DISKUSI SASTRA

Peran Penting Hasan Junus dalam Sastra Melayu

Seni Budaya | Minggu, 31 Maret 2019 - 00:09 WIB

Peran Penting Hasan Junus dalam Sastra Melayu
H Dheni Kurnia, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Yoserizal Zen, Ketua Jurusan Sastra Indonesia Unilak, Hang Kafrawi, dan moderator, saat diskusi haul Hasan Junus di ruang pertemuan Rusunawa Unilak, Pekanbaru, Sabtu (30/3/2019). (HARY B KORIUN/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Hasan Junus (HJ) adalah sosok penting dalam perjalanan sastra Riau dan sastra Melayu secara luas. Keberadaannya tak bisa dianggap enteng. Dia adalah sosok  tunak, fokus, dan multitalenta.

HJ sangat sadar akan pentingnya bahasa. Bahkan dari diksi per diksi, kata per kata. Baginya, seorang sastrawan, juga wartawan yang juga dipahaminya, harus memahami fungsi dan guna sebuah kata dalam sebuah kalimat. Sebab, setiap kata memiliki makna spesifik, meski terkesan sama.

Hal itu dikatakan sastawan Riau, H Dheni Kurnia, saat berbicara dalam acara diskusi peringatan haul HJ di ruang pertemuan Rusunawa Universitas Lancang Kuning (Unilak), Sabtu (30/3/2019). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unilak.
Baca Juga :Penghulu Hj Siti Aminah Raih Penghargaan Kesetaraan Gender

Hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Drs Yoserizal Zen dan Ketua Jurusan Sastra Indonesia Unilak, Hang Kafrawi. Keduanya mendampingi Dheni sebagai pemantik dalam diskusi yang diikuti lebih dari 30 peserta tersebut.

"Secara pribadi, saya mengenal HJ. Dia yang selalu mengatakan kepada saya agar selalu fokus pada apa saja yang kita kerjakan. Itu juga yang mengilhami saya saat berkarir sebagai wartawan maupun di dunia sastra," ujar Dheni.

Kefokusan HJ dalam sastra dan jurnalistik, pernah dirasakan langsung oleh Dheni saat dia jadi wartawan SKM Genta pada tahun 1983. Ketika itu, kata Dheni, bersama Taufik Ikram Jamil, dia melamar menjadi reporter di Genta. HJ adalah salah seorang redaktur di sana.

Suatu hari ada berita yang diberi judul oleh sang reporter "Seorang Ayah Menggagahi Anak Tirinya". Menurut HJ, seperti diceritakan Dheni, judul itu tidak tepat. Sangat vulgar, dan salah dalam kaidah bahasa Melayu. HJ kemudian mengganti judul tersebut dengan "Seorang Ayah Memaksakan Kehendak kepada Anak Tirinya". Terlihat bahasanya lebih halus.

Di bagian lain, Dheni juga menjelaskan bagaimana secara otodidak HJ memahami 7 bahasa asing, yang dikuasainya dengan baik. Ketujuh bahasa asing tersebut adalah bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Arab, Italia, Portugal, dan Latin. Dengan bahasa itu, HJ bisa membaca karya-karya sastra dari bahasa aslinya.

"Misalnya, dia membaca karya-karya Pablo Neruda dan sastrawan Amerika Latin lainnya dengan bahasa Latin. Dia membaca karya-karya Emile Zola dan sastrawan Perancis lainnya dengan bahasa aslinya. Begitu juga, misalnya, dia membaca karya-karya Gunter Grass dan karya penulis Jerman lainnya dari bahasa aslinya. Ini, menurut HJ, berbeda dengan ketika kita membaca karya yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia," ujar Dheni lagi.

Menurut Dheni, generasi sekarang harus membaca karya-karya HJ seperti novel Burung Tiung Seri Gading, Sekuntum Mawar untuk Emily, dan buku-buku HJ lainnya. Dia juga mengharuskan generasi sekarang untuk mengenal sosok HJ secara pribadi, agar bisa dijadikan teladan.

Di bagian lain, Yoserizal Zen yang membuka diskusi tersebut menjelaskan bahwa HJ selain sastrawan yang tunak, juga seorang sejarawan yang tangguh. Dia mempelajari silsilah raja-raja Melayu dengan baik.

"Bahkan saya baru tahu kalau kami sebenarnya punya hubungan kekerabatan dari sebelah ibu saya, juga karena HJ. Ternyata dalam ranji keluarga yang dibuat HJ disebutkan bahwa ibu saya punya banyak saudara di Kepulauan Riau, termasuk dengan keluarga dan kerabat HJ," ujar mantan wartawan Riau Pos ini.

Di luar itu, kaya Yoserizal, HJ adalah pembaca yang baik, perawat naskah yang baik, hidupnya sudah diabdikan untuk membaca dan menulis, dan itu banyak menginspirasi banyak orang.

Sementara itu Hang Kafrawi menguraikan bagaimana HJ menjadi sosok sastrawan Melayu yang mengelaborasi pemikiran-pemikiran Barat dengan rasa Melayu. Orang yang membaca tulisannya, atau terjemahannya dari karya Eropa itu, serasa membaca karya sastra Melayu karena bahasa HJ khas dengan aroma Melayu.

"Sebagai orang Melayu, kita harus hormat dan merasa beruntung dengan adanya HJ. Hingga hari ini belum ada orang yang setara dengan HJ dalam sastra Melayu, khususnya di Riau," jelas Kafrawi lagi.

Baik Dheni, Yoserizal, maupun Kafrawi berharap karya-karya HJ terus dibaca dan didalami oleh generasi-generasi sekarang dan yang akan datang. Sebab, kata mereka senada, karya-karya yang ditinggalkan HJ, termasuk buku-buku koleksinya, adalah harta yang mahapenting yang harus terus dirawat.

Reporter: Hary B Koriun
Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook