Tubuh-tubuh yang bergairah itu meliuk perlahan. Sesekali bergerak cepat, patah-patah, bergetar, dan adakalanya pula, diam. Tubuh-tubuh itu hendak mengabarkan tentang sesuatu dalam ruang dan waktu, sekaligus bersukacita merayakan peringatan hari tari dunia.
(RIAUPOS.CO) - MEMBERI kesan sekaligus menyampaikan pesan melalui gerak menjadi bahasa ucap para penari. Kisah dan cerita dalam "museum fisikal" (tubuh, red) didedahkan sebagai ungkapan kegelisahan. Maka perenungan panjang tanpa henti melahirkan karya-karya dengan bahasa non verbal nan menawan.
Kuranglebih, begitulah para koreografer dan penari mengisahkan keresahan. Dalam karyanya yang mengandung nilai-nilai, norma-norma, seakan mengedukasi pemikiran orang yang menikmatinya. Mereka (penari, red) mencumbu keheningan dan mengantarkannya ke ruang-ruang lain. Ruang cinta, kasih, gembira, bahagia, perih, luka, duka, bahkan kepahitan realitas.
Paling tidak, gambaran itu diilustrasikan secara filosofis oleh koreografer Syafmanefi Alamanda MSn usai perhelatan peringatan Hari Tari Dunia (HTD), Kamis (26/4) lalu di Laman Bujang Mat Syam, kompleks Bandar Serai, Pekanbaru. Helat yang digagas Begawai Tari itu, juga ingin mengabarkan tentang perlunya insan tari merayakan hari besar bagi dirinya dan dunia. Barangkali, itulah bentuk kepedulian mendalam mereka pada dunia tari yang terus bergerak dan berinovasi.
Dalam Begawai Tari yang digagas Nanda (sapaan Syafmanefi Alamanda) dan kawan-kawan, tanpa ba-bi-bu itu, ramai komunitas berapresiasi. Tak kurang dari 25 komunitas terlibat untuk meramaikan acara tersebut. Inilah yang menjadi bukti, bahwa dalam dunia seni dan kesenimanan, masih banyak orang-orang yang melakukannya tanpa pamrih.