RANGGI

Kembang Suluh Silat Pangean

Seni Budaya | Minggu, 26 April 2020 - 12:10 WIB

Kembang Suluh Silat Pangean
SILAT: Bermacam-macam gerak dalam silat Pangean diperagakan di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. (FOTO GOBER FOR RIAU POS)

Ada gerak, ada jarak, ada pula tempatnya yang istimewa. Ada izin, ada juga pantang. Menjadi bekal dan juga suluh bagi yang mempelajarinya. Inilah kemolekan seni dan makna silat Pangean.

Laporan KUNNI MASROHANTI, Pelalawan


SIAPA yang tak tahu silat Pangean. Silat ini sangat terkenal. Bukan hanya olahraga untuk bela diri, tapi ada pembelajaran kepribadian dan perilaku bagi yang mempelajarinya. Unik. Banyak pula pengikutnya. Bukan hanya di Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi asal silat ini bernama. Di banyak kabupaten lain di Riau, seperti Pelalawan, Kampar dan lainnya.

Disebut silat Pangean, karena memang berawal sejak ratusan tahun silam dari Pangean. Silat ini bisa dipelajari siapa saja; anak muda, orang tua, lelaki atau perempuan. Bertingkat pula, sesuai dengan ilmu yang didapat sejak awal dan seterusnya. Belajarnya juga berproses panjang. Ada doa-doa yang harus dibaca setiap kali akan memulai silat ini. Doa ini dimaksudkan agar saat bersilat atau berlatih tidak ada yang cedera, sakit, dan sebagainya. Ada pula syarat yang harus dipenuhi setiap tahun agar ilmu yang didapat tidak luntur dan mudah lupa. Syarat tersebut yakni, memberi sedekah seikhlasnya kepada Tuan Guru yang mengajarkan silat tersebut.

Seseorang yang memang berniat hendak belajar silat Pangean, harus bertemu guru terlebih dulu dan menyampaikan niat bahwa ia ingin belajar. Tidak hanya itu, juga harus membawa syarat yang sudah ditentukan. Antara lain, membawa cincin satu buah, baju sepasang dan pisau yang diberikan kepada tuan guru. Kemudian membawa ayam lalu disembelih dan dimakan bersama murid-murid yang lain di halaman rumah atau tempat berlatih.

Syarat ini adalah simbol budi pekerti yang menjadi suluh dalam diri calon murid. Apa yang diberikan secara khusus kepada guru seperti cincin, pakaian dan pisau adalah bentuk penghormatan kepada tuan guru. Orang yang akan mengajarkan silat Pangean dengan ikhlas sehingga berkah dan bisa digunakan dengan baik. Sedangkan ayam yang disembelih dan dimakan bersama sebagai simbol pekerti bahwa begitulah rasa syukur yang harus ditunjukkan kepada anggota lain yang sudah menjadi keluarga besar dalam satu perguruan. Simbol-simbol dalam proses silat Pangean ini adalah suluh.

Silat Pangean selalunya dilaksanakan pada malam hari. Ada pula tingkatannya. Pertama, silat tangan di laman rumah. Ini untuk murid-murid yang baru masuk ke perguruan dan pertama mengenali silat Pangean. Bisa siapa saja; lelaki, perempuan, tua atau muda. Yang jelas baru pertama belajar. Silat ini dilakukan dengan tangan kosong atau tanpa senjata.

Kedua, silat pedang  atau disebut juga dengan silek podang, yaitu silat dengan menggunakan pedang atau bisa diganti dengan memakai rotan atau besi. Silat ini juga dilaksanakan di halaman rumah, tapi setelah melewati proses yang pertama yakni silat tangan.

Sedangkan yang ketiga, disebut silat di rumah atau dikenal juga dengan silat perisai (silek parisai). Silat yang dilakukan di dalam rumah dengan menggunakan parisai. Silat di rumah atau yang ketiga ini merupakan tingkatan tertinggi dalam silat Pangean. Tidak boleh dilihat, kecuali oleh sasama pesilat. Itupun hanya empat orang paling banyak. Silat tidak dengan tangan kosong, tapi menggunakan pedang atau pisau atau perisai. Silat dilakukan dengan sungguh-sungguh. Jika tidak hati-hati, bisa saling melukai. Itulah yang dimaksud kenapa sebelum silat dimulai harus diawali dengan doa, yakni, agar terlepas dari bahaya yang tidak sengaja.

Silat pangean adalah satu seni bela diri yang juga bisa digunakan untuk pertunjukan hiburan atau sebagai seni tradisi. Jika ada pesta besar, pesta perkawinan atau tamu besar, silat ini boleh dipertontonkan. Tentu khusus silat pangean yang di laman, bukan di rumah dan tidak menggunakan pedang atau perisai. Semakin lama, silat ini juga semakin berkembang, seperti dimainkan secara beramai dan berpasang-pasangan.

Untuk menjaga kelestarian silat Pangean, selalu dibuka kelas baru untuk murid baru. Salah satunya di Desa Lubuk Kembang Bunga atau LKB, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. Puluhan pelajar mengikuti silat tersebut. Dilanjutkan hingga tingkatan menengah dan atas. Orang tua banyak yang belajar. Pada umumnya, mereka yang sudah sampai ke tingkat ketiga atau Silat di Rumah adalah orang tua.

Sutan, adalah guru silat Pangean di desa ini. Ia mengajarkan silat tersebut sejak lama. Sudah ada ratusan orang yang diajarinya dan mahir membawakan silat Pangean. Dia sendiri belajar dari guru yang berasal dari Pangean. Apa yang didapatkan dari guru besar, ia berikan kepada murid-muridnya.

‘‘Silat Pangean ini geraknya biasa saja. Sederhana. Ada gerak ke depan, ke kanan, ke kiri, ke belakang dan memutar. Tapi begitu lawan menyerang, gerak yang sederhana dan terlihat biasa itu bisa langsung keras dan tegas,’’ kata Sutan.

Karena silat Pangean pada dasarnya adalah untuk bela diri, tapi tidak boleh sembarang digunakan. Apalagi sampai melukai orang lain, kecuali dalam keadaan terpaksa. Misalnya, yang bersangkutan hendak dilukai, maka jurus silat Pangean yang menggunakan pedang atau pisau pun boleh digunakan. Tapi jika tidak, sangat pantang dikeluarkan. Karena di dalam silat ini ada pelajaran mengendalikan diri dan emosi serta bagaimana seharusnya berbudi pekerti.

 Silat Pangean dipopulerkan secara turun temurun oleh guru-guru besar terdahulu yang disebut dengan induak barompek. Dikenal dengan seni beladiri yang lembut dan gemulai namun menyimpan akibat yang mematikan. Hal ini sudah tersohor ke banyak negeri baik di dalam maupun di luar Provinsi Riau. Sehingga menjadikan silat Pangean sebagai seni bela diri yang sangat diminati.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook