLG)," ujar ayah dari Aldric Naufal Alofi dan Naomi Annyela Alofi ini.

Ya, di sela perbincangan kami, tiba-tiba terdengar suara klakson dan deruan mesin truk. Ternyata, truk berwarna kuning tersebut siap memuat pelepah yang telah diasingkan di antara rimbunan pohon sawit.

Truk tersebut berhenti tak jauh dari tempat kami berbincang-bincang. Setelah mesin truk dimatikan, beberapa pekerja mulai memasukkan pelepah-pelepah tersebut ke bak truk terbuka yang terbuat dari kayu tersebut. Seakan tak ada batasan antara majikan dengan pekerja, Adri ikut menaikkan pelepah tersebut sambil memberikan informasi ke mana pelepah-pelepah tersebut akan diantar. "Untuk gajah yang di Duri saja dulu," ujar Adri.

Perbincangan kami kembali berlanjut setelah beberapa pekerjanya menaikan pelepah satu per satu. Menurut cerita Adri, permintaan untuk menyediakan pelepah makanan gajah ini berawal pada 2015 lalu. Ya, memang kebetulan, lahan sawit miliknya tak jauh dari PLG yang merupakan kawasan kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Riau di Kecamatan Minas.

"Awalnya, saya hanya berdua bersama karyawan saya, Arda, mengumpulkan pelepah ini. Bahkan, saya yang menebang pelepah tersebut dari pohon, mengumpulkan, menaikkan ke truk, dan mengantar langsung ke PLG Minas untuk memberi makan gajah," ujar Adri.

Tapi, kini permintaan menyediakan pelepah untuk makan gajah bertambah. Tak hanya gajah dekat Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim II, tapi kini juga dapat job memberi makan gajah di Duri dan Kampung Mandi Angin. Pekerja untuk menyediakan makan gajah tersebut pun  bertambah menjadi 11 orang. Pasalnya, Adri dan pekerjanya harus menyediakan 500 pelepah setiap harinya untuk PLG dekat Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim II, sebanyak 220 pelepah untuk gajah di Duri, dan 450 pelepah untuk makan gajah di Mandi Angin.

Lantas berapa penghasilan dari kontrak menyediakan pelepah ini? "Cukup makanlah dan bisa untuk tambahan gaji para pekerja. Dari tiga tempat (PLG Minas, Duri dan Mandi Angin, red), dapatlah sebulan sekitar Rp70 jutaan," ungkap Adri.

Penghasilan para pekerja Adri bertambah pun dengan adanya kerja tambahan menyediakan pelepah untuk makan gajah ini. Gaji bulanan pekerja yang bekerja dengan dirinya biasanya sekitar Rp1,9 juta. Namun, penghasilan mereka bertambah menjadi Rp3 jutaan, bahkan bisa Rp5 jutaan jika panen sawit ditambah gaji nunas (memotong pelepah atau membersihkan pohon sawit). "Alhamdulillah, mereka (pekerja) menikmati pekerjaan ini," jelasnya.

Awalnya, Adri diminta menyediakan pelepah sebanyak 410 batang per hari. Namun permintaan terus bertambah. Meski demikian, dirinya tak pernah kehabisan pelepah untuk memenuhi permintaan pemesan sesuai perjanjian kontrak. Selain karena memiliki pohon sawit yang banyak, tak jarang pemilik kebun sawit yang berbatasan dengan dirinya meminta dianjutkan pelepah saat mereka nunas (menebang pelepah tak berguna yang berada di bawah buah tandan sawit, red).

"Ya, daripada menjadi sampah, lebih baik kami beri ke Adri. Saya juga tidak perlu keluar tenaga dan biaya untuk membuang pelepah dari nunas tersebut," papar Amin, pemilik kebun sawit yang berbatasan dengan Adri. Kebetulan, jalan pulang ke Pekanbaru melewati kebun milik Amin yang luasnya sekitar 15 hektare. Riau Pos pun sempat singgah dan menemui Amin di kebunnya.

Tak hanya Amin merasa terbantu, tapi Arda yang sudah 10 tahun bekerja bersama Adri juga demikian. "Awalnya penghasilan saya hanya bekerja memanen sawit. Tapi, sekarang sudah dapat tambahan lagi ikut menyediakan pelepah untuk makan gajah. Alhamdulillah, penghasilan juga bertambah," ujar pria yang sudah memiliki dua anak ini.

"Sejak bujangan saya bekerja di sini dan sekarang sudah berkeluarga. Pelepah sawit ini membawa berkah juga buat saya menghidupi keluarga saya," tambahnya.

Hal senada diungkapkan Angga, pekerja sawit yang baru dua tahun kerja bersama Adri. "Kalau kerja di kebun sawit lainnya saya hanya dapat upah membersihkan dan memanen sawit. Tapi, di sini (bersama Adri, red) saya dapat sampingan dan tambahan upah karena ikut menyediakan pelepah untuk makan gajah," ujar  Angga sambil mengangkat pelepah sawit ke dalam truk.

Belum selesai memuatkan pelepah ke truk kuning, tiba-tiba terdengar kembali klakson di antara rimbunan pohon sawit. Sesaat muncul mobil pick-up hitam. Teryata, pick-up ini juga salah satu  armada untuk mengangkut pelepah sawit .

"Yang ini untuk makan gajah yang dekat sini (PLG Minas, red). Kami siapkan dari sore karena pelepah ini hanya untuk makan malam gajah. Kalau siang gajah-gajah itu dilepas di alam bebas dan cari makan sendiri. Tapi, kadang-kadang ada juga gajah yang langsung makan saat kami antar sore," ujar Adri.

Saat ini, untuk mengurusi kebun sawitnya  Adri mempekerjakan  20 orang  yang terdiri dari 15 pekerja tetap dan lima pekerja lepas.  Mereka ada yang kerja rangkap, yakni menyediakan pelapah untuk makan gajah sekaligus mengurusi kebun sawit. Tapi, juga ada yang khusus mengurus kebun sawit.  Adri memperkerjakan lima orang untuk menyedikan  makan gajah di PLG Minas, tiga orang untuk di Duri dan tiga orang untuk di Mandi Angin.

"Mudah-mudahan, permintaan pelepah untuk gajah bertambah sehingga penghasilan kami juga bertambah," ujar Angga, pekerja Adri lainnya.

Kontrak Kebun yang Tak Produktif
Tak hanya penghasilan pekerja bertambah jika permintaan pelepah meningkat. Pemasukan Adri sebagai majikan di kebun sawit juga demikian. Saat ini, sekitar Rp70 juta pemasukan dari menjual pelepah  didapatkan setiap bulan. Jadi, setahun diperkirakan Adri bisa mendapatkan Rp840 juta. Penghasilan yang menggiurkan. Namun, itu baru dari pelepah. Sementara, dari buah sawit penghasilan Adri lebih dari itu.

Adri memiliki lahan sawit cukup luas, yakni sekitar 100 hektare lebih. Lahan tersebut tak hanya di satu tempat, tapi di beberapa daerah yakni Minas di Kabupaten Siak, Pasirpengaraian (Rokan Hulu) dan Koto Panjang (Kampar).  Di Minas merupakan kebun pertama Adri. Kebun tersebut awalnya tidak begitu luas, hanya dua hektare. Namun, perlahan ketekunannya berkebun sawit membuahkan hasil.

Jiwa bisnisnya sebagai seorang kontraktor membuat penghasilannya dari sawit terus meningkat. Adri tak hanya membeli kebun baru, tapi bapak  dua anak ini mengontrak kebun sawit yang tak terurus oleh pemiliknya.

"Saya kontrak kebun milik pribadi. Misalnya ada sawit 10 hektare dan setahun dikontrak Rp30 juta. Jadi kalau lima tahun Rp150 juta. Hasilnya selama lima tahun itu, saya yang ambil karena saya yang merawat dan memberi pupuk segala macamnya. Kalau mau hasil yang bagus dirawat dengan baik," jelas Adri.

Lantas setelah lima tahun? "Ya, habis kontrak saya kembalikan ke pemiliknya. Kalau mereka mau perpanjang ya saya perpanjang kontraknya," tambahnya.

Adri melihat peluang mengontrak kebun sawit milik orang lain tersebut karena pemilik kebun malas merawat kebun. "Kadang ada yang punya kebun 10 hektare tapi panennya hanya 3 sampai 5 ton satu bulan. Mereka malas merawatnya makanya saya kontrak. Kan sayang tu, padahal panennya bisa maksimal sampai 10 ton sebulan. Kalau dirawat maksimal uang Rp3 juta bisa didapat dalam satu bulan dari kebun seluas dua hektare," ujarnya.

Berdasarkan pengalamannya, Adri pun mengajak untuk berkebun sawit. "Ayolah Bang, bersawit kita. Kalau ada uang lebih, bagusnya beli tanah dan tanam sawit. Kalau tidak kita yang mendapatkan hasilnya, minimal anak cucu kita nanti bisa menikmatinya. Kalau mau cepat, beli sawit yang sudah jadi atau kontrak kebun sawit yang pemiliknya malas merawat," saran Adri.

sawit
 

Potensi Sawit Riau Cukup Besar
Riau merupakan daerah yang memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Berdasarkan SK Mentan Nomor 833/Kpts/SR.020/M/12/2019 tanggal 17 Desember 2019, luas kebun kelapa sawit di Riau mencapai 3,38 juta hektare atau sekitar 20 persen dari luas kelapa sawit nasional yang diperkirakan mencapai seluas 16,38 juta hektare. Jika dibandingkan dengan tahun 2018, luas perkebunan sawit di Riau mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada tahun 2018 luas perkebunan sawit di Riau hanya 2.503.566 hektare yang terdiri dari 1.436.510 hektare perkebunan rakyat (PR), 104.993 hektare perkebunan perusahaan besar negara (PBN), dan 962.063 hektare perkebunan perusahaan besar swasta (PBS).

Dari luas tersebut, Kabupaten Kampar memiliki perkebunan sawit terluas di Riau, yakni 225.799  hektare.  Dari 12 kabupaten/kota di Riau, hanya Kepulauan Meranti yang tidak memiliki kebun kelapa sawit. Dibandingkan tahun 2017, luas sawit di Riau hanya 2.423.762 hektare.(selengkapnya lihat tabel)

Luasnya arel perkebunan kelapa sawit disokong dengan banyaknya industri pengolahan kelapa sawit (PKS). Di Riau tercatat 227 unit PKS siap menampung dan memproduksi tandan buah segar (TBS) sawit dari petani.

"Potensi sawit Riau sangat besar," tegas Plt Dinas Pekebunan Riau, Ahmad Syah Harrofie, Senin (10/3). "Kontribusi sawit Riau juga sangat berperan dalam menyukseskan program Kemandirian Energi dengan meningkatkan penggunaan bahan bakar dari energi baru terbarukan (EBT) dan mengurangi impor bahan bakar," tambahnya.

Gapki Riau Optimis Industri Sawit Terus Tumbuh dan Menjanjikan
Pada April 2017 Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi untuk menghapuskan dan melarang penggunaan bahan bakar hayati (biofuel) yang terbuat dari minyak sawit. Ya, kebijakan RED II, Uni Eropa mewajibkan mulai tahun ini hingga 2030 penggunaan bahan bakar di Uni Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui.

Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi. Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan Uni Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

Larangan ini jelas dapat mengurangi permintaan minyak sawit. Namun, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Riau tetap optimis dan memprediksi industri kelapa sawit akan terus tumbuh dan berkembang. Pasalnya, kelapa sawit berpeluang sebagai bahan baku energi utama masa depan.

Hal ini sejalan dengan implementasi biodisel 30 persen (B-30)  yang dilakukan pemerintah. Kebijakan ini bukan saja menghemat devisa negara, namun juga akan meningkatkan kesejahteraan petani sawit. "Kebijakan pemerintahan Jokowi (Joko Widodo, red) cukup bagus," ujar Pembina  Gapki Riau, Hinsantopa Simatupang, Ahad (8/3).

Pemanfaatan solar dengan campur minyak sawit 30 persen ini akan juga berkontribusi bagi peningkatan kesejateraan petani sawit Riau. Pasalnya, 50 persen lebih populasi kebun sawit di Riau adalah kebun petani. "Peluang industri sawit, sekarang dan masa akan datang sangat menjanjikan. Kita berharap ada kebijakan-kebijakan baru pemerintah untuk bisa meningkatkan kesejahteraan petani sawit," ujar mantan Ketua Gapki Riau ini.

Hinsantopa menambahkan Gapki Riau juga membuka diri bermitra dengan perkebunan rakyat. Bahkan, beberapa waktu lalu, sudah dilakukan Memorandum of Understanding (MoU)  mengenai kemitraan antara Gapki Riau dengan kelembagaan petani.

Jadi, jangan ragu memutuskan untuk berkebun sawit. Adri Asril telah membuktikan, bertanam kelapa sawit bisa menambah penghasilan, tidak hanya dari buahnya, tapi juga bisa dari pelepah. Bahkan, bukan tak mungkin, ke depan ada temuan baru pemanfaatan sawit yang bisa meningkatkan nilai jual kelapa sawit dan kesejahteraan petani sawit.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook