Mendirikan dan menjalankan taman bacaan untuk masyarakat bukan hal yang mudah. Susilawati dan Fitriandi Piliang merasakan hal itu. Harus bekerja keras.
RIAUPOS.CO - MENDIRIKAN taman bacaan masyarakat, sekilas, sepertinya mudah. Namun sebenarnya butuh perjuangan yang tidak ringan. Ini dialami oleh Susilawati, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Raudhatul Ilmi di kawasan pinggiran Kota Pekanbaru, yakni di Jalan Suka Jaya, Perumahan Bela Mutiara Blok F 10 Desa Tarai Bangun Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Bersama sang suami, Karno, Susi harus bekerja keras menyediakan bacaan untuk anak-anak dan remaja di sekitaran tempat tinggalnya. Raudhatul Ilmi sendiri artinya taman ilmu. Dia berharap di taman bacaan itu siapa pun bisa menyerap ilmu dari buku-buku yang disediakannya.
Susi harus menyediakan buku bacaan yang dihimpun dari berbagai cara, termasuk membeli dan meminta bantuan dari berbagai lembaga atau orang per orang. Setelah itu, ia menyediakan ruangan dan rak-rak buku. Jika dirasa peminat bacaan sepi, dia keliling dari kompleks ke kompleks di sekitar tempat tinggalnya dengan mendorong gerobak. Di tempat-tempat tertentu dia berhenti dan membuka lapaknya dan mengajak anak-anak atau remaja untuk membaca buku yang dibawanya.
Dikisahkannya, saat awal bergerak, sangat sedikit yang mau ke taman baca. Dia kemudian berinisiatif keliling komplek dengan mengendong bayi dan mendorong troli yang berisi buku-buku. Di mana anak-anak ramai bermain, di sana dia berhenti mengajak mereka membaca. Awalnya agak aneh bagi mereka. Namun, lama-kelamaan, anak-anak menjadi senang dengan buku-buku yang dia bawa dan mau mengujungi taman bacaannya.
Apa yang dilakukannya tanpa pamrih dan tak butuh sanjungan dari siapa pun. Dia mengaku dengan taman bacaan yang ia dirikan, akan muncul generasi yang mencintai buku dan menambah wawasan dan ilmu. Hatinya merasa tergerak dana ingin ikut andil dalam menghidupkan gerakan literasi di tengah-tengah masyarakat.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, anak-anak saat ini sangat jauh dari bahan bacaan, ditambah lagi pengaruh HP, menambah rentetetan masalah tentang rendahnya kualitas dan minat baca di lingkungan masyarakat,” kata Susi kepada Riau Pos, Kamis (3/8/2023).
Susi dan suaminya membukan TBM Raudhatul Ilmi pada tahun 2018. Modalnya hanya nekat. Bahan bacaan pun masih seadanya. Yang ada dalam pikirannya ketika itu adalah membuka dulu taman baca ini. Sering berjalan waktu, gerakan yang dia lakukandilirik oleh Rumah Peradaban Sirah Nabawiyyah Cominity (SNC) yang memberi bantuan buku sehinga bertambahlah bahan bacaan sedikit demi sedikit.
Di taman bacaan ini menyediakan koleksi bacaan anak-anak dan remja dari berbagai genre. Mulai dari keislaman, dongeng, pengetahuan umum, buku pelajaran, novel, komik, tips masakan, dan masih banyak lagi lainnya. Pengunjung yang datang rata-rata anak-anak usia 4 hingga 15 tahun. Beberapa orang tua juga datang untuk mencari bahan belajar anaknya sekaligus meminjam bahan bacaan untuk dibawa pulang.
Selain itu, kegiatan TB Raudhatul Ilmi juga melakukan beragam kegiatan. Mulai dari Magrib Mengaji, membaca mandiri, mendongeng, berkisah, Ahad Ceria yang disi dengan kegiatan olahraga, muhadharah di isi kegiatan nonton kisah islami, praktik salat, praktik adzan dan kegiatan lainnya. Berbagai kegiatan itu membuat anak-anak senang. Selain mendapatkan ilmu, mereka juga bisa berinteraksi dengan teman-teman lainnya yang mungkin tidak terjadi di hari lain karena kesibukan mereka masing-masing. Meski belum memiliki relawan tetap, Susi tetap melakukan gerakan ini setiap hari. Agak repot memang, tetapi dia Ikhlas dan menjalaninya dengan senang.
Untuk kegiatan yang lebih besar, taman pihaknya melakukan kolaborasi dengan beberapa instansi dan gerakan literasi lainnya seperti Perpustakaan Universitas Riau, Kampung Dongeng, Intelekita, OSIS SMA Al-Fityah, Forum Anak, BEM Unri, dll. Misalnya kegiatan pengelolaan perpustakaan bekerja sama dengan Perpustakaan Unri dan Peringatan Hari Dongeng Sedunia dengan Kampung Dongeng.
Untuk buku-buku di taman baca, jelas guru matematika di sebuah sekolah swasta di Pekanbaru ini, didapatkan dari berbagai pihak. Ada dari gerakan wakaf buku sirah Sygma Daya Insani, donasi dari Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Riau, Perpustakaan Unri, dan dari donasi kawan-kawannya, baik di lingkungan sekitar maupun teman-teman di sosial media. Untuk bantuan buku dari pemerintahan biasanya disalurkan melalui FTBM Riau.
Selama ini, kendala dia hadapi adalah minimnya dana untuk membuat kegiatan. Setiap kegiatan yang dibuat harus open donasi mencari bantuan dana, tak jarang harus dengan senang hati mengeluarkan dari kantong sendiri agar agenda tetap berjalan. Kendala lainnya adalah belum memiliki relawan yang bisa terus membantu sehingga kegiatan biasanya dikelola sendiri bersama suami
Kegiatan selain dilakukan di taman baca, juga melakukan lapak baca di kompleks-kompeks perumahan. Anak-anak kompleks dan masyarakat sangat menyambut baik gerakan yang dibuat. Beberapa ibu-ibu dari anak-anak ikut meramaikan lapak baca. Mereka membacakan buku untuk anak-anak mereka. Ibu-ibu komplek juga sangat senang menyediakan camilan dan minuman buat anak-anak agar semakin semangat untuk membaca.
“Hanya saja, karena keterbatasan tenaga, kegiatan ini tidak berjalan berkelanjutan,” jelas Perempuan yang juga anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Riau ini.
Sejauh ini, ujarnya, perhatian pihak terkait seperti RT, RW, dan kelurahan sangat baik. Meski belum ada perhatian dalam bentuk bantuan dana dan sumbangan lain, tetapi dia sudah senang karena tidak pernah dilarang untuk melakukan gerakan berliterasi ini.
Susi berharap, ada wadah pengerak literasi ini untuk ikut andil dalam program Gerakan Desa Membaca, sehingga kebermanfataan TBM ini dirasakan makin luas oleh masyarskat. Dengan demikian, gerakan literasi akan makin tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Meski masih jauh dari harapan, setidaknya kami sudah mencoba untuk memulai lebih baik di bidang literasi ini,” jelasnya lagi.
***
MASIH di Kampar, Fitriandi Piliang juga bergumul dengan buku-buku. Dia mendirikan TBM Rumah Baca Cahaya Athaya Gemilang (RBCAG) yang berdiri pada 13 April 2018 di Perumahan Graha Athaya 2, Rimbo Panjang, Kampar. Niat Fitriandi sederhana ketika mendirikan TBM ini, yakni ingin masyarakat di sekitar tempat tinggalnya memiliki minat baca terhadap buku.
Hampir sama dengan di TBM yang didirikan Susilawati, koleksi yang dimiliki kebanyakan buku cerita anak, cerita rakyat, umum, agama, dan buku bahasa. Para pembaca yang datang juga dari usia anak-anak hingga remaja 15 tahunan, kebanyakan murid SD. Fitriandi mengaku TBM ini dibuka untuk umum, baik dari sisi usia maupun koleksi bacaannya. Selama ini, selain sebagai tempat untuk membaca, dia juga menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk menarik minat anak-anak dan masyarakat, misalnya lomba menceritakan isi buku, membaca nyaring, lomba mewarnai, lomba Rangking 1, wisata literasi, dll.
Selain harus mengeluarkan uang sendiri untuk membeli buku, Fitriandi mengucapkan terima kasih karena mendapat sumbangan buku dari beberapa donatur, baik lembaga maupun pribadi. Misalnya dari Balai Bahasa Provinsi Riau, Badan Bahasa Jakarta, Gramedia melalui Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Riau, Kominfo, dan beberapa lembaga lainnya.
Kendalanya yang dihadapi antara lain, buku-buku masih kurang, relawan kurang, dana untuk operasional dan kegiatan/lomba serta belum adanya prasarana seperti tempat, rak buku, dan lain-lain. Saat ini TB RBCAG memiliki 6 relawan, yang terdiri dari 4 anggota keluarganya dan dua dari pemuda setempat.
Selama ini, kegiatan hanya di TBM RBCAG. Tapi kadang RBCAG mendakan kegiatan lapak baca buku gratis di area Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau CFD di Jalan Sudirman Pekanbaru. Pernah juga satu kali pengurusnya datang ke sekolah, yakni SDN 136, untuk mengadakan sosialisasi literasi bagi anak-anak sekolah.
Dari pihak perangkat pemerintahan seperti RT, RW, maupun pihak Desa Rimbo Panjang, mereka sudah lumayan mendukung, baik secara moral maupun administrasi.
“Meskipun secara langsung masyarakat belum ikut membantu dalam mengembangkan taman bacaan ini, tetapi senang karena mereka mendukung secara moral,” ujar lelaki kelahiran Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, 52 tahun lalu ini.
Lelaki yang juga staf pengkaji bahasa dan sastra di Balai Bahasa Provinsi Riau ini senang bisa ikut terlibat dalam gerakan literasi dengan mendirikan TBM. Selain karena terhubung dengan pekerjaannya sebagai ASN di bidang literasi, dia merasa bahagia bisa membantu masyarakat dalam meningkatkan ilmunya lewat bacaan. Lulusan S-2 Pendidikan Universitas Negeri Padang (UNP) ini berharap masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta peduli dan membantu kegiatan masyarakat yang dilakukan secara mandiri ini.
“Meningkatkan pengetahuan masyarakat adalah tanggung jawab kita bersama dan ini butuh pemikiran bantuan kita bersama,” ujar pengurus FTBM Riau 2019-2021 ini.***
Laporan HARY B KORIUN, Pekanbaru